Mohon tunggu...
Nikolas Mauladitiantoro
Nikolas Mauladitiantoro Mohon Tunggu... Lainnya - hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan

Seorang introvert pecinta kuliner dan terkadang mengamati permasalahan yang ada di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sederet Peraturan yang Dilanggar Pejabat Negara dalam Bisnis Tes PCR

24 November 2021   14:29 Diperbarui: 24 November 2021   14:37 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik sedang membuntuti pejabat negara. Indikasi serta derasnya pemberitaan bertubi-tubi mengarah kepada para pembantu Presiden tersebut. Hingga akhirnya, keterlibatan mereka terbongkar publik.

Kini publik bertanya, apakah Presiden mengetahui hal tersebut? Apakah Presiden mendengar suara rakyat yang mencecar habis-habisan para menterinya? Atau jangan-jangan, Presiden sedang mempelajari alur rangkaian gurita bisnis PCR yang mencekik rakyat selama pandemi Covid-19? 

Apapun pertanyaan yang terlontar, jawabannya 'toh masih sama. Belum menemui titik terang! Dari sejak terkuaknya kasus tersebut di awal bulan November hingga kini, Presiden Jokowi belum mengeluarkan sikap untuk menindak tegas para menterinya sesuai hukum yang berlaku.

Kendati demikian, publik pun tak hanya tinggal diam menunggu keputusan presiden. Sejumlah ormas dan tokoh politik sudah bergerak melaporkan menteri-menteri yang terlibat dalam dugaan korupsi di bisnis tes  PCR ke aparat penegak hukum seperti KPK, BPK hingga DPR.

Memangnya menteri-menteri yang terlibat dalam bisnis PCR ini bisa dilaporkan ke penegak hukum dan ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku? Itu yang pertama. Kedua, apakah para penegak hukum akan bertindak secara profesional? Atau, bisa saja sudah ada "skenario" yang telah dijalankan? Suara-suara di ruang publik pun deras dengan ragam pertanyaan terkait. Benarkah menurutmu?

Sebagaimana halnya dengan suara yang keluar dari seorang Asfinawati, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tersebut bersuara karena berdasarkan ungkapan Jodi Mahardi, Jubir Kemenko Marves yang dibawahi oleh Menko Luhut Binsar Pandjaitan. Secara gamblang, Asfinawati mengindikasikan ada keterlibatan bosnya dalam PT GSI meski memiliki saham hanya 10 persen.

Asfinawati mengatakan bahwa bosnya itu menerima manfaat lebih kecil dan poin yang ditekankan adalah ketidakjujurannya meskipun sahamnya hanya 10 persen saja. 

Asfinawati lebih lanjut mengatakan bahwa Luhut dan juga menteri lainnya yang terlibat bisa dikenakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Menurut Asfinawati, nepotisme itu tidak harus dengan bukti korupsi. Keterlibatan Luhut yang mempunyai saham 10 persen di perusahaan bisa jadi bukti.

Selain itu dirinya juga mengingatkan Perpres Beneficial Ownership atau Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2018. Peraturan ini menjelaskan tentang Penerapan Prinsip Mengenali Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Pada peraturan tersebut mengatur pemilik manfaat baik orang perorangan untuk memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina atau pengawas pada korporasi dan memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi sehingga berhak dan atau menerima manfaat dari korporasi secara langsung atau tidak langsung serta menyoal kepemilikan saham lebih dari 25 persen hak suara lebih dari 25 persen, menerima keuntungan lebih dari 25 persen laba per tahun 

Meski persentase saham Luhut di GSI terbilang kecil, Asfinawati mengatakan Menko Luhut bisa disangkakan melanggar Perpres Beneficial Ownership.

Dengan sudah dijabarkan peraturan-peraturan apa saja yang diduga telah dilanggar oleh pejabat-pejabat yang berbisnis tes PCR termasuk Menko luhut, apakah masyarakat akan segera menemukan keadilannya? 

Kini para aparat penegak hukum segera bergerak menyelidiki kasus ini dan mengumpulkan bukti-bukti. Terima kasih kepada keputusan terbaru Mahkamah Konstitusi untuk UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Perppu Covid-19 yang menyatakan bahwa jika ada pejabat negara yang terbukti menyelewengkan dana penyelenggaraan Covid-19 maka bisa digugat secara hukum dan diperiksa sejumlah aparat dari BPK hingga POLRI.

Kita tunggu saja kabar baiknya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun