Mohon tunggu...
Nico Gilang Aprully
Nico Gilang Aprully Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Teknik Biomedis Universitas Airlangga

Seorang yang pragmatis dalam menghadapi hidup

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tutup Logika, Buka Wikipedia

23 Juni 2022   00:00 Diperbarui: 23 Juni 2022   00:05 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kalian menyaksikan di sekeliling kalian, peristiwa dimana masyarakat lebih mempercayai pengalaman dan apa kata orang-orang terdahulu dibandingkan dengan mempercayai fakta dan ilmu pengetahuan. Hal seperti ini sudah sangat lumrah terjadi di kehidupan kita, tak peduli berasal dari negara kelas atas atau negara berkembang sekalipun sering sekali kita jumpai peristiwa seperti ini di sekitar kita. 

Pada kasus tertentu, masyarakat bahkan sampai memiliki pandangan atau opini tertentu yang kadang bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh para pakar dengan kasus yang bersangkutan. 

Kejadian serupa bisa kita temukan lebih sering terjadi di internet, khususnya di media sosial. Bahkan di dalam media sosial yang para pendiri dan visi misinya bertujuan untuk mengaplikasikan freedom of speech atau kebebasan dalam menyuarakan pendapat, hal ini jugalah yang memberi ruang dan media yang besar bagi mereka untuk lebih bebas dalam mengutarakan opini atau pendapatnya yang menyerang para ahli dan pakar. 

Kejadian seperti biasa kita temui pada kolom komentar video tiktok dimana seseorang yang sedang mengedukasi mengenai suatu hal, kolom komentarnya penuh dengan hujatan, penolakan, dan koreksi terhadap sang pembuat video dengan pendapat yang didasari dari sekedar pengalaman dan berbelok dari apa yang ada di ilmu pengetahuan dan fakta. 

Tidak jarang juga hal ini terjadi di media sosial twitter dimana misal seorang ahli kedokteran hewan menulis sebuah utas edukasi mengenai hewan-hewan peliharaan dan disanggah oleh akun pengguna twitter lain menggunakan pengalamannya dalam mengurus hewan dan informasi yang didapat dari Wikipedia secara sembarang . 

Peristiwa seperti ini dinamakan sebagai "Matinya Kepakaran" oleh seorang penulis sekaligus akademisi terkemuka bernama Tom Nichols. Mati dalam konteks ini bukanlah mati secara harfiah, tetapi sebuah hiperbola dari kondisi suatu keadaan berdasarkan sebuah sudut pandang. 

Tentu saja pakar dan ahli masih tetap memegang sebuah posisi atas mengenai siapa yang dipercaya dalam sebuah ilmu pengetahuan, tetapi belakangan ini bermunculan sebuah fenomena dimana bisa semudah itu untuk menolak dan mengoreksi pendapat para ahli dan pakar di bidangnya. 

Nichols membahas bahwa adanya kecenderungan di masyarakat untuk lebih tidak mempercayai kapabilitas seorang ahli dan pakar di bidangnya dikarenakan beberapa faktor seperti politik, kepercayaan, dan kultur sehingga adanya usaha untuk mencari sebuah kebenaran dari sisi lain yang dinamakan sebagai Fakta Alternatif. 

Contoh yang ada pada dunia nyata yang terjadi adalah misal ketika  Donald Trump menganjurkan masyarakat US untuk menggunakan deterjen dan suntikan berisi desinfektan sebagai obat untuk menangkal Virus Corona pada beberapa waktu yang lalu, beralaskan karena deterjen memiliki kandungan yang dapat membunuh Virus. 

Para ahli dan pakar membenarkan bahwa kandungan yang terdapat pada deterjen dapat membunuh virus, tetapi masalahnya adalah kandungan tersebut juga dapat membahayakan tubuh manusia. 

Oleh karena itulah pada ahli dan dokter menentang keras anjuran dari Donald Trump untuk menggunakan deterjen sebagai obat penangkal Virus Corona. Namun, hal itu menjadi sebuah serangan balik terhadap para ahli dan dokter. Pasalnya para pendukung Donald Trump berbalik menyerang mereka dan mengatakan bahwa Donald Trump mengatakan yang benar hanya dengan modal mencari informasi kandungan tersebut dari Wikipedia dan internet. 

Contoh lainnya pada sekitar kita beberapa waktu lalu adalah ketika seorang pemain catur berpangkat Grandmaster bernama Irene yang menilai bahwa permainan catur online yang dilakukan oleh seseorang bernama Dewa_Kipas mengandung unsur kecurangan. 

Akibat pernyataan tersebut Irene mendapat banyak kecaman dan hujatan dari netizen Indonesia karena dianggap meremehkan dan tidak percaya bahwa seorang masyarakat biasa bisa mengalahkan seseorang yang berpangkat Grandmaster dan telah menghabiskan banyak waktu dalam latihan dan memainkan catur. 

Pernyataan Irene bahwa gaya permainan Dewa_Kipas terlalu mirip dengan bagaimana sebuah algoritma komputer memainkan catur, pernyataan ini bahkan juga banyak didukung oleh para Grandmaster lainnya tapi tetap saja ada masyarakat yang menolak pernyataan tersebut. 

Dari kasus di atas kita bisa melihat dan mengetahui bahwa pada zaman sekarang, akses publik terhadap informasi di internet sangatlah mudah dan luas. Kekayaan informasi yang terdapat di internet mengalahkan kemampuan orang awam dalam mencerna dan menyaring masuknya informasi dari internet ke dalam otak. 

Informasi yang didapat oleh masyarakat awam dari internet dengan informasi yang didapat oleh pakar dan ahli dari internet bisa datang dari sumber informasi yang sama, tetapi ada hal yang tidak dimiliki oleh masyarakat awam tapi dimiliki oleh pakar dan ahli. 

Kerangka metodologi yang digunakan oleh para ahli dan pakar untuk menelaah informasi yang didapat, kemampuan untuk berpikir kritis terhadap suatu pernyataan, dan proses pengambilan kesimpulan inilah yang tidak banyak dimiliki oleh masyarakat awam dalam proses mencari dan mendapatkan sebuah informasi. 

Pakar dan ahli mampu menyambungkan informasi satu ke informasi lainnya sehingga dapat menciptakan sebuah premis atau pernyataan baru yang disusun dari informasi-informasi sebelumnya, sedangkan pada masyarakat awam tidak ada kerangka metodologi tersebut sehingga adanya kesulitan dalam proses menyambungkan antar informasi. 

Bebasnya informasi di internet ditambah dengan kemudahan seseorang untuk menjadi anonim di media sosial memudahkan siapa saja untuk berkata dan mengklaim apa saja tanpa mendapat konsekuensi apapun. 

Melalui Bukti yang hanya didasarkan pada pengalaman dan cocoklogi mampu membuat seseorang bebal dalam menghadapi suatu permasalahan, hal ini juga diperparah dengan menganggap enteng mengatakan bahwa sebuah ilmu pengetahuan hanya berdasarkan sebuah "Teori" tanpa tahu apa maksud arti dan proses di balik dari kata tersebut. 

Perilaku untuk menolak fakta dan ilmu pengetahuan ini bisa sangat merugikan, bukan lagi merugikan individu tetapi merugikan ke orang lain apabila dilakukan secara berkelompok. 

Miskonsepsi yang beredar dari seorang individu dapat menyebar lebih luas ke sekelompok masyarakat dengan tingkat pemahaman terhadap keilmiahan yang rendah apabila tidak ada yang mengoreksi dan mengedukasi kepada khalayak umum. 

Tantangan seperti inilah yang harus dihadapi oleh para pakar dan ahli di zaman ini, tantangan untuk membawakan dan menawarkan sebuah kebenaran terhadap khalayak umum. 

Solusinya selain peningkatan kualitas sistem edukasi, para pakar dan ahli juga bisa harus belajar melakukan persuasi kepada masyarakat. Persuasi yang dilakukan bisa melalui pendekatan kultural, linguistik, ataupun edukasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun