Mohon tunggu...
Niko Simamora
Niko Simamora Mohon Tunggu... Pengajar - Menulis

@nikomamora~\r\nnikosimamora.wordpress.com~\r\nniko_smora@live.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Efek Jokowi, Berpengaruh terhadap Gibran?

2 November 2023   20:33 Diperbarui: 2 November 2023   20:42 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kemunculan Jokowi di panggung nasional secara gamblang bisa diterima oleh berbagai pihak. Mengapa tidak? Jokowi membangun karir dari seorang pekerja, beralih menjadi pengusaha. Kesibukan dalam usaha membawa Jokowi bersinggungan dengan kekuasaan pemerintah, sebagai otoritas yang menaungi keseluruhan aktivitas warga negara.

Dari pengusaha, Jokowi kemudian dipercaya menjadi Walikota Surakarta, selama 2 periode, dengan dukungan yang sangat besar dari masyarakat. Kepemimpinan Jokowi di Surakarta membawanya ke DKI Jakarta pada tahun 2012. Dari situlah, Jokowi mencapai puncak kepemimpinannya sebagai Presiden Republik Indonesia sejak tahun 2014.

Sudah periode kedua Jokowi, sejak 2019 hingga kini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi mencapai hingga sembilan puluh persen, menurut hasil survei Denny JA. Ini menunjukkan bahwa, setuju tidak setuju, kepemimpinan Jokowi memberikan dampak yang bisa dirasakan di masyarakat, khususnya pembangunan infrastruktur.

Dengan melihat sekilas perjalanan Jokowi yang memulai kepemimpinannya sejak di Surakarta hingga menjadi pemimpin negeri ini dan bahkan dikenal di mancanegara menunjukkan bahwa sosok Jokowi memang memiliki kualitas kepemimpinan yang mantap. Boleh tidak setuju, Indonesia saat ini menjadi pusat perhatian dunia karena adanya pemimpin seperti Jokowi. Jokowi disebut sebagai pemimpin yang berasal dari rakyat.

Sampai di situ, kita bisa merasakan efek Jokowi, sebagai pemimpin yang berasal dari rakyat, membangun karir dari bawah, namun bisa menunjukkan kualitas kepemimpinan yang baik. Setidaknya, hasil survei menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi.

Lalu, bagaimana dengan dinamika yang terjadi belakangan ini? Jokowi menjelang turun tahta, meski tetap berupaya fokus bekerja, tetap sesekali menggapil untuk urusan suksesi. Bisa jadi, dengan segenap kekuasaan yang masih ada dalam genggaman, Jokowi harus mengambil langkah untuk memastikan keberlanjutan program. Ini tentu sangat baik.

Namun, bagaimana kalau ternyata, cawe-cawe yang sedang dilakukan muncul karena sadar bahwa nikmatnya kekuasaan sudah mulai menjadi candu. Atau mungkin dengan segenap dukungan para pengabdi yang di sekitarnya, yang turut merasakan limpahan candu kekuasaan, memberi masukan kepada Jokowi untuk melanggengkan kekuasaan, dengan berbagai cara.

Nah, efek Jokowi ini yang kita singgung sebelumnya kemudian menjadi berbeda. Banyak kalangan melihat bahwa efek Jokowi yang berhasil mengundang simpati publik itu, bisa dimanfaatkan sebagai lumbung suara untuk melanggengkan kekuasaan, atau di masyarakat bergulir dengan sebutan dinasti politik.

Efek Jokowi yang muncul dengan fenomenal tersebut kemudian didompleng untuk mengorbitkan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, maju memasuki kancah kepemimpinan nasional. Sejauh ini, dengan segala daya upaya yang dilakukan, Gibran sudah menjadi bakal calon wakil presiden yang mendampingi Prabowo Subianto.

Proses di Komisi Pemilihan Umum masih berlangsung, belum ada penetapan calon presiden dan wakil presiden yang akan berkontestasi di Pemililihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Namun, kemunculan Gibran ternyata tidak sefenomenal Jokowi.

Meski hasil survei menunjukkan adanya kenaikan elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran, namun terlihat adanya suasana kebatinan yang berbeda seiring waktu. Gibran, meski putra sulung Jokowi, harus diakui bukanlah Jokowi, pun kemunculannya di kepemimpinan nasional, jauh berbeda dengan Jokowi.

Sejauh ini, Gibran sudah dan akan menjalani proses yang dibayang-bayangi oleh efek Jokowi. Gibran, bukan tidak potensial. Usia muda, sudah memiliki pengalaman dalam membangun usaha dan memimpin kota Solo. 'Jalan ninja'-nya ke depan masih panjang dan berpeluang sangat dinamis, namun sangat elok kalau tidak dikarbit seperti yang terjadi saat ini.

Meski perasaan gelisah, galau, gundah gulana bercampur saat ini. Dengan tetap mengedepankan niat tulus untuk berkontestasi dalam pesta demokrasi 2024 mendatang, kita harus tetap yakin bahwa 'Vox Populi, Vox Dei', suara rakyat adalah suara Tuhan. 

Mari kita terus menikmati proses seperti apa 'suara Tuhan' pada 14 Februari 2024 mendatang mengarahkan bangsa kita untuk kembali berproses setelah era kepemimpinan Jokowi.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun