Cerita ini terjadi di Tahun 2013 silam. Saat aku genap masa jabatan sebagai seorang Kepala Desa di salah satu desa di Kabupaten Flores Timur, NTT. Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku maka sebagai seorang PNS wajib hukumnya mendapat ijin dari Bupati Kepala Daerah, sebagai pejabat tertinggi pembina kepegawaian di tingkat kabupaten hal mana diberikan saat aku dicalonkan pertama kali di tahun 2007 silam. Saaat itu aku dicalonkan, diijinkan dan terpilih.
Kembali ke tahun 2013 saat proses pemilihan kepala desa kembali aku dicalonkan lagi oleh sebagian besar masyarakat desa. Dengan penuh percaya diri akupun melayangkan surat permohonan ijin kepada Bupati. Tunggu punya tunggu jawaban bupati lewat sekretaris daerah mencengangkan. Begini jawabannya: disampaikan bahwa permohonan saudara tidak dapat dipertimbangkan.
Tidak dapat dipertimbangkan. Tidak dapat dipertimbangkan. Lihat frase ini. Bukan tidak dikabulkan
Tetapi..."tidak dapat pertimbangkan." Dalam pengertian saya frase tidak dapat dipertimbangkan dapat dianalogikan seorang petani yang akan menjual hasil panennya kepada seorang pedagang tapi kata pedagang itu berkata saya tidak bisa menimbang hasil panenmu karena alat timbang saya berukuran kecil. Lucu ya? Apa beratnya mengatakan ya pada permohonan saya tersebut? Bagi saya dan masyarakat yang mencalonkan saya hal oni ringan sekali
Ijin itu bagi kami masyarakat desa cuma seringan kapas. Tapi tidak demikian untuk seorang bupati. Barangkali menurut pa bupati ijin itu seberat batu sandungan.
Belakangan saya mendengar selentingan yang beredar bahwa ijin pa bupati dalam frase tidak dapat dipertimbangkan terjadi karena salah saya sendiri. Mengapa engkau dulu tidak mendukung pa bupati terpilih ini tapi mendukung lawan politiknya? Juga mungkin bisikan tim sukses yang mengatakan "dia bukan kita tapi mereka." Sampai saat ini saya tidak percaya selentingan itu. Yang benar dan nyata bahwa saya tidak jadi kepala desa tapi memberikan saya sk kembali ke kantor camat, mengabdi sebagai aparatur negara yang baik. Terima kasih pa bupati. Jangan percaya pada selentingan yang beredar bak jamur di musim hujan ini
Salam pengabdian... Tuhan kasihanilah kami...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H