Mohon tunggu...
Niko Simamora
Niko Simamora Mohon Tunggu... Pengajar - Menulis

@nikomamora~\r\nnikosimamora.wordpress.com~\r\nniko_smora@live.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saring Hoax dengan Berbaman dan Periksa Jusuf Gamla

2 Agustus 2018   08:54 Diperbarui: 3 Agustus 2018   09:29 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama Menteri Agama, Lukman Saifudin Hakim (sumber:@andrie_agan)

Setiap kali membuka gawai, kita pasti akan disuguhkan dengan berbagai berita, baik melalui media mainstream maupun obrolan di media sosial masing-masing, misalnya dari grup whatsapp yang kita ikut tergabung di dalamnya. 

Bila judulnya menarik, respon kita akan secara reaktif memberikan komentar terkait berita tersebut.  Lalu hal tersebut mengundang respon dari rekan-rekan yang lain, sehingga berita tersebut menjadi hangat dibicarakan.

Apa yang terjadi bila ternyata berita yang tersebar tersebut adalah hoax? Atau karena judul yang sensasional, kita dengan cepat masuk kepada jebakan umpan klik alias clickbait. 

Kita cenderung menjadi reaktif terhadap sebuah berita dan cepat meneruskan berita tersebut tanpa membacanya. Bersifat reaktif bisa menjadikan sebuah berita cepat viral, padahal kita belum menggali kebenaran berita tersebut.

Di zaman filsuf Socrates, setiap berita yang ia terima ternyata terlebih dahulu disaring. Saringan pertama adalah Kebenaran berita tersebut. Bila berita tersebut tidak benar, sebaiknya tidak perlu disampaikan atau diteruskan ke orang lain. Namun, bila ada keraguan tentang kebenaran berita tersebut, perlu dilakukan saringan kedua, yaitu Kebaikan.

Bila berita yang disampaikan tersebut tidak merupakan sesuatu yang baik, sebaiknya juga berita tersebut tidak disampaikan apalagi diteruskan ke orang lain oleh pihak yang baru mendengar. Dengan demikian berita yang belum tentu benar dan belum tentu tentang kebaikan sebaiknya tidak diteruskan ke orang lain.

Namun, dalam kenyataannya, mata kita senang membaca sesuatu yang menarik atau telinga kita senang mendengar berita yang belum tentu benar dan baik tersebut. Lalu bagaimana? Ada saringan ketiga, yaitu kemanfaatan. Sesuatu yang belum tentu benar, belum tentu baik, dan belum tentu bermanfaat bagi pemberi berita maupun penerima berita sebaiknya tidak diteruskan.

Pesan tentang kebenaran, kebaikan, dan kemanfaatan bisa menjadi kunci yang ampuh dalam menghadapi berbagai berita belakangan ini. Melalui saringan ini, kita bisa belajar menjadi seseorang yang mungkin bisa menerima informasi yang banyak, namun tidak reaktif meneruskan informasi tersebut.

Lalu, mengapa masih banyak berita hoax yang menyebar di kalangan masyarakat saat ini? Pertanyaan ini sangat sulit dijawab, bahkan mungkin oleh pegiat informasi dan teknologi yang berkembang saat ini. 

Motivasi para penyebar hoax tidak bisa dengan mudah diidentifikasi. Dengan kata lain, sulit menilai moral seseorang ketika akan membuat berita hoax ataupun hanya sekedar meneruskannya.

Saring Sebelum Sharing (sumber: http://cerita-inspirasi.kampung-media.com)
Saring Sebelum Sharing (sumber: http://cerita-inspirasi.kampung-media.com)
Menurut Masyarakat Anti Hoax Indonesia, ada lima langkah yang bisa ditempuh untuk bisa mengantisipasi berita hoax. Yang pertama, berhati-hati dengan judul yang provokatif! Judul yang provokatif memang sangat menarik dan merangsang pembaca/pendengar untuk menyimak berita tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengecekan dari referensi sumber berita lain yang lebih kredibel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun