Langit  lengkung di atas ubun
Larik  awan b putih
Meleleh  menetes
Menjelma sungai biru, Â jatuh menghujam
teratai ungu mekar di ubun-ubun
Lalu hening dari segala bening
engkau pikiran perdu meneneduh
denting segala hening di kening
adalah malam  di titik dingin
Saat riuh langit turun dari pikiran
menggelung di tenggorokan
Dan kita bicara tanpa bicara
Karena kata-kata tak butuh lagi aksara
Sedang di sekeliling bayangan dedauanan gemulai
Berkelebat senyap dalam temaram cahaya bulan
Hening segala hening berkumpul di nadi
adalah malam yang bisu di titik letih
Saat cahaya  langit berpendar di jantung
Berdegup mengetuk  lembut
Hangat  menjalar melelehkan semua dendam
Keinginan terdalam tidak menginginkan
Segala hasrat adalah  tidak berhasrat
Karena hati puas rasa sentosa
Hening segala hening melebur di hati
adalah malam yang membisu di titik sepi
angin pingsan dipeluk dahan-dahan
diam seibarat kematian di rumah kamboja
Hangat kemarua  berpusar  di pusat
Leburkan  segala nafsu yang berkecambah di perut
Dan rasa lapar dibunuh oleh rasa tak lapar
 jiwa pun  kenyang oleh makanan dari segala makanan
Hening segala sepi
Adalah malam yang membeku di titik intim
Panas surya membuka ruang penciptaan
Tempat tangan menggambar wajah dalam benih
Membangkitkan ibu seluruh rindu
Perih itu pun izin menyingkir
Malam telah di titik nol
Yogya, September 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H