Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Memperkirakan Dampak Konflik Laut Merah

18 Februari 2024   01:05 Diperbarui: 18 Februari 2024   09:18 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.afr.com/world/middle-east/

Konflik terbaru Hamas Israel yang dimulai 7 Oktober 2023, mengalami ekskalasi dan ekpansi. Ekskalasi konflik tercermin dari skala  kekerasan  yang belum menurun. Serangan udara masif yang diikuti operasi darat Israel telah memakan rakyat Palestina. 

Al Jazeera (29/1/2024) melaporkan korban rakyat Palestina telah mencapai 26.637 jiwa, sedang di pihak Israel sebanyak 1.139 orang. Jumlah ini belum termasuk yang terluka dan hilang. Hampir setengah jumlah korban rakyat palestina adalah wanita dan anak-anak. Jumlah korban akan bertambah karena Israel melanjutkan serang darat ke Rafah.

Konflik ini juga mengalami perluasan zona dan aktor yang terlibat. Di lokasi konflik, Hezbollah yang didukung Iran juga ikut menyerang Israel. Konflik mengalami internasionalisasi ketika pemberontak Houthi dari Yaman ikut mengirim rudal ke Israel bagian Selatan.

Perluasan konflik sampai ke Laut Merah, ketika pemberontak Houhthi menyerang kapal-kapal dagang dan tanker minyak. Yang menjadi sasaran adalah kapal milik negara-negara barat pendukung Israel.

Serangan Houthi di Laut merah menarik masuk Inggris dan AS yang didukung beberapa negara lain. Sebagai balasan, AS dan Inggris melakukan pemboman terhadap basis-basis Houthi di Yaman. Serangan AS dan Inggris akan menarik Iran ke dalam konflik. Iran  merupakan pendukung utama dan pemasok persenjataan kelompok pemberontakan Houthi.

Ada kecemasan bahwa konflik di luar Laut merah akan meluas menjadi perang regional. Sebelumnya Arab Saudi sudah terlibat dalam konflik di Yaman untuk mendukung pemerintah yang berkuasa.

Dampak Pada Ekonomi Global

Konflik di laut merah dicemaskan akan berdampak buruk pada perdagangan global. Laut merah adalah jalur penting karena menyambung dengan terusan Suez. Jalur ini melayani perdagangan dari Asia ke Eropa dan sebaliknya, serta dari Timur Tengah ke Eropa.

Sejak November 2023, Houthi mulai menyerang kapal-kapal dagang. Untuk menghindari konflik, kapal-kapal kargo dari Asia memutar melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Jarak dan waktu pelayaran menjadi lebih panjang dan lama. Sebuah kapal dari Cina ke Rotterdam lewat Tanjung Harapan membutuhkan waktu kurang lebih 2 minggu. Lewat Laut Merah dan terusan Suez jauh lebih singkat.

Jarak panjang dan waktu pelayaran menaikkan biaya kargo. Laporan UNCTAD menyebut 65 % kapasitas pengapalan global melalui laut merah dan terusan Suez. Konflik ini menurunkan 39 % pelayaran lewat Suez sejak Desember 2023  (https://www.thebanker.com/).

Ongkos pengangkutan mengalami kenaikan. The Drewry's World Container Index melaporkan  biaya  kontainer berukuran 40 feet naik tajam dari $1,521 di December 14, 2023, menjadi $3,777 pada 18 Januari 2024. Peningkatan resiko pelayaran menaikkan biaya asuransi kelautan sebesar 1500 % sejak serangan Houthi dilakukan (https://www.theinsurer.com)

Konflik di  Laut merah akan berdampak negatif pada ekonomi global. Pertama, kenaikan biaya kargo, premi asuransi, resiko diserang kemungkinan akan menurunkan volume  perdagangan lewat jalur itu. Padahal ekonomi dunia baru saja pulih dari stagnasi akibat pandemi Covid 19. Kedua, Kenaikan biaya angkutan akan mendorong kenaikan harga-harga barang konsumen yang melonjakkan angka inflasi global.

Dalam jangka panjang, konflik ini dapat mendorong resesi mengingat ekonomi dunia sudah sangat terintegrasi. Kenaikan biaya transportasi di jalur laut merah akan merambat ke wilayah lain. Inflasi global dicemaskan akan menurunkan volume perdagangan antar negara.

Untuk mencegah dampak buruk konflik pada ekonomi global, Amerika Serikat telah mendesak Cina untuk ikut meredakan konflik  mengingat kedekatan negara ini dengan Iran. Sejauh ini, kapal-kapal kargo Cina aman melewati jalur Laut Merah.

Dampak bagi Indonesia

Satu dampak negatif konflik laut Merah adalah kenaikan harga minyak di pasar internasional. Indonesia, sebagai negara pengimpor minyak menjadi salah satu negara yang menderita akibat lonjakan harga minyak.

Harga minyak mentah menurut WTI (West texas Index) naik dari US$ 73,25 per barel pada 19 Januari 2024, menjadi US$ 80/barel di 13 Februari 2024. OPEC basket Price menunjukkan angka yang lebih tinggi yakni US$ 82/barel pada 14 Pebruari 2024. Sedangkan Brent Index mencatat kenaikan harga sebesar US$ 83,38/barel per 16 Pebruai 2024.

Minyak adalah komoditas yang sangat sensitif  konflik. Sebabnya adalah produksi minyak terkonsentrasi di kawasan tertentu, khususnya Timur Tengah di mana konflik terjadi. Selain itu, peran penting minyak bagi transportasi,  industri dan pertahanan, membuat resiko kelangkaan akibat konflik direspons cepat dengan kenaikan harga.

Jika kenaikan harga minyak meningkat terus, Indonesia akan terkena dampak karena besarnya impor BBM. Angka lifting minyak mentah dalam negeri hanya sebesar 700 ribu barel per hari. Pada tahun 2022, tujuh kilang dalam negeri hanya mampu menghasilkan BBM sebesar 800 ribu barel per hari (https://www.cnbcindonesia.com). Angka ini nampaknya tidak bertambah mengingat belum ada kilang baru yang beroperasi.

Sementara produksi minyak mentah dan BBM dalam negeri rendah, konsumsi BBM  mencapai 1,4 juta barel perhari. Dari jumlah ini, 600 ribu barel diimpor dari luar.

Kenaikan harga minyak di akibat konflik  menimbulkan tekanan pada APBN yang sudah defisit.  Subsidi energi, khususnya BBM, akan mengalami peningkatan. Pada tahun 2021, realisasi subsidi minyak dan listrik mencapai Rp 157,6 Trilliun, dari rencana sebesar Rp 211,1 Trilliun. Di tahun 2023 sebesar Rp 159,6 trilliun, belum termasuk anggaran kompensasi kenaikan harga BBM.

Kenaikan harga minyak dan subsidi mungkin akan direspon dengan empat  kebijakan. Pertama adalah menaikkan harga BBM untuk menekan angka subsidi. Langkah ini jelas tidak populer, khususnya bagi presiden baru yang sedang 'berbulan madu' dengan pemberi suara.

Kedua, merelokasi atau mengurangi anggaran sektor lain dengan akibat penundaan berbagai proyek pembangunan. Kebijakan ini juga perlu dipertimbangkan dengan hati-hati karena belanja publik besar dapat menggerakan pasar yang baru pulih akibat pandemi.

Ketiga, menambah pendapatan negara dari sektor pajak. Kenaikan harga BBM dan Pajak secara bersamaan dapat menyelamatkan APBN, tetapi meningkatkan beban hidup warga negara.

Keempat, menambah hutang baru untuk menutup defisit. Langkah terakhir ini paling mungkin dilakukan karena sensitivitas politik yang rendah. Meskipun demikian, hutang baru menambah beban ekonomi  dalam jangka panjang.

Penutup

Indonesia tidak bisa diam saja melihat konflik di Laut merah. Dampaknya akan sampai ke sini. Kesibukan pemilu  tidak boleh mendiversi perhatian pada diplomasi internasional, termasuk soal konflik di laut merah. Upaya lewat PBB atau Organisasi Konferensi Islam dapat menjadi jalan Indonesia untuk ikut mencegah laut merah semakin memerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun