Setiap orang-orang Maluku di Belanda memperingati berdirinya Negara Republik Maluku (RMS), yakni tanggal 25 April. Orang Maluku ini dahulunya adalah mantan tentara kolonial Belanda atau KNIL Â (Koninklijk Nederlands Indische Leger) beserta keluarga mereka yang terpaksa dipindahkan oleh pemerintah Belanda setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia.
Latar Belakang Sejarah
Kembali pada akhir abad-19 pada tahun 1863 di mana sejak harga rempah-rempah jatuh di bawah harga pasar dunia, perekonomian di Kepulauan Maluku sebagai daerah penghasil rempah juga mengalami dampak kemunduran. Dampak krisis tersebut menjadi titik awal Maluku yang sebelumnya adalah daerah pemasok rempah menjadi daerah dengan pemasok tentara kolonial Hindia Belanda. Sebenarnya pemerintah kolonial Belanda sudah berusaha mempromosikan pekerjaan sebagai tentara KNIL di Jawa, namun pihak Belanda mengalami krisis kepercayaan terdahap pihak Jawa. Diputuskanlah untuk mencari tentara kolonial di luar pulau Jawa, salah satunya Kepulauan Maluku.
Singkat cerita ke periode massa Kemerdekaan Indonesia. Dari pengakuan kedaulatan Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada 27 Desember 1949, membuat persoalan bagi tentara Ambon KNIL. Mereka dihadapkan dengan 2 pilihan sulit, yaitu bergabung dengan tentara Indonesia atau dipulangkan ke kampung asalnya. Namun sebelum persoalan mereka selesai terjadi permasalahan pada 25 April 1950 tentara KNIL di Ambon memproklamasikan negara Republik Maluku Selatan. Akibat dari persoalan tersebut Presiden pertama RI Soekarno menolak untuk memulangkan  tentara Ambon KNIL yang masih terdampar di Pulau Jawa yang berjumlah 5000-an. Pemerintah Indonesia khawatir jika orang-orang Ambon KNIL akan bergabung  untuk memperkuat pemerintahan negara RMS bila mereka dipulangkan ke Ambon. Namun pihak lain, yakni orang-orang Ambon KNIL yang masih tertahan di Pulau Jawa bersikeras untuk pulang ke asal mereka di Maluku sesuai dengan kontrak perjanjian kerja yang ditandatangani oleh pemerintah Belanda yang menjamin kepulangan mereka setelah berakhirnya masa kerja di KMB Belanda.
Pemerintah Belanda harus dihadapkan mengikuti isi perjanjian KMB untuk membubarkan tentara KNIL pada 26 Juli 1950. Setelah pembubaran tentara KNIL, pemerintah Belanda memberikan status sementara bagi para mantan tentara KNIL yang khususnya orang Ambon untuk tinggal di Belanda. Hal tersebut membuat Pemerintah Indonesia menilai keputusan tersebut sebagai langkah yang tepat. Akhirnya sekitar 12.500 orang Ambon berangkat ke Belanda pada bulan Maret hingga April 1951.
Identitas Maluku Di Belanda
Mengenai identitas kebanyakan mengutamakan tempat asal sebagai sumber perbedaan budaya dan resisten terhadap homogenitas Barat. Â Migrasi merupakan aspek utama yang bagi orang-orang Maluku di Belanda dalam merekonstruksi identitasnya. Pada awalnya bagi para generasi pertama dan generasi kedua yang mengalami migrasi, keputusan yang diambil pemerintah kolonial Belanda untuk membawa para mantan KNIL dan keluarganya merupakan keputusan terbaik dan sangat prestise. Namun, bayangan indah mereka hidup di negeri Barat hancur ketika para tentara KNIL tiba di Belanda. Pemerintah Belanda menyambut mereka dengan upacara yang menyatakan tentara KNIL diberhentikan dari pekerjaannya dan selesai tugasnya. Padahal, identitas sebagai tentara KNIL itulah suatu kebanggaan bagi mereka. Pemberhentian tersebut adalah titik awal kebencian mereka terhadap pemerintah kolonial Belanda yang tidak tahu balas budi. Akibatnya, mereka hidup di negeri Belanda menjadi tidak jelas. Secara tidak langsung jiwa mereka berkobar tinggi atau lahirnya rasa untuk kembali ke kampung halaman yang dimediasikan melalui RMS. Mereka membajak kereta api dari Groningen menuju Amsterdam, menduduki konsulat Indonesia di Amsterdam, dan terakhir menduduki gedung pemerintahan di dekat Assen.
Pandangan orang mengenai siapa yang disebut "orang Maluku asli" saat ini tidak lagi penting dan tidak dipersoalkan, mengingat anak-anak muda Maluku Belanda lebih mengedepankan dan berpikiran cerdas aktif dalam mendekonstruksi kembali apa arti menjadi Maluku. Di mana orang Maluku Belanda sudah banyak yang lahir dari bapak atau ibu Belanda dan oleh karena itu kemampuan berbicara Melayu mereka semakin tertinggal dan hanya meninggalkan nama keluarga Maluku. Kondisi seperti ini yang dikemukakan oleh Bartels sebagai "Maluku Putih".
Walaupun ciri Maluku mereka telah berubah, tetapi orang Maluku Belanda tidak lupa atau membuang semua identitas nenek moyang mereka. Hampir seluruh sumber menyatakan bahwa sejarah migrasi mereka atau orang tua mereka ataupun nenek moyang mereka merupakan elemen penting dalam pembentukan mereka sebagai orang Maluku Belanda. Orang-orang Maluku di Belanda juga mengadopsi nilai-nilai orang Belanda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H