Mohon tunggu...
Nikolas Mauladitiantoro
Nikolas Mauladitiantoro Mohon Tunggu... Lainnya - hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan

Seorang introvert pecinta kuliner dan terkadang mengamati permasalahan yang ada di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengapa Kebijakan Tes PCR Selalu Berubah-ubah?

4 November 2021   17:21 Diperbarui: 4 November 2021   17:27 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tes usap RT-PCR. Sumber foto: beritasatu.com

Syarat perjalanan berupa menunjukkan hasil negatif tes polymerase chain reaction (PCR) belakangan ini menjadi kebijakan yang membuat kebingungan masyarakat. Pasalnya, pemerintah yang membuat kebijakan tes PCR di moda transportasi kini layaknya anak ABG, sebentar-bentar berubah sikap.

Apa memang benar, pemerintah menggunakan patron cek ombak dan inkonsisten dalam pengambilan kebijakan soal pandemi?

Ceritanya begini. Awalnya, tes PCR hanya diperuntukkan bagi penumpang pesawat dengan masa berlaku maksimal 2x24 jam, tepatnya pada 24 oktober 2021. Namun selanjutnya, turun perintah Presiden untuk menurunkan harga tes PCR menjadi Rp275 ribu di Jawa Bali dan Rp300 ribu di daerah lain. Ini disahkan pada 27 Oktober 2021.

Penurunan harga tes PCR ini dikarenakan adanya kritik dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menilai bahwa harga PCR sebelumnya yaitu Rp495 ribu di Jawa Bali serta Rp525 ribu di daerah lain sangat mengintimidasi masyarakat.

1 hari setelahnya, yaitu 28 oktober, Mendagri Muhammad Tito Karnavian dan juga Menko Marves RI, Luhut Binsar Pandjaitan kompak mengumumkan bahwa masa berlaku tes PCR menjadi 3x24 jam. 

Ketika masyarakat, yang mungkin saja membutuhkan moda transportasi untuk kepentingan mendadak, bisa bernafas lega, muncul lagi kebijakan baru selain masa berlaku tes pcr berubah, yaitu seluruh perjalanan dengan moda transportasi darat dan laut juga wajib menunjukkan bukti tes usap RT-PCR.

Dan yang lebih membuat gaduh masyarakat lagi karena secara tiba-tiba di 1 November, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menghapus kebijakan tes usap RT-PCR di moda transportasi pesawat.

Reaksi Publik: Pemerintah Tidak Tegas dalam Kebijakan Soal PCR

Adanya peraturan yang berubah-ubah ini tak pelak membuat publik menilai bahwa pemerintah tidak tegas dalam menentukan kebijakan menangani penyebaran virus Covid-19.

Seperti komentar dari Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra, "Situasi ini cukup membingungkan seolah-olah pemerintah tidak punya evidence based atau fakta dan data dalam pengambilan keputusan," katanya.

Hermawan menyoroti jika memang tes PCR sebagai screening penting untuk dilakukan, harusnya PCR digratiskan agar terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Senada dengan Hermawan, Epidemiolog Univesitas Airlangga Windhu Purnomo mengatakan tes PCR sebagai screening perjalanan merupakan gold standard yang harus tetap dilakukan dan tidak perlu mengubah aturan, seperti menghapusnya dari syarat perjalanan dengan moda transportasi pesawat.

Jika screening atau deteksi dini diperlukan dalam penanganan Covid-19, lantas mengapa Menko Luhut baru menyadarinya ketika ia meminta maaf ke publik atas tidak maksimalnya penyelenggaran PPKM Jawa-Bali di bulan Juli lalu?

Kalau dari pihak pembuat kebijakan yaitu Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, ini semua merupakan wujud kehati-hatian akan peluang kenaikan kasus Covid. Dan sangat wajar bila kebijakan-kebijakan mengenai syarat tes Covid-19 dilakukan.

Meski sudah dijelaskan seperti itu, kecurigaan- kecurigaan dari publik malah meningkat dan memunculkan dugaan-dugaan yang spekulatif. 

Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menyatakan di balik perubahan aturan dari pemerintah soal tes usap RT-PCR ada suatu kepentingan penguasa yang mempengaruhi.

Lebih lanjut Trubus membahas bahwa dengan adanya perubahan-perubahan secara cepat ini berarti pemerintah tidak transparan soal kebijakan PCR dan malah membenarkan apa yang dipertanyakan dan dicurigai oleh publik.

Terkuak Bisnis Tes PCR: Ada Nama Luhut Hingga Jadi Trending

Sumber foto: pikiranrakyat.com
Sumber foto: pikiranrakyat.com
Dan kecurigaan publik tidak perlu waktu lama untuk terungkap, Majalah Tempo melaporkan bahwa tidak hanya ada kepentingan bisnis dibalik tes PCR, namun ada pula nama-nama yang terlibat dalam pusaran bisnis tersebut, yaitu salah satunya yang paling membuat berang seluruh lapisan masyarakat ialah Menko Marves RI, Luhut Binsar Pandjaitan. Dua anak perusahaan terafiliasi dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia, perusahaan laboratorium penguji tes PCR.

Menyusul pemberitaan Tempo, Mantan Ketua YLBHI, Agustinus Edy Kristianto mengeluarkan pendapat di dalam akun Facebook pribadinya. Ia merincikan tidak hanya ada Luhut sebagai pejabat yang berbisnis PCR, namun juga Boy Thohir, politikus hingga pengusaha Jack Budiman yang ikut pesta cuan dari bisnis tes PCR.

Saking geramnya masyarakat, nama Menko Luhut langsung menjadi trending pertama di jagad media sosial Twitter pada Selasa, 2 November 2021. Warganet terlihat kompak menuliskan cuitan untuk menyindir keterlibatan Menko Marves di bisnis tes PCR.

Dan per 4 November, kebijakan tes usap RT-PCR di moda transportasi darat dan laut untuk jarak lebih dari 250 km telah dihapus. Hmm, apakah dengan penghapusan ini berarti dugaan-dugaan bahwa ada mafia di penyelenggaraan tes PCR benar adanya. Bagaimana menurutmu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun