Mohon tunggu...
Nikolas Mauladitiantoro
Nikolas Mauladitiantoro Mohon Tunggu... Lainnya - hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan

Seorang introvert pecinta kuliner dan terkadang mengamati permasalahan yang ada di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPK akan Tindaklanjuti Laporan PRIMA Soal Kasus Bisnis PCR Luhut

12 November 2021   17:53 Diperbarui: 13 November 2021   09:42 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laporan PRIMA (Partai Rakyat Adil Makmur) ke KPK terkait dugaan 2 pejabat negara yang melakukan bisnis tes usap RT-PCR ke KPK pada Kamis (4/11) telah mendapatkan kabar lanjutan.

Kini KPK secara resmi menyatakan bahwa mereka akan menindaklanjuti kasus dugaan korupsi tersebut. Lebih lanjut, Firli Bahuri selaku ketua KPK mengatakan jika benar ada tindak korupsi, pihaknya akan mengikuti prosedur hukum dengan mengumpulkan bukti-bukti, selain berdasarkan kliping-kliping berita media massa yang sudah dikumpulkan oleh PRIMA dan diserahkan dalam laporannya.

Sebelumnya, ketika kasus dugaan dua menteri berbisnis pcr ini awal terkuak, ketua KPK Firli Bahuri menjanjikan KPK akan mendengar suara rakyat yang hanya menginginkan satu hal, yaitu negara indonesia bebas dari praktik-praktik korupsi.

Alasan PRIMA melayangkan laporan dan mendesak KPK untuk menindak tegas Menko Luhut Binsar  Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir adalah berdasarkan naik untungnya harga tes PCR sehingga memunculkan prasangka terjadinya tindak korupsi. Tidak adanya standarisasi harga tes PCR dari awal pandemi dan tiba-tiba saja bisa diselenggarakan hanya dengan Rp300 ribuan mengindikasi adanya ketidaktransparan harga tes PCR.

Terlebih adanya laporan investigatif Tempo dan pemberitaan media lainnya soal hubungan anak perusahaan Luhut dan Erick yang terhubung dengan PT GSI yang mengelola lab bisnis tes PCR. 

Tidak adanya transparansi membuat sebagian kalangan menduga adanya pola korupsi berbentuk trading in influence. Berbeda dengan suap, trading in influence atau perdagangan pengaruh adalah ketika pejabat publik, baik untuk kepentingan dirinya atau orang lain, menyalahgunakan pengaruhnya karena adanya janji, tawaran atau pemberian manfaat yang tidak semestinya baik secra langsung atau tidak langsung dari lembaga pemerintah atau lembaga publik pihak negara.

Sebuah pola yang menyajikan tindak pidana korupsi dan terangkum di dalam Pasal 3 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 perihal Tindak Pidana Korupsi. 

Di dalam UU Tipikor tersebut, secara gamblang dinyatakan, bahwa setiap orang yang bertujuan memperkaya maupun menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, sarana atau kesempatan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta.

Meski akhirnya Menko Luhut sudah klarifikasi lewat akun Instagram pribadinya pada Kamis (4/11) bahwa dirinya tak ambil untung di bisnis tes usap RT-PCR di PT GSI dan hanya berniat untuk membantu Indonesia dalam pengadaan alat tes Covid-19 yang dulunya susah di awal pandemi, namun tetap banyak pihak yang menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam klarifikasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun