Mohon tunggu...
Niko Simamora
Niko Simamora Mohon Tunggu... Pengajar - Menulis

@nikomamora~\r\nnikosimamora.wordpress.com~\r\nniko_smora@live.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Harga Stabil dan Senyum Ujang

13 April 2018   23:49 Diperbarui: 14 April 2018   00:10 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ada ratusan orang yang tiap hari memenuhi ruangan itu. Tanpa sekat, baik pekerja setingkat operator hingga level pimpinan akan setia berkumpul di ruangan kantin milik pabrik sukucadang tersebut. Kebutuhan dasar manusia terpenuhkan di sana. Waktu bekerja sejenak dihentikan, saatnya mengisi perut, menambah tenaga.

Mereka yang bisa menikmati santapan di sana adalah orang-orang beruntung. Sepertiga frekuensi dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup terselesaikan di sana. Bebas mengambil makanan sesuai menu harian yang tersedia. Ada yang begitu antusias, sehingga meminta tambahan kepada petugas dapur. Ada juga yang makan secukupnya. Tidak terlihat beban, ketika bersenda gurau di sana.

Apa yang terjadi ketika pulang ke rumah? Ujang, salah seorang pekerja, mengatakan bahwa uang belanja sudah semakin tinggi. Oleh karenanya, ia harus menghemat ketika pulang ke rumah. Ia mengharapkan istrinya bisa mengatur menu makanan yang tetap seimbang di rumah.

Berbeda dengan di kawasan pabrik, di rumah mereka harus bisa mengatur belanja bulanan supaya tidak jebol. Apalagi menjelang bulan puasa, kenaikan harga tidak akan terelakkan. Lalu bagaimana?

Urusan kenaikan harga kebutuhan pokok tentu harus menjadi perhatian pemerintah. Apalagi menjelang bulan puasa, permintaan meningkat, sehingga terkadang suplai tidak bisa mengikuti, sehingga otomatis harga naik. Tentu secara sederhana, kita berharap pasokan suplai yang seimbang untuk bisa mengimbangi harga.

Apakah itu mudah? Ya di atas kertas, itu mudah. Namun fakta di lapangan berkata lain. Enggartiasto Lukita bercerita bahwa selama menjadi menteri perdagangan, ia kerapkali menghadapi dilema. Bila pasokan tidak cukup, keputusan impor bisa menjadi bumerang bagi pemerintahan. Bila dilakukan pengendalian harga oleh pemerintah dianggap bisa mengganggu iklim usaha.

Sebagai seorang pemimpin, beliau harus selalu melakukan yang terbaik dengan kewenangan besar yang dimiliki. Bahkan Mendag berkata dengan tegas bahwa ia tidak akan membiarkan rakyat lapar karena kekurangan suplai kebutuhan dasar. Oleh karenanya, bila kebutuhan dalam negeri meningkat sementara pasokan tidak mencukupi, keputusan untuk impor harus diambil dan rela dibully di media.

Tidak berhenti sampai di situ, ketika melakukan pengendalian harga, Mendag sering harus bertemu dengan pengusaha-pengusaha yang tidak menyetujui kebijakan pemerintah. Sebagai seorang yang lama berkecimpung di dunia usaha, Mendag bisa melakukan negosiasi dengan baik.

Ada hal yang menarik ketika dibukakan bahwa pengusaha selalu keberatan dengan pengaturan harga oleh pemerintah yang akan memberikan kerugian kepada mereka. Padahal kebanyakan pengusaha tersebut tetap akan mendapat keuntungan meski berkurang sedikit ketika menjual sesuai harga yang ditetapkan pemerintah. Hal ini tentu memerlukan ketegasan pemerintah untuk melakukan pengaturan.

Prioritas utama pemerintah menjelang bulan puasa adalah memastikan ketersediaan bahan-bahan kebutuhan pokok tersedia di pasar. Pilihan impor harus diambil ketika suplai dalam negeri tidak mencukupi, namun tetap diupayakan untuk pengelolaan suplai dalam negeri bekerjasama dengan kementrian terkait, contohnya Kementrian Pertanian.

Momentum bulan puasa pun seringkali dimanfaatkan oleh oknum pengusaha yang melakukan penimbunan sehingga menyebabkan barang langka di pasar. Dengan kelangkaan tersebut, maka efeknya adalah harga barang yang naik.

Mendag bisa bekerja sama dengan Kepolisian untuk melakukan tindakan-tindakan yang melakukan penimbunan. Kemendag dan kepolisian membentuk Satgas Pangan untuk bisa menindak penyimpangan-penyimpangan terhadap pasokan kebutuhan dasar, terutama menjelang bulan puasa sebentar lagi.

Selain memastikan bahwa pasokan dan penertiban di pasar, pengendalian harga kebutuhan pokok juga bisa dilakukan dengan melakukan kampanye terhadap gaya konsumsi masyarakat. Misalnya, ketika bulan puasa,masyarakat diajak untuk melakukan diversifikasi terhadap menu konsumsi rumah tangga.

Kebiasaan konsumsi selama bulan puasa kerapkali meningkat, sehingga masyarakat perlu disadarkan untuk tetap proporsional. Dengan begitu, permintaan bisa lebih stabil, pun harga ikut stabil.  

Dua bulan dari sekarang, kita akan melihat Ujang kembali bekerja setelah melewati bulan puasa penuh dan merayakan lebaran bersama keluarga di kampung halaman.

Setelah menikmati makan siang, ia kemudian bercerita bahwa uang yang ia sediakan untuk antisipasi kenaikan harga barang kebutuhan pokok ternyata cukup, bahkan kelebihannya ia bisa belikan baju baru untuk kedua anaknya. Ah, betapa kerja keras kementrian perdagangan bisa menjamin senyum masyarakat tetap merekah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun