Mohon tunggu...
Niko Simamora
Niko Simamora Mohon Tunggu... Pengajar - Menulis

@nikomamora~\r\nnikosimamora.wordpress.com~\r\nniko_smora@live.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Penyambung Lidah Desa

26 November 2014   18:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:47 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang pertama kali muncul dalam benak saya setelah mendengar paparan Bupati Malinau, Dr. Yansen TP, M.Si di Kompasiana Tokoh Bicara adalah sedih bercampur gundah. Sedih bercampur gundah yang saya rasakan tentu dalam artian yang positif. Mengapa? Karena apa yang selama ini menjadi kebutuhan masyarakat desa, telah mulai dapat dipenuhi satu persatu melalui model pembangunan GERDEMA yang dicanangkan oleh Bupati Malinau. Saya katakan mulai dapat dipenuhi, karena pelaksanaan dari program tersebut masih akan berjalan dan tentu diharapkan semakin memberikan hasil yang luas kepada masyarakat desa. Ibarat sebuah perjuangan, Bupati Malinau saat ini sedang menjadi penyambung lidah desa untuk mempublikasikan model pembangunan yang tepat bagi desa sehingga gerakan tersebut meluas menjadi sebuah kesadaran nasional.

Apa itu GERDEMA? GERDEMA adalah singkatan dari Gerakan Desa Membangun, sebuah model gerakan pembangunan dengan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada rakyat. Model pembangunan ini menempatkan sebuah prinsip bahwa subjek dari pembangunan adalah masyarakat desa, berbeda dengan pembangunan selama ini yang menempatkan masyarakat desa hanya menjadi objek pembangunan sehingga banyak program yang dilaksanakan tidak menyentuh kebutuhan masyarakat.

Saya teringat ketika berbincang dengan ayah saya tentang pembangunan di desa. Ayah saya adalah seorang pensiunan birokrat pemerintahan di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Di tengah perbincangan kami, beliau mengatakan bahwa selama ini program pembangunan terpusat (tersentralisasi) di kabupaten, dilaksanakan di desa, setelah itu akan terbengkalai. Hal seperti itu berulang kali terjadi tanpa pernah dievaluasi. Sebagai contoh, pembangunan gedung-gedung koperasi unit desa yang saat ini telah menjadi rumah hantu alias tidak berfungsi. Kebanyakan KUD yang dibangun adalah inisiatif dari pemerintah di kabupaten tanpa melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat tidak merasa memiliki dan juga sungkan untuk memanfaatkan fasilitas yang ada, seperti ruang kantor, tempat penjemuran padi, dan lainnya. Padahal gedung itu diniatkan untuk menjadi tempat warga marsiruppa (gotong royong) untuk saling membantu dalam kebutuhan masing-masing.

Jelas sekali bahwa pembangunan yang dilakukan di desa hanya merupakan sebuah proyek rutin tanpa ada kelanjutan. Konsep GERDEMA menjadi jawaban atas permasalahan itu. Yansen TP, seorang birokrat yang telah berpengalaman di pemerintahan Malinau, setelah memperoleh kepercayaan dari masyarakat Malinau menjadi bupati tanpa ragu-ragu menerapkan visi dan misinya yang selama ini sudah dipikirkan. Harmonisasi antara pengalaman dan pengharapan membawa beliau untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membangun daerah.

Seluruh hasil pemikiran tersebut beliau tulis dalam sebuah buku yang telah dijual bebas di pasaran dengan judul “Revolusi Dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat”. Penulisan buku beliau diawali dari kerja keras beliau untuk menyelesaikan studi doktornya sambil menerapkan idenya tersebut dalam masa jabatannya sebagai seorang bupati. Tidak banyak bupati yang memiliki pemikiran dan semangat seperti beliau. Ini semua merupakan kegelisahan seorang pemimpin daerah yang sangat ingin berbuat untuk kesejahteraan masyarakatnya.

Di dalam buku tersebut, kita akan merasakan dahaga yang terpuaskan ketika melihat perubahan bahwa masyarakat saat ini telah menjadi pelaku pembangunan. Bagaimana hal itu bisa diwujudkan? Pertama sekali diawali dengan sebuah kritik beliau terhadap pemerintahan sejak kemerdekaan. Apa yang dilakukan, menurut Yansen TP, hanya menjalankan dan menghidupkan birokrasi pemerintahan saja. Strategi yang dilakukan ketika melakukan pembangunan sama saja. Atas dasar itu, beliau berpikir untuk mengubah konsep pembangunan dengan pendekataan dari bawah (bottom up approach) di mana pemerintah lebih banyak sebagai fasilitator dan dinamisator yang menyalurkan aspirasi dari masyarakat desa. Dengan seperti itu, masyarakat desa yang akan merumuskan apa yang menjadi kebutuhan mereka, lalu kemudian disampaikan kepada pemerintah kabupaten. Di kabupaten, bupati kembali menjadi penyambung lidah desa dengan mempercayakan usul masyarakat desa untuk tetap dilaksanakan dan memberi arahan kepada satuan kerja perangkat daerah(SKPD) untuk sepenuhnya mendukung pelaksanaan usulan tersebut.

Dalam mengimplementasikan konsep GERDEMA, beliau pun melakukan pendekatan manajemen strategi supaya dapat mengukur tingkat keberhasilan program-program yang akan dijalankan. Pertama-tama beliau merumuskan visi daerah yaitu, Terwujudnya Kabupaten Malinau yang Aman, Nyaman, dan Damai melalui Gerakan Desa Membangun. Lalu visi tersebut akan diimplementasikan dalam sepuluh misi yang mencakup pengembangan wilayah terisolasi, pendidikan, energi, tata ruang, pertanian, lingkungan, pemerintahan desa, barang dan jasa, kinerja PNS, dan pembangunan tanpa korupsi. Seluruh misi tersebut disinergikan dengan semua peraturan/perundangan yang berlaku. Hal yang patut disyukuri bahwa pemerintah pusat juga sudah mengeluarkan peraturan yang mendukung untuk terlaksananya otonomi pembangunan di desa. Dengan seperti itu, Bupati Malinau merasa sangat terbantu dan semakin bersemangat untuk mewujudkan Gerakan Desa Membangun.

Apa yang menarik dari hasil implementasi GERDEMA? Bupati Malinau pun memaparkan bahwa dengan menerapkan tiga esensi GERDEMA- Gerakan dari rakyat, gerakan yang dilakukan rakyat, dan gerakan yang menghasilkan manfaat untuk rakyat desa- telah turut memberikan perubahan-perubahan yang signifikan di Pemerintahan Malinau sendiri. Hasilnya terlihat dari penilaian BPK yang memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap pengelolaan keuangan daerah, efektivitas dan efisiensi penggunaan APBD meningkat melalui kerjasama tiap dinas-dinas yang harus bahu-membahu memberikan hasil nyata tanpa memiliki rasa ego sektoral, dan yang paling membanggakan bahwa konsep GERDEMA menerima penghargaan Innovative Government Award 2013 dari Kementerian Dalam Negeri.

Konsep GERDEMA merupakan konsep yang sudah berjalan dan akan sedang berjalan selama kepemimpinan Dr. Yansen TP. Namun, tentu hal itu diharapkan dapat menjadi sebuah warisan yang baik untuk pemerintahan berikutnya. Kepemimpinan yang ditunjukkan oleh seorang Yansen memang merupakan teladan yang bisa ditiru oleh kepala daerah lainnya.  Nilai kecerdasan spiritual menjadi fondasi utama beliau dalam memimpin dan mengarahkan bawahannya serta masyarakat. Di samping itu, kecerdasan emosional yang beliau miliki menjadi modal penting untuk membangun komunikasi yang baik dengan setiap orang. Selain itu, nilai kecerdasan intelektual merupakan sebuah nilai plus yang beliau manfaatkan demi kepentingan banyak orang. Bahkan beliau juga menerapkan nilai kecerdasan ekonomi untuk bisa mengelola potensi ekonomi di Malinau. Dan yang sangat penting menurut beliau adalah nilai kecerdasan nasionalis kebangsaan yang harus menjadi jati diri setiap anak bangsa terutama pemimpin yang mengemban amanat rakyat.

Tidak perlu diragukan lagi bahwa gerakan desa membangun telah membawa kesejahteraan masyarakat dan partisipasi dalam pembangunan meningkat. Ketika masyarakat diberikan kepercayaan yang penuh untuk turut serta dalam pembangunan di situlah muncul rasa tanggung jawab untuk turut menyukseskan setiap program kepala daerah. Gerakan revolusi dari desa yang disampaikan oleh penyambung lidah desa tentu sangat diharapkan bisa diterapkan lebih luas lagi untuk skala nasional dan menjadi salah satu strategi untuk mewujudkan Nawa Cita di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Judul buku: Revolusi dari Desa (Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat)

Penulis: Dr. Yansen TP, M.Si

Editor: Dodi Mawardi

Penerbit: PT Elex Media Komputindo, Jakarta

Tebal: xxviii + 194 halaman

Tahun Terbit: 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun