Persaudaraan Setia Hati Terate dan Setia Hati Tunas Muda Winongo atau masyarakat madiun dan umum mengenal dengan nama SH Terate dan SH Winongo. Pada dasarnya kedua perguruan tersebut adalah satu guru Beliau adalah Ki Ngabehi Suro Diwiryo, pada tahun 1903 mendirikan Organisasi pencak silat "Setia Hati" dengan sebutan Djoyo Gendhilo. Organisasi didirikan untuk mendidik rakyat yang pada waktu itu belum bersekolah selain itu bertujuan untuk menentang penjajahan Belanda.Â
Pertentangan ideologi memulai memuncak ketika pendiri SH meninggal yang mana konflik tersebut di motori oleh dua murid kesayangan Ki Ngabehi Suro Diwiryo yang mengakibatkan pecahnya SH dan terbagi dalam 2 wilayah teritorial yaitu SH Winongo yang tetap berpusat di Desa Winongo dan SH Terate di Desa Pilangbangau Madiun.
Konflik kedua murid merambat sampai akar rumput sampai sekarang yang di penuhi rasa kebencian dan rasa curiga satu sama lain. Belum lagi konflik di perparah kepentingan politik dan perebutan basis ekonomi. Basis pendukung antar kedua perguruan di bedakan oleh perbedaan kelas juga.Â
SH Winongo berkembang dalam alan perkotaan dan basis pendukungnya adalah para bangsawan atau priayi sedangkan SH Teratai berkembang di wilayah pedesaan dan pinggiran kota. Perpecahan kedua perguruan tadi juga terletak dalam strategi pengembangan ideologi yang satu bersifat eksklusif sedangkan Hardjo Utomo ingin membangun SH yang lebih bisa diterima masyarakat bawah guna melestarikan perguruan.
Melihat dari latar belakang tersebut, konflik yang terjadi adalah konflik identitas yang mana kedua perguruan tersebut saling mengklaim kebenaran pembawa nilai ideologi SH yang orisinil dan menganggap dirinya yang paling baik dan benar.Â
Klaim kebenaran terus menerus di reproduksi sehingga membentuk praktik - praktik diskursif yang saling menyalahkan satu sama lain.
Hal ini berlangsung hingga di sekarang, konflik keduanya hingga sekarang masih sering terjadi setiap tahun, tepatnya di malam suro yang menjadi hari sakral bagi kedua perguruan silat itu.Â
Adanya provokator atau sebagai pemimpin sebuah permasalahan yang harus di hindari dan di tambah dengan berkembangnya media sosial yang membuat konflik tersebut kian terhasut dengan informasi-informasi yang tidak benar atau "Hoax" dan harus benar-benar mencerna informasi dengan baik.Â
Baca juga: Melestarikan seni bela diri Pencak Silat, melalui Sanggar Betawi Si Kembar
Pada tahun ini baru terjadi konflik kecil pada bulan September, hal ini semestinya tidak perlu terjadi dan tidak terulang kembali. Untuk itu menghindari adanya konflik ideologis yang berkepanjangan, perlu di lakukan tindakan yang tegas oleh aparat kepolisian. Pemerintah daerah setempat juga harus menciptakan penyuluhan dan terlepas dari berbagai tekanan sosial ekonomi yang selalu menghantui.Â
Selain itu, pemerintah daerah juga harus mempunyai program pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Menjaga tali silaturahmi antar kedua perguruan dengan baik, agar tidak terjadi isu atau konflik kecil dan menjalin hubungan baik mulai dari pimpinan paling atas sampai ke paling dasar untuk selalu dibina dan dijaga.Â
Dengan silaturahmi mengurangi rasa kebencian, iri, dan lain-lain yang dapat merusak kedua perguruan itu dimasa depan. Karna Madiun menjadi pusat perguruan silat terbaik di Indonesia dan menjaga image Kota/Kab. Madiun di semua kalangan. Dengan saling menghargai dan menjaga keutuhan bersama akan lebih baik dan sempurna untuk kedepannya.
Sumber :
http://himallnews.com/2018/03/04/sejarah-pecahnya-setia-hati-sh-panti-psht-dan-pshw-dan-sh-lainnya/
Karya dari : Niko satyo Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H