Sudah tidak menjadi rahasia bahwa pernyataan Edy Mulyadi, salah satu tokoh politik, tepatnya mantan caleg dari PKS ini mengenai Ibukota Negara yang baru menciderai perasaan masyarakat Kalimantan dari beragam lapisan sosial, budaya bahkan politik.
Sudah lama bangsa ini memiliki pola pemikiran dan perspektif yang tidak boleh dibiarkan dan dibiasakan terlalu lama lagi.Â
Pola pikir stereotipikal dan cenderung merendahkan karena latar belakang budaya yang dibentuk, mungkin, oleh kekuasaan sebelumnya, bukanlah sebuah kebiasaan yang sehat dan bisa diterima begitu saja. Sebaliknya hal ini sangat merusak dan mengganggu sendi-sendi kehidupan bangsa.
Misalnya saja, sampai sekarang masih ada citra yang beredar luas di negara ini mengenai Papua yang dikenal dengan penduduk yang primitif, suka berperang, bodoh dan miskin.Â
Citra ini terus-terusan digaungkan dan seakan sudah menjadi fakta atau informasi umum, meski kadang disampaikan dengan dalih sebuah bentuk lelucon.Â
Begitu juga dengan Kalimantan, pulau terbesar di Indonesia ini dianggap sebagai sebuah tempat yang merupakan wilayah penuh dengan hutan yang tumbuh lebat.Â
Penggambaran ini kemudian diinterpretasikan dengan lebih mendetail seperti tempat tinggal beragam satwa liar seperti kera, ular dan buaya. Membuat Kalimantan semakin terperosok ke dalam misinformasi.
Saya cenderung khawatir bahwa citra Kalimantan yang dihasilkan dari ignorance dan the lack of knowledge masyarakat, mungkin khususnya dari pulau Jawa yang masih berpikir Jawa sentris, ini masih dipelihara dengan baik.Â
Jelas tidak semua orang yang tinggal di pulau Jawa memiliki pola pikir sempit atau Jawa sentris seperti ini, tetapi bisa dibayangkan bila penggambaran ini masih terpelihara.Â
Contoh nyatanya, bahkan seorang tokoh politik yang notabene berkubang dalam hal kenegaraan dan kebangsaan saja bisa memiliki pemikiran seperti itu.
Kalimantan sepertinya dikonotasikan dengan alas gung liwang liwung, memiliki pengertian sebuah hutan belantara nan luas. Frasa ungkapan ini memiliki konsep mengenai sebuah hutan yang tak tersentuh manusia serta peradaban.Â