Kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi yang begitu pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Ditambah lagi  masuknya budaya baru menyebabkan berkembangnya gaya hidup baru menjadi gaya hidup yang ditiru di tengah masyarakat, khususnya generasi muda.
Nilai baru yang devisiasinya muncul dalam berbagai gaya hidup baru sehingga munculnya "Penyewengan terhadap budaya kebangsaan berupa hilangnya nilai kesederhanaan, cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya, tanggungjawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan persatuan.
Merosotnya etos perjuangan, merebaknya budaya instan, bahkan menjadikan hedonisme sebagai budaya baru di tengah masyarakat.
Kokoh dan rapuhnya ketangguhan budaya suatu bangsa tergantung pada kesadaran warga bangsanya terhadap karakter kebangsaannya sebagai pedoman jati dirinya.
Kesadaran masyarakat yang rendah terhadap budaya kebangsaan, memperkokoh masuknya budaya asing dan merasuki kehidupan bermasyarakat sebagai budaya baru. Apalagi didukung oleh manusia Indonesia yang sangat fleksibel, adaptif dan dinamis.
Karakter masyarakat Bangsa ini mudah menyesuaikan diri dengan budaya baru dan menyatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga apapun nilai, kepercayaan dan keyakinan yang masuk ke nusantara selalu melebur dalam khas dan karakter nusantara. Namun, karakter ini akan menjadi boomerang apabila masyarakat tidak memiliki karakter kebangsaan yang kuat dalam menghadapi pembaharuan dan perubahan.
Realitas zaman ini ditandai dengan memudarnya kerifan bangsa seiring dengan perubahan zaman dan munculnya pergeseran nilai di tengah masyarakat.
Ketidakmampuan masyarakat dalam melestarikan kearifan tersebut sejalan dengan serbuan nilai baru yang mengimpit masyarakat melalui berbagai isntrumen dan media. Sajian nilai baru yang massif telah menggerus nilai dan pengatuan kearifan lokal hingga karakter berbangsa pun menjadi berubah. Sikap individualis, apatis, asosial, intoleran, dan praktek kekerasan menjadi nilai baru sebagai cara pandang melihat realitas sosial di sekitarnya.
Masyarakat Indonesia dengan budi daya tinggi dan sangat menghargai keragaman, sopan, santun, ramah, rendah hati, gotong royong dikejutkan dengan hadirnya wajah baru masyarakat yang senang menghibur dengan fitnah, hasutan, cemoohan dan gampang mencaci maki dan tidak merasa bersalah apabilah melakukan kesalahan. Budaya rendah hati dan minta maaf serta bersyukur menjadi barang langkah.
Apa yang dipaparkan tersebut di atas bukan hal spele yang mudah diremehkan tetapi ini masalah fundamental atau masalah mendasar kebangsaan yang harus ditangani secara mendasar sampai ke akar-akarnya.
Masalah batin dan watak  manusia yang menjadi cirikhas kebangsaan menjadi tanggungjawab bersama seluruh warga bangsa. Masalah perilaku merupakan masalah batin dan watak manusia yang melihat bahwa kesuksesan dicapai secara instan, tanpa perjuangan berdarah-darah. Hal ini menurut penulis, tantangan yang paling besar menuju kesuksesan warga bangsa, kesuksesan bangsa Indonesia. Tidak ada cara pintas mengatasi masalah batin dan watak manusia Indonesia seperti ini.
Menurut hemat penulis, mengatasi watak, sikap, dan tingkahlaku manusia ini mesti dimulai dari mengerti dan tahu persis apa yang menjadi latar belakang timbulnya masalah batin dan watak tersebut sehingga mengatasi problematika kebangsaan ini didasarkan pada sumber masalah.
Memecahkan masalah watak kebangsaan supaya masyarakat terutama generasi emas bangsa lebih dewasa dalam bersikap, berperilaku, mampu memilah memilih nilai setiap nilai yang masuk dari luar bisa membedakan mana yang sesuai dengan karakter kebangsaan Indonesia dan nilai mana yang belum sesuai karakter kebangsaan.
Warga bangsa bisa menjadi filter kehidupan berbangsa di tengah realitas zaman. Kalau generasi tua mampu dan mau nilai-nilai kebangsaan kepada generasi berikutnya.
Sehingga generasi emas bangsa mewariskan peradaban nilai-nilai kebangsaan kepada generasi selanjut. Dengan demikian maka benarlah pepatah lama yang mengatakan bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Kalau hal tersebut di atas dilakukan secara konstan dari generasi ke generasi dengan kesadaran kritis masyarakat bangsa menyikapi nilai-nilai asing yang masuk sebagai konsekwensi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bukan tidak mungkin warga bangsa memiliki prinsip moral kebangsaan yang kokoh, kuat menjadi karakter Keindonsesiaan di tengah arus kemajuan. Mampu mengembangkan potensi dan sumber daya kebangsaan yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam menyaring nilai-nilai asing yang masuk dan mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik atau positif sesuai dengan cara pandang kebangsaan yang menyatu dalam peribadi masyarakat bangsa. Hal tersebut menjadi landasan kemajuan warga bangsa, kemajuan Indonesia. Sehingga pantas menyandang saya Indonesia, saya pancasila.
Mewujudkan mimpi kebangsaan Indonesia ini harus melibatkan berbagai komponen yang berkepentingan. Sekurang-kurang tiga komponen kunci sebagai  faktor penentu berhasil atau tidaknya prinsip moral kebangsaan diinternalisasikan dan menjadi gaya hidup dari generasi ke generasi bangsa karena diproses mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat  memberi contoh dan teladan hidup menghayati nilai-nilai kebangsaan seperti nilai kesederhanaan, cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya, tanggungjawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan persatuan.
Peran generasi tua dalam mewariskan peradaban bangsa kepada generasi berikutnya tidak semuda membalikan telapak tangan. Karena hal tersebut membutuhkan perjuangan, membutuhkan keikhlasan, membutuhkan kedisiplinan dan konsistensi. Hal tersebut dimulai dari lingkungan keluarga yang menjadi kelompok inti dan sangat sentral dalam mewariskan nilai-nilai kebangsaan.
Di dalam komunitas keluarga membangun sikap kesederhanaan, cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya, tanggungjawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan persatuan, saling memahami antaranggota keluarga, biasa saling membantu dalam suka dan duka sampai ke hal-hal yang bersifat peribadi.
Warisan peradaban nilai kebangsaan dalam keluarga dari generasi tua kepada generasi muda sehingga kehidupan menjadi lebih aman, damai dan sejahtera sampai pada lingkungan yang lebih luas. Pewarisan nilai-nilai kebangsaan ini dengan cara memberi contoh dari seorang seorang ibu dan bapak.
Nilai-nilai tersebut di atas ditunjukkan lewat sikap dan tindakan disamping nasihat yang harus disampaikan secara mendalam dan benar oleh semua pihak yang berkepentingan seperti para orang tua, para guru, para tokoh masyarakat, para politisi bahkan sampai pada semua sektor kehidupan mulai dari pemerintah mulai dari tingkat bawah sampai pada tingkat atas, para pelaku usaha baik usaha kecil maupun usaha besar.Â
Walaupun sebenarnya pemerintah kita sudah berbenah diri dan peka serta tanggap akan pentingnya nilai kebangsaan diwariskan kepada generasi emas bangsa dalam berbagai sektor kehidupan.
Watak peradapaban bangsa akan bertahan kalau warga masyarakat menyatu dengan peradaban tersebut dan memiliki kesadaran yang tinggi serta merasa bangga dengan nilai-nilai kebangsaan tersebut bukan karena bangga menghafal menjadi museum dalam pikiran tetapi lebih dari itu bangga mempraktekan dalam hidupan sehari-hari, menjadi bagian dari rutinitas kehidupan. Membangun watak keperibadian bangsa yang menyatu dengan warga bangsa sangatlah penting sebagai landasan menata kehidupan menuju kesuksesan.
Menginternalisasikan watak kebangsaan  akan efektif kalau mulai dari keluarga, sekolah dan masyarakat.  Sehingga terbentuk komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk mengembangkan karakter secara konsisten yang diusung bersama-sama.
Hal ini tentu melalui proses yang panjang dan perlu pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif dalam membangun dan mengembangkan watak manusia tersebut. Dengan pendekatan tersebut akan tertanam dalam diri generasi emas bangsa watak keperibadian bangsa secara perlahan-lahan tapi pasti.
Generasi emas bangsa akan menhayati nilai-nilai kebangsaan seperti jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, dan rendah hati, disiplin, pantang menyerah, tenggangrasa, toleransi. Tetapi semua hal tersebut tidak terjadi dengan sendirinya tetapi melalui keteladanan generasi tua yang dengan disiplin dan keikhlasan mewariskan nilai-nilai tersebut kepada generasi berikutnya. Â Â
Oleh sebab itu, menjadi orang tua, menjadi pemimpin, menjadi tokoh masyarakat dalam bidang apapun sejatinya menjadi beban dan bukan kebanggaan yang diagung-agungkan tanggungjawab moralnya sangat tinggi. Tanggungjawab moral yang tinggi karena harus menjadi panutan penghayatan nilai-nilai kebangsaan dalam tutur kata, sikap dan tindakan, bukan minta dilayani tetapi melayani untuk diwariskan kepada generasi-generasi bangsa berikutnya nilai-nilai seperti jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, dan rendah hati, disiplin, pantang menyerah, tenggangrasa, toleransi.
Nilai-nilai kebangsaan tersebut merupakan jalan yang lapang menuju kesuksesan. Karena, pada hakekatnya setiap orang berhak untuk sukses. Setiap orang berhak untuk mendapatkan apa yang menjadi cita-cita dan impiannya. Tinggal bagaimana tingkat perjuangan, pengorbanan, serta kesungguhan dan kesabaran seseorang dalam mencapai cita-cita serta impiannya tersebut.
Dengan menghayati nilai-nilai kebangsaan sebagaimana dalam paparan tersebut di atas, generasi emas bangsa semakin sadar bahwa  belum ada kesuksesan dalam sejarah warga bangsa yang didapat secara instan. Hanya perjuangan, kesabaran, jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, dan rendah hati, disiplin, pantang menyerah, tenggangrasa, dan toleransi adalah sebuah proses pendakian menuju puncak kesuksesan, ketenangan, kebahagiaan, dan kedamaian. Ketika hidup berjalan sesuai ritme nilai-nilai kebangsaan dan menjadi filter kehidupan berbangsa yang mampu menyaring nilai-nilai baru dan bisa membedaka-bedakan mana yang pantas dan tidak pantas, maka ketenangan dan kedamaian yang akan kita dapatkan serta kesuksesan hidup akan datang pada waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
Ayatrohaedi (penyunting). 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Lokal Genius).
Bandung: Pustaka Jaya.
Cogan, John J, 1997. Multidimensional Citizenship: Educational Policy for the 21st
Century. An Axecutive Summary of the Citizenship Educational Policy Study
Project., Tokyo, Japan: Sasakawa Peace Foundation.
Hamid Hasan, S, dkk. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum.
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 16
Koesoema, Doni. 2011. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta: PT Grasindo.
Tilaar, H.A.R.. (2000). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia.
Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Usman, Uzer. Moh. (2000). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H