Setiap kali membuka gawai, kita pasti akan disuguhkan dengan berbagai berita, baik melalui media mainstream maupun obrolan di media sosial masing-masing, misalnya dari grup whatsapp yang kita ikut tergabung di dalamnya.Â
Bila judulnya menarik, respon kita akan secara reaktif memberikan komentar terkait berita tersebut. Â Lalu hal tersebut mengundang respon dari rekan-rekan yang lain, sehingga berita tersebut menjadi hangat dibicarakan.
Apa yang terjadi bila ternyata berita yang tersebar tersebut adalah hoax? Atau karena judul yang sensasional, kita dengan cepat masuk kepada jebakan umpan klik alias clickbait.Â
Kita cenderung menjadi reaktif terhadap sebuah berita dan cepat meneruskan berita tersebut tanpa membacanya. Bersifat reaktif bisa menjadikan sebuah berita cepat viral, padahal kita belum menggali kebenaran berita tersebut.
Di zaman filsuf Socrates, setiap berita yang ia terima ternyata terlebih dahulu disaring. Saringan pertama adalah Kebenaran berita tersebut. Bila berita tersebut tidak benar, sebaiknya tidak perlu disampaikan atau diteruskan ke orang lain. Namun, bila ada keraguan tentang kebenaran berita tersebut, perlu dilakukan saringan kedua, yaitu Kebaikan.
Bila berita yang disampaikan tersebut tidak merupakan sesuatu yang baik, sebaiknya juga berita tersebut tidak disampaikan apalagi diteruskan ke orang lain oleh pihak yang baru mendengar. Dengan demikian berita yang belum tentu benar dan belum tentu tentang kebaikan sebaiknya tidak diteruskan ke orang lain.
Namun, dalam kenyataannya, mata kita senang membaca sesuatu yang menarik atau telinga kita senang mendengar berita yang belum tentu benar dan baik tersebut. Lalu bagaimana? Ada saringan ketiga, yaitu kemanfaatan. Sesuatu yang belum tentu benar, belum tentu baik, dan belum tentu bermanfaat bagi pemberi berita maupun penerima berita sebaiknya tidak diteruskan.
Pesan tentang kebenaran, kebaikan, dan kemanfaatan bisa menjadi kunci yang ampuh dalam menghadapi berbagai berita belakangan ini. Melalui saringan ini, kita bisa belajar menjadi seseorang yang mungkin bisa menerima informasi yang banyak, namun tidak reaktif meneruskan informasi tersebut.
Lalu, mengapa masih banyak berita hoax yang menyebar di kalangan masyarakat saat ini? Pertanyaan ini sangat sulit dijawab, bahkan mungkin oleh pegiat informasi dan teknologi yang berkembang saat ini.Â
Motivasi para penyebar hoax tidak bisa dengan mudah diidentifikasi. Dengan kata lain, sulit menilai moral seseorang ketika akan membuat berita hoax ataupun hanya sekedar meneruskannya.
Yang kedua, kenali alamat situs sumber berita! Situs sumber berita semakin banyak bertebaran, sehingga perlu mengenali alamat situs portal berita terpercaya. Bila masih menggunakan blog pribadi maupun situs yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers, sebaiknya tidak perlu disebarkan atau bahkan tidak perlu dibaca lebih lanjut.
Yang ketiga adalah lakukan pemeriksaan fakta! Pemeriksaan fakta ini dapat dilakukan dengan membandingkan berita yang disebar dengan sumber berita lain.Â
Dengan cara seperti ini, pembaca ataupun pendengar bisa melihat keseimbangan antara berita yang disebarkan dan kenyataan sebenarnya. Atau kita bisa membedakan bahwa berita yang disebarkan berupa fakta atau opini. Opini kita pahami sebagai sebuah hal yang subyektif, sehingga belum tentu baik untuk disebarluaskan.
Lalu, kita juga akan menemui banyak berita yang seringkali diikuti dengan gambar. No picture, hoax. Begitu kita sering menyebutnya sebagai sebuah syarat bahwa berita bisa dianggap bukan hoax bila menyertakan gambar di dalamnya.Â
Oleh karenanya, langkah yang keempat adalah periksa keaslian gambar/foto! Cukup arahkan foto tersebut ke mesin pencarian, maka kita bisa melihat atau membandingkan gambar-gambar serupa lalu mengambil kesimpulan apakah foto tersebut asli atau tidak.
Bila sudah bisa melakukan keempat langkah tersebut, sebagai antisipasi terakhir perlu dilakukan langkah yang kelima, yaitu bergabung dalam grup atau kelompok anti-hoax.Â
Grup anti-hoax yang diinisiasi oleh warga net baik di media sosial, forum diskusi, dan lain-lain bisa membantu kita untuk terhindar dari berita hoax dan mencegah penyebaran berita hoax.Â
Berkumpulnya orang-orang yang memiliki concern yang sama untuk mengantisipasi hoax membuat para pembuat dan penyebar berita hoax semakin terjepit dan kewalahan.
Selain kelima langkah tersebut, kita pun bisa memanfaatkan fitur-fitur yang sudah disediakan penyedia konten sebagai sarana untuk melaporkan berita-berita hoax. Baik di media sosial (misalnya Facebook, Twitter, Instagram, dsb.) maupun di media mainstream seperti situs berita, atau melalui layanan yang disediakan pemerintah sebagai alamat pengaduan berita hoax (misalnya: aduankonten@mail.kominfo.go.id).
Dengan menerapkan tiga saringan-Kebenaran, Kebaikan, Kemanfaatan-yang sudah diterapkan sejak lama, lalu mengacu kepada lima langkah yang direkomendasikan oleh Masyarakat Anti Hoax Indonesia, dan layanan pengaduan baik dari penyedia konten maupun pemerintah, sudah seharusnya kita bisa memerangi hoax yang bermunculan saat ini.
Tetapi, dalam kenyataan sehari-hari, kemunculan berita hoax masih merajalela terutama menyangkut SARA (suku, agama, ras dan antargolongan).Â
Ada sebuah kelekatan emosional yang sangat personal ketika berkaitan dengan SARA. Bila itu diusik, orang akan begitu sangat sensitif. Apalagi bila dikaitkan dengan pilihan politik, kecenderungan saat ini membuat orang sangat sensitif. Bisa dibayangkan efek yang timbul bila kondisi ini terjadi di tahun politik yang sebentar lagi kita hadapi.
Di era media sosial, setiap isu bisa menjadi hangat bila tidak dikelola dengan baik. Untuk sesuatu yang sifatnya buruk, berita bisa cepat menyebar dan efeknya bisa merugikan banyak pihak. Nah, yang membahayakan adalah berita hoax alias sesuatu hal yang diburuk-burukkan atau berita palsu yang tidak terverifikasi kebenaran, kebaikan, dan kemanfaatannya.
Menteri Agama memiliki peran yang sentral dalam mengelola konten-konten sensitif yang berhubungan dengan agama. Oleh karena itu, seandainya saya sebagai menteri agama, saya akan melakukan hal-hal berikut.
Pertama, saya akan mengelola akun media sosial pribadi saya dan menyebarkan berita-berita positif berkaitan hal-hal yang bersinggungan dengan agama. Saya pun meminta setiap orang yang berada di Kementrian Agama untuk menyebarkan berita-berita positif yang saya sebarkan tersebut. Â Dengan demikian, berita positif tersebut menjadi meluas cakupannya.
Kedua, saya harus sering berdiskusi dengan pemuka-pemuka agama yang ada di negeri ini. Setiap kegiatan tersebut dilakukan untuk memupuk rasa kebersamaan sebagai sebuah bangsa. Semangat untuk membangun bangsa ini tidak bisa dilakukan oleh kalangan agama tertentu.Â
Semua agama memiliki peran untuk mengambil bagian dalam pembangunan dan menteri agama adalah milik semua agama dalam konteks bernegara. Oleh karenanya, kehadiran Menteri Agama dalam forum-forum keagamaan menjadi sebuah jembatan untuk membangun persatuan.
Ketiga, memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang memiliki semangat untuk membangun kebersamaan antarumat beragama. Para aktivis, relawan, pegiat sosial media, artis, pejabat, pelajar, professional, pemuka agama, bahkan siapa saja yang berperan aktif untuk menyebarkan pesan damai, pesan kebersamaan, dan pesan persatuan harus diapresiasi langsung oleh menteri agama. Saya akan mengundang mereka untuk bisa menangkap semangat yang mereka miliki untuk kemudian disebarkan kepada semua pihak.
Dengan ketiga langkah tersebut, saya membayangkan bahwa keberadaan menteri agama menjadi garda terdepan untuk menangkal hoax terutama terkait isu yang sangat sensitif. Menteri Agama berperan besar untuk selalu mengedepankan penyebaran berita-berita positif.
Perbedaan antar umat beragama adalah karunia. Jangankan antar umat beragama, internal sebuah agama saja masih banyak perbedaan. Oleh karenanya, Menteri Agama harus menjadi irisan persamaan dan persatuan dari semua agama. Nilai-nilai universal dari agama menjadi modal untuk memupuk kebersamaan.
Untuk lebih mengingatkan lagi, lakukan saringan benar, baik, manfaat (berbaman), ikuti langkah periksa judul, sumber, fakta, gambar, dan lapor (jusuf gamla), dan sebarkan berita positif dari diri sendiri, orang terdekat, mitra kerja, dan kalangan yang lebih luas.
-Salam kebaikan dari tepi Danau Toba-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H