Hal itu merupakan salah satu upaya BI untuk menyediakan sistem pembayaran yang berprinsip CEMUMUAH (cepat, murah, mudah, aman, dan handal). Lebih lagi, BI sangat mendukung untuk konsolidasi industri sistem pembayaran nasional dan integrasi ekonomi keuangan digital secara end-to-end.
Nah, bagaimana dengan perhatian terhadap transaksi antarbank antarnegara (cross border). Bank Indonesia juga sudah mulai melakukan inisiasi untuk integrasi sistem pembayaran antarnegara dengan dukungan penerapan QR Cross Border dan Local Currency Settlement (LCS). Inisiasi ini telah dimulai sejak Presidensi G20 tahun 2022 untuk jalur keuangan.
Inisiasi tersebut berlanjut kemudian dengan posisi Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023. Indonesia berfokus untuk memperkuat kawasan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang tumbuh cepat, inklusif, dan berkelanjutan demi menjawab tantangan 20 tahun ke depan. Tema Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Â 2023 adalah "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth". Hal itu bermakna bahwa peran ASEAN sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dunia yang berkelanjutan. Episentrum pertumbuhan tersebut menjadi peran sentral khususnya dalam bidang ketahanan pangan, ketahanan energi, kesehatan, dan stabilisasi keuangan.
Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memiliki peran dalam pengelolaan stabilisasi keuangan di Indonesia memperkuat kolaborasi dan kerjasama ASEAN melalui 3 Priorities Economic Deliverables (PEDs): Recovery-Rebuilding, Digital Economy & Sustainability. Untuk digital economy, diharapkan melalui KTT ASEAN 2023, setiap negara meningkatkan kapasitas masing-masing dalam memperluas inklusi keuangan dan literasi digital.
Inklusi keuangan tersebut direalisasikan dengan formulasi edukasi finansial secara nasional di masing-masing negara. Juga dengan meningkatkan interkonektivitas sistem pembayaran regional. Dalam hal ini, lima bank sentral di Kawasan Asia Tenggara, yaitu Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS) dan Bank of Thailand (BOT) bersepakat untuk memperkuat kerjasama dalam sistem pembayaran yang terkoneksi.
Kerjasama yang digagas sebagai Regional Payment Connectivity (RPC) Iniatiative tersebut akan mendukung pembayaran lintas batas (cross-border) yang lebih cepat (faster), lebih murah (cheaper), lebih transparan, dan lebih inklusif. Ini adalah bagian dari upaya untuk mengatasi biaya yang besar ketika bertransaksi di negara-negara anggota ASEAN tersebut. Selain itu, RPC dapat memfasilitasi perdagangan antarnegara, investasi, financial deepening, pengiriman uang (remittance), pariwisata, dan kegiatan ekonomi lainnya.
Apa yang diharapkan dari gagasan RPC tersebut? Secara sederhana, saya membayangkan ketika akan bertransaksi untuk pembayaran mengikuti seminar internasional maupun mengirim untuk mengirim uang sesama negara-negara tersebut, biaya transaksi akan bisa ditekan dan setelmennya dalam uang lokal (local currency) masing-masing. Hal itu dapat membantu ketergantungan terhadap mata uang dollar Amerika (dedolarisasi). Selain itu, ketika kita berkunjung ke lima negara ASEAN tersebut, karena sudah bekerjasama dalam sistem pembayaran kita bisa semakin mudah melakukan pembayaran dengan hanya scan QR code melalui QRIS yang kita miliki.
Kecepatan, kemudahan, dan murahnya biaya transaksi tentu akan bisa berdampak bagi kenyamanan pengguna jasa keuangan dari masing-masing negara yang sudah tergabung dalam RPC. Bahkan, tidak hanya ASEAN, kita berharap Bank Indonesia dapat memperluas konektivitas sistem pembayaran ke berbagai negara lain. Sejauh ini, Bank Indonesia sudah memperluas kerjasama sistem pembayaran dengan China, Korea Selatan, maupun Jepang. Kerjasama sistem pembayaran tersebut diharapkan tidak terbatas untuk investasi/perdagangan, tapi juga menyentuh transaksi ritel.
Informasi lebih lanjut tentang sistem pembayaran dapat diakses di bi.go.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H