Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Seorang Laki-laki Dapat Menjadi Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga?

9 Mei 2022   09:07 Diperbarui: 9 Mei 2022   09:23 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laki-laki kemudian dibentuk secara khusus oleh keadaan sosial untuk menjadi sosok yang kuat dan tangguh. Tugas laki-laki adalah untuk menguasai dunia dan menaklukkan perempuan sekaligus melindunginya. Ini tercermin hampir di seluruh budaya dunia.

Laki-laki kemudian kerap dituduh sebagai orang yang memiliki kemampuan dan kecenderungan untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan yang dianggap inferior dan lemah dibanding mereka. Memang, hal ini tidak bisa dinafikan atau diingkari. 

Dalam banyak kasus, laki-laki memegang peranan sentral dalam beragam bentuk kekerasan. Tidak hanya terhadap perempuan, tapi juga terhadap laki-laki lain -- misalnya perampokan, perkelahian, atau pembunuhan.

Budaya dan anggapan seperti itu pada akhirnya menciptakan gender yang kuat di luar dan rapuh di dalam. Laki-laki selama berabad-abad harus menanggung beban ini. Laki-laki dilarang menangisi hal-hal sepele, karena itu menunjukkan kelemahan mereka. 

Laki-laki akan dituduh sebagai seorang banci bila sampai terlihat lemah. Dalam percekcokan dengan perempuan, misalnya, laki-laki jelas tidak boleh kalah atau terlihat kalah. Maka, KDRT hampir tidak mungkin terjadi pada seorang laki-laki karena anggapan ini.

Johnny Depp yang kerap memainkan peran yang begitu manly dan macho di dalam film-filmnya, tentu tidak memungkinkan ia menjadi sasaran kekerasan di dalam rumah tangga oleh seorang perempuan. Padahal, fakta di persidangan menunjukkan hal yang sebaliknya. Depp tidak hanya mendapatkan kekerasan fisik -- dimana ia tidak membalasnya -- namun juga verbal.

Nah, khusus kekerasan verbal, ini lebih susah lagi untuk diterima masyarakat dengan latar belakang budaya seperti kita. Ucapan padahal juga dapat menyakiti lebih dari tindakan fisik.

Sebagai contohnya, seorang istri menyumpahserapahi suami karena uang belanja yang kurang, atau secara seksual dianggap kurang memuaskan, bisa pula karena hal-hal yang lebih sepele lainnya. Ucapan-ucapan ini akan mengendap di dalam hati laki-laki dan mengakibatkan permasalah psikologis seperti depresi bahkan bunuh diri. 

Sebabnya, karena banyak laki-laki kerap tidak bisa melakukan apa-apa sebagai respon atau menanggapi kata-kata menyakitkan pasangan mereka tersebut, apalagi melaporkannya.

Mungkin sudah saatnya bagi kita untuk membuka wawasan dan perspektif tentang Kekerasan secara umum dan Kekerasan Terhadap Rumah Tangga secara khusus. Hastag #justiceforjohnnyedepp harusnya menjadi salah satu pioneer dalam gerakan justiceformen juga. 

Kebohongan-kebohongan Amber Heard yang secara sengaja menggunakan kelemahan laki-laki dan keunggulan perempuan di mata publik itu sudah harus dibuka selebar-lebarnya. Amber Heard lies can't be unheard. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun