Energi, sebagai daya yang dapat menggerakan sesuatu yang lain, merupakan komoditas strategis bagi hidup manusia. Dalam bentuknya sebagai minyak, batubara, gas alam, panas bumi, tenaga hidro atau yang lain, energi berperan penting dalam pembangunan, dalam kesejahteraan sosial pertahanan dan keamanan. Isu energi menjadi perhatian publik Indonesia pasca reformasi.
Istilah ini merupakan terjemahan dari 'energy security, yang menekankan pada ketersediaan pasokan dengan harga terjangkau. Sebuah negara, bisa dikatakan memiliki keamanan energi jika cukup pasokan minyak, gas, batubara atau energi lain dan harga pada tingkat rata-rata yang bisa dibayar oleh masyarakat.
Daniel Yergin (2006) mendefinisikan keamanan energi  sebagai ketersediaan energi pada harga yang terjangkau.  Ocheltree,  dikutip  Ciuta, (2010) mengkonseptualisasikan keamanan energi dalam cakupan lebih luas. Ia bilang keamanan energi itu melibatkan aspek fisik dan non fisik. Keamanan  seluruh insfrastruktur dan jaringan pasokan energi adalah aspek fisik yang dimaksud. Jaringan tersebut harus aman dari serangan terorisme, perang, perampokan dan bencana alam. Keamanan ladang minyak, jaringan pipa, pembangkit energi, stasiun gas dan jaringannya ke rumah tangga menjamin kelangsungan pasokan.
Indonesia menggunakan istilah ketahanan energi yang mencakup empat aspek yakni Availability  yakni ketersediaan sumber energi dan energi yang berada di dalam atau di luar negeri; Accesibility yakni kemampuan untuk mengakses sumber energi, infrastruktur jaringan energi, termasuk tantangan geografik dan geopolitik; Affordability yakni kemampuan untuk membiayai investasi, produksi, distribusi dan biaya konsumsi energi; Acceptability yakni bahwa pemanfaatan energi harus menyesuaikan dengan daya dukung lingkungan dan diterima secara sosial dan kultural (Hikam, 2014, 9-10). Dengan kata lain,  ketahanan energi adalah kondisi di mana ketersediaan energi dijamin, dapat dibeli oleh masyarakat dan peduli pada keamanan lingkungan
Keamanan energi tidak mempertanyakan siapa dan dari mana energi dipasok. Yang penting cukup tersedia. Apakah energi dipasok oleh perusahaan swasta domestik atau perusahaan asing, oleh negara atau pasar, dari dalam atau luar negeri, bukan merupakan isu penting. Yang dipilih adalah mekanisme yang paling murah dan efisien dalam memproduksi dan memasok energi yang dibutuhkan. Dalam praktek, mekanisme pasar telah menjadi pilihan utama untuk menjamin pasokan energi yang stabil, terjangkau dan aman.
Pasar dan Keamanan Energi
Pasar dipandang mampu memenuhi empat kriteria keamanan energi yakni ketersediaan, keterjangkauan dari aspek lokasi, Â terjangkau dari aspek biaya dan penerimaan dari sisi lingkungan, sosial dan budaya.
Aktivitas perusaahaan energi yang didasari motif keuntungan mampu menyediakan energi yang dibutuhkan dalam volume maupun jenis. Â Mekanisme pasar membuka peluang bagi banyak pemain baru di sektor energi. Kehadiran perusahaan-perusahaan lama dan baru membuka peluang eksploitasi dan eksplorasi lebih besar, sehingga pasokan energi akan stabil atau meningkat. Ketika investasi di sektor migas tidak lagi dimonopoli oleh satu perusahaan, jumlah perusahaan migas bertambah, aktivitas produksi meningkat, keamanan energi menguat.
Dari sisi aksesibilitas, motif keuntungan mendorong perusahaan terus-menerus mengembangkan pengetahuan dan  teknologi baru yang lebih efisien. Keduanya membantu  mengatasi kesulitan lokasi cadangan migas. Sumber minyak dan gas di laut dalam sekarang bisa dipompa keluar berkat teknologi pemboran terapung.Brasil misalnya mampu melakukan pemboran sampai kedalaman 6000 meter.
Penemuan teknologi pemboran horisontal dengan hidraulic fracturing mampu mengangkat gas di lapisan 'shale'. Ini adalah lapisan batuan berpori yang menyimpan minyak dan gas. Revolusi 'shale' membuat produksi migas AS meningkat tajam sehingga para analis memberikan julukan 'American Saudi' karena produksi migasnya menyamai Arab Saudi.