Mohon tunggu...
Niko Simamora
Niko Simamora Mohon Tunggu... Pengajar - Menulis

@nikomamora~\r\nnikosimamora.wordpress.com~\r\nniko_smora@live.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Toba: Semarak Pilkada dan Strategi Pemenangan

2 Juli 2024   16:22 Diperbarui: 7 Juli 2024   21:03 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baliho menjelang Pilkada Toba (sumber: dokumentasi pribadi)

Pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2024 sudah di depan mata. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan jadwal pilkada 2024. Dalam beleid yang dirilis oleh KPU, untuk tahapan penyelenggaraan menyangkut:

  • Pengumuman persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan: 5 Mei-19 Agustus 2024
  • Pengumuman pendaftaran pasangan calon: 24-26 Agustus 2024
  • Pendaftaran pasangan calon: 27-29 Agustus 2024
  • Penelitian persyaratan calon: 27 Agustus-21 September 2024
  • Penetapan pasangan calon: 22 September 2024
  • Pelaksanaan kampanye: 25 September-23 November 2024
  • Pelaksanaan pemungutan suara: 27 November 2024
  • Penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara: 27 November-16 Desember 2024

Dengan kata lain, hingga akhir tahun ini, setiap daerah sudah mendapatkan kandidat terpilih, bisa dari petahana maupun pengganti.

Nah, untuk pilkada Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara, para kandidat pasangan bupati dan wakil bupati sudah melakukan sosialisasi untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat. Pasangan bupati dan wakil bupati petahana dipastikan bakal pecah kongsi.

Bupati petahana saat ini fokus untuk maju dari calon perseorangan dengan menggaet kandidat wakil bupati (wabup) dari kalangan professional. Sang kandidat wabup ditengarai merupakan sepupu dari salah satu putra daerah tersohor di negeri ini.

Wabup petahana muncul menjadi kandidat bupati dengan menggandeng putra daerah dari kalangan birokrat sebagai pasangannya. Tentu persaingan kedua kandidat yang pisah jalan ini akan menjadi cerita yang menarik.

Dari kalangan wakil rakyat, pimpinan partai dan sekaligus ketua lembaga legislatif di kabupaten ini juga muncul dengan sosialisasi yang sangat gagah. Klaim tumbuh bersama rakyat dan anak kandung (pardison-orang sini) daerah ini muncul dengan desas-desus kandidat wabup dari birokrat yang pernah menjabat eselon tertinggi di daerah ini.

Dari perantau, tidak ketinggalan, seorang birokrat yang mengurusi hukum di negeri ini juga akan ikut bertarung dengan pasangan dari birokrat yang lama bertugas di Papua. Pasangan ini sudah mendaftar melalui calon perseorangan.

Ada juga kalangan professional medis, pernah menjadi pimpinan rumah sakit terkenal di Balige, ingin maju dengan menggaet birokrat putra daerah yang pernah bertugas mengurusi infrastruktur di Toba.

Beberapa nama, meski juga sudah ikut memperkenalkan diri ke masyarakat, mendaftar melalui partai, dan mungkin sudah banyak berkomunikasi dengan kandidat lain, namun belum dengan paket pasangan lengkap.

Sebut saja mantan pejabat jaksa di Toba, sudah sejak lama menyatakan niat untuk ikut pilkada dan aktif memperkenalkan diri melalui baliho yang dipajang di pinggir jalan. Yang terbaru, dari kalangan perempuan, muncul seorang ibu yang pernah duduk menjadi anggota legislatif di DKI Jakarta.

Dari semuanya kandidat yang sudah muncul di publik sejauh ini, belum ada yang menjadi pasangan calon definitif. Mengingat, rangkaian tahapan penyelenggaran untuk penetapan pasangan calon akan dilakukan pada 22 September 2024 mendatang.

Penetapan pasangan calon, selain calon perseorangan, akan menyangkut banyak faktor yang berujung kepada proses politik yang melibatkan partai-partai yang bersangkutan. Namun, bila melihat kondisi sejauh ini, para kandidat sudah meramu strategi masing-masing untuk mendapatkan elektabilitas yang tinggi.

Kita tahu bahwa elektabilitas (keterpilihan) bisa didapatkan dari akumulasi tingkat popularitas (kedikenalan) dan akseptabilitas (kediterimaan). Dengan kata lain, elektabilitas yang tinggi disokong oleh tingkat popularitas dan akseptabilitas yang tinggi pula. Meski rumus ini tidak baku, pun bisa linear dan non-linear, setidaknya bisa memberikan gambaran bagaimana strategi untuk memenangkan kontestasi.

Meski di ujung proses politik bisa muncul hasil yang mengejutkan, mari kita asumsikan bahwa strategi yang sudah mulai dijalankan saat ini, akan kemudian dibawa juga diproses berikutnya.

Misalnya,

  • Bupati petahana dengan slogan kelanjutan, tentu akan merumuskan apa-apa saja yang sudah dilakukan, yang kemudian akan ditingkatkan, sembari memunculkan hal-hal baru yang relevan dengan kelanjutan.
  • Pimpinan lembaga legislatif yang mengklaim diri sebagai anak kandung yang tumbuh dan berkembang di Toba, menampilkan bahwa kami paling paham akan kebutuhan daerah ini.
  • Slogan-slogan terkait kesejahteraan, perubahan, kebersamaan dan pesan-pesan penting juga muncul oleh beberapa kandidat.
  • Diferensiasi dari satu-satunya srikandi yang muncul: slogan-slogan yang disertai program-program yang terukur dan mudah ditagih ke depan. Sepertinya dibawa oleh kebiasaan berkontestasi di wilayah dengan pemilih yang rasional.

Tentu tidak ada benar salah dalam menjalankan strategi tersebut. Pun tidak ada strategi yang pasti menang atau pasti kalah. Semua akan menyesuaikan dengan bagaimana konstituen akan menentukan pilihan.

Sedikit gambaran, untuk Toba sendiri, dari beberapa pilkada, petahana belum pernah menang, meski maju dengan tetap berpasangan. Faktor primordial perlu dipertimbangkan, meski sangat sulit untuk mengukurnya, seperti kekerabatan (marga), asal daerah/kampung, kedekatan, dan sebagainya.

Nah, tantangan utama adalah bagaimana mendidik masyarakat untuk tidak terpikat dengan politik transaksional. Seperti celetukan warga di lapo, seperti Jokowi pun kalau tak memberi uang di Toba, pasti kalah. Tentu hal ini harus menjadi perhatian bersama. Sedikit tips dari prinsip tetangga: saya tidak akan menjual suara saya berapapun harganya.

Akhirnya, kalaulah para pemilih mengambil posisi sebagai pemberi mandat kepada para kandidat, ibarat implementasi dari agency theory, para calon kepala daerah yang terpilih nantinya adalah agen untuk memenuhi ekspektasi para pemilih. Rakyat menitipkan pengelolaan Kabupaten Toba kepada Bupati dan Wakil Bupati terpilih nantinya (to the best interest of constituents).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun