Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Will Smith Menampar Chris Rock, Begini Tanggapan Lesty, Sebuah Tinjauan Perspektif Kultural

1 April 2022   22:39 Diperbarui: 1 April 2022   22:44 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter.com @jeffhillwriter

Ketika Will Smith menampar wajah Chris Rock di perhelatan acara Oscars tahun 2022 yang bergengsi itu, sudah dipastikan dunia bergemuruh, terutama internet. Meme diproduksi, lelucon diciptakan dan pendapat dipertentangkan. Netizen, istilah untuk warga masyarakat yang aktif di dunia maya, nyatanya memang tidak memiliki pendapat yang sama apalagi seragam.

Amerika yang memegang erat cultural value, atau nilai-nilai budaya, identitas dan kebangsaan yang berupa freedom atau kebebasan dalam banyak hal, nyata-nyata memang menyayangkan perilaku Will Smith yang dianggap tidak profesional, baper, dan dianggap melanggar nilai-nilai itu tadi.

Kebebasan di Amerika Serikat sejatinya dilindungi oleh Undang-Undang. Amerika adalah negara yang menggadang-gadang dan mengkampanyekan kebebasan mutlak, liberalisme, dalam mengutarakan pendapat, bahkan mendekati absolut dalam bentuk apapun.

Amandemen Pertama Konstitusi Amerika menjelaskan bahwa freedom of speech atau kebebasan berbicara dan berpendapat merupakan ekspresi publik yang dapat dilakukan tanpa sensor, gangguan dan larangan oleh pemerintah. Tidak hanya itu, negara bahkan diwajibkan untuk melindungi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, sehingga kebebasan pers menjadi penting pula.

Bila mau sedikit memperhatikan, nilai-nilai kebebasan berbicara ini sebenarnya telah mengejawantah ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara Amerika. Misalnya saja dari subkultur Hip Hop dengan rap battle nya. Dimana dua orang rapper akan saling menyerang dengan menggunakan bars atau kata-kata berima mereka. Rapper pemenang adalah yang mampu menggunakan kata-kata dan kalimat tertajam mereka, tidak peduli harus menghina atau memperolok. Bahkan tujuan utama rap battle ini adalah penggunaan bahasa sevulgar dan segamblang mungkin untuk membuat musuh takluk.

Contoh lain, misalnya saja budaya maternal insult, atau juga dikenal dengan istilah Yo Mama (bahkan terkenal pula sebuah acara di MTV berjudul Yo Momma), dimana orang akan menggunakan ejekan kepada ibu orang lain untuk menjadikannya lelucon dan ejekan. Dan ini cukup awam.

Tidak sampai disitu, mengejek agama dan menggunakan sumpah serapah melibatkan figur penting agama bagi masyarakat Amerika juga cukup akrab. Misalnya penggunaan ekspresi "Jesus Christ!" sebagai sebuah makian.

Para pelaku budaya ejek mengejek, hina menghina dengan secara verbal ini tidak membuat para pelakunya, misalnya, masuk ke bui. Sebaliknya, tindakan fisik sebagai respon ejekan tersebut malah akan menyebabkan seseorang dituntut secara hukum.

Tindakan Will Smith di pagelaran Oscars yang secara formal disebut sebagai Academy Awards tersebut pada dasarnya menciderai nilai-nilai freedom of speech ini, apalagi mengingat konsep roasting yang dikenal dalam dunia stand up comedy yang dipraktikkan oleh Chris Rock. Roasting, yaitu sebuah konsep di dalam dunia stand up comedy, dimana sang stand up comedian atau komika, mengejek seseorang lewat lawakan atau guyonan. Dan Chris Rock adalah seorang stand up comedian.

Di sisi lain, layaknya frasa yang sedang trending di Indonesia saat ini ketika ada sebuah fenomena terjadi, 'Begini tanggapan Lesty', netizen Indonesia memang ternyata mayoritas memiliki pendapat yang berbeda bahkan berseberangan dengan para warga dunia maya di Amerika.

Tindakan Will Smith didukung sepenuhnya sebagai bentuk respon dari sebuah hinaan yang berlebihan dan tidak bisa diterima oleh semua orang. Istilahnya, tidak semua orang bisa menerima lelucon yang sama. Apalagi bila orang yang dihina dan dijadikan bahan lelucon adalah istri yang sedang menderita sebuah penyakit tertentu.

Indonesia yang mengenal nilai-nilai Pancasila, dimana di dalamnya termaktub unsur-unsur kultural dan agamis seperti tata krama, kesopanan serta adab, menempatkan bahasa sebagai bagian penting dalam perilaku berbangsa dan bernegara. Pengendalian diri seseorang dalam menggunakan kata dianggap salah satu bentuk nilai-nilai tersebut.

Berbicara sopan dengan orang yang lebih tua, penggunaan diglosia (tingkatan kesopanan dalam berbahasa misalnya seperti di bahasa Jawa dan Sunda), atau penggunaan tambahan panggilan untuk orang lain seperti mas, bang, pak, om, dsb., dan lainnya adalah contoh betapa bahasa di Indonesia menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial budayanya.

Penggunaan bahasa yang kasar, tidak sopan, dan bersifat ofensif dapat melukai hati orang lain dan sang pelaku bisa dikenakan hukuman. Oleh sebab itu, bahkan Undang-Undang negara ikut mengatur tata cara orang berbahasa, seperti banyak contoh kasus ujaran kebencian, pasal penghinaan serta penodaan agama yang semua berasal dari keseleo lidah, atau penggunaan bahasa yang memang ditujukan untuk menghina kelompok atau individu tertentu.

Will Smith mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia bukan hanya karena merespon ucapan 'kurang ajar' Chris Rock, namun juga karena unsur lain yang ditemukan dalam budaya Indonesia, yaitu kewajiban dan harga diri. Sudah merupakan kewajiban seorang suami melindungi istri, anak dan orang-orang yang ia cintai. 

Sampai taraf ini, harga diri juga menjadi pilihan. Tak heran pula, karena bangsa Indonesia juga mengenal konsep kultural siri' pacce dalam bahasa Makassar atau siri' passe dalam bahasa Bugis, yang merujuk pada harga diri dan rasa malu yang harus ditegakkan bila seorang manusia -- laki-laki -- merasa pantas hidup. 

Ketika harga dirinya disinggung, ia tak boleh terima, atau sama saja manusia tanpa harga diri dan menjadi hina dina. Serupa dengan konsep carok masyarakat Madura yang berupa tindakan fisik untuk mempertahankan harga diri dari pelecehan orang lain. Misalnya bila istri diganggu orang lain atau masalah lainnya.

Dalam hal ini, bila merujuk pada konsep harga diri diatas, tindakan Will Smith terhadap Chris Rock masih terbilang ringan. Kekerasan bisa dirasa perlu untuk menegakkan harga diri tersebut.

Pengaturan berbahasa di Indonesia secara hukum nyatanya memang bertentangan dengan yang terjadi di Amerika. Kebebasan berbicara di negara Indonesia tidak boleh kebablasan dan melanggar norma, kaidah dan nilai-nilai Pancasilais. Hukum pembatasan hal berbicara ini malah melindungi masyarakat dari outcome yang amit-amit jangan sampai terjadi. Misalnya saja ucapan SARA yang ceroboh dapat menyebabkan konflik antar kelompok etnis atau agama dan pertumpahan darah secara masif.

Lesty memang tidak bisa dikatakan ambil andil dalam artikel ini. Tapi selain menggunakan namanya sebagai sebuah click bait artikel ini, frasa "Begini tanggapan Lesty" menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia pasti selalu memiliki perspektif budaya yang bisa diperhatikan dalam menanggapi sebuah fenomena. 

Bak Lesty yang berhak memiliki tanggapan dan pendapat mengenai sesuatu, masyarakat Indonesia pun berhak berpendapat mengenai perilaku Will Smith yang dianggap tak pantas itu sebagai sebuah contoh kecil nilai-nilai tata krama berbicara dan siri'pacce yang pantas diwajari bahkan didukung.

Lalu saya jadi penasaran, apa ya tanggapan Lesty sebenarnya tentang kasus di perhelatan Oscars tersebut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun