Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Menilik Kerangka Gender, Genre, dan Globalisasi yang Membentuk Sinema Bertajuk Superhero

21 Juli 2022   08:02 Diperbarui: 29 Juli 2022   04:30 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi seorang anak memakai pakaian superhero perempuan, wonder women. (sumber: pixabay.com/StockSnap)

Tidak kalah menarik, Richard J. Gray II, menulis tentang superheroine yang hampir selalu dikaitkan dengan image pesona seksualitas dan 'hotness' mereka. 

boredpanda.com
boredpanda.com

Para superhero perempuan selalu digambarkan dengan keseksian mereka secara heteroseksual. Ini menyebabkan seakan-akan film-film superhero adalah sebenarnya diperuntukkan untuk konsumsi para pria. 

Namun,di esai berikutnya, Christina Adamou menyasar tema evolusi penggambaran maskulinitas di film-film superhero. Ia mengambil contoh film Hancock (2008) dan menganalisanya dengan pendekatan semiotika.

Di film tersebut, tidak hanya superheroine yang harus tunduk pada struktur masyarakat yang memaksa seorang perempuan untuk tetap inferior di bawah kaum laki-laki, seperti menjadi istri dan berada di rumah mengurus anak, tetapi juga laki-laki yang dilarang menunjukkan kelemahannya. 

Maskulinitas Hancock sang superhero dalam film ini dipertanyakan, karena ia memiliki kelemahan, kehidupan yang tidak terhormat untuk seseorang dengan kemampuan istimewa serta perilaku yang kurang terpuji.

Bagian terakhir dari buku ini mengetengahkan tentang genre di dalam film-film superhero itu sendiri. 

Namun, alih-alih sekadar menjelaskan aliran-aliran dalam jenis film ini, esai-esai di bagian ketiga buku ini malah lebih mencoba untuk menjelaskan tentang konsep hero (pahlawan) dan heroism (kepahlawanan). 

Misalnya esai pertama oleh Vincent M. Gaine mengunakan Batman sebagai titik tolak penjelasan mengenai ciri-ciri superhero, baik fisik, kekuatan, ciri khas, maupun perspektif mereka tentang moral, kebaikan dan kejahatan atau hukum dan keadilan, misalnya.

Bagian kedua, menggunakan contoh film Spider-Man franchise dan Kick-Ass, Sang penulis esai, Justin S. Schumaker genre film superhero yang memokuskan pada perkembangan karakter dalam hal kedewasaan, tanggung jawab serta identitas. 

Di sini, perjuangan pribadi seorang superhero didiskusikan lebih mendalam, terutama mengenai konsep heroisme yang dianutnya dan masalah-masalah psikologis atau kepribadian yang dialaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun