Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Waktu Beta, Waktu Mama dan Ruang Kota

6 Agustus 2023   22:32 Diperbarui: 6 Agustus 2023   22:41 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.siskadwyta.com/2020/02/me-time-ala-ibu-rumah-tangga.htmlInput sumber gambar

"Pa, saya mau keluar sendiri", "ngapain?" tanya saya. "ME time" ia cakap balik. Omongan pagi ini dengan si bungsu, mengingatkan hal ini. Zaman berubah, kota-kota berubah dan anak-anak berubah. Selama satu minggu anak-anak berpusar antar ruang pertama:  rumah dan ruang kedua: kelas atau  tempat. Pertarungan ketat merebut kursi terbatas di universitas-universitas bagus  mengunci jalur edar anak-anak di dua ruang itu.

Kami membebaskan anak-anak untuk memilih bidang studi yang menjadi 'passion' di Universitas mana pun. Karena 'sekolah' hanya jalan bukan tujuan. Aktivitas organisasi juga tidak boleh jadi sepele. Seperti guyonan di antara anak-anak naik badan,  nilai tinggi  mungkin bantu  mereka 'dokter', tetapi kemampuan bekerja dalam tim, jaringan dan relasi sosial mungkin bikin mereka jadi 'pemilik rumah sakit'. Dengan  Ikut organisasi  mereka  belajar 'kecerdasan' sosial . Lagipula, organisasi apa pun membantu mereka cukup  'gaul' agar tak seperti bapaknya yang defisit gaul.

"Waktu beta' itu semacam persinggahan sementara dari jalur edar rumah-sekolah. Jalur di mana punggung muda  harus memikul  tas sekolah berat, diisi buku-buku tebal yang sebenarnya tidak begitu perlu. Para remaja mencari "beta pung waktu"  di kafe-kafe urban, swalayan  yang 'price tag' nya tidak ramah dompet atau tempat lain.

 Internet juga menyediakan 'suaka digital' untuk remaja menikmati 'waktu beta'. Yang terakhir ini efeknya agak bolak balik. 'Waktu beta' membutuhkan ketenangan. Suaka digital s itu riuh sekaligus sepi. Sepi tetapi juga riuh-ribut minta ampun. Dalam 'hutan' digital, banyak penyamun yang memanfaatkan kepolosan anak-anak

Sosiolog perkotaan AS, Ray Oldenburg (1930-an) bilang kitorang, termasuk remaja, butuh  'tempat ke 3'. Sebuah solusi mengatasi sisi gelap perkotaan yakni kesepian penghuninya. Tempat pertama itu rumah dan zona pribadi lain. Tempat kedua mencakup sekolah, universitas atau tempat kerja. Banyak orang menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat kedua.

 Tempat ketiga itu lokus di mana orang bisa pergi dan datang sesukanya. Suasananya informal, ada 'perasaan-seperti desa' (https://theconversation.com). Satu lagi TIDAK PERLU BAYAR. Masuk dalam kelompok ini adalah taman kota, perspustakaan umum atau tempat terbuka lain yang ada di kota.

'kotanya padat, tapi lapang hati warganya, perlu itu tempat ketiga. Lapang hati karena lapang ruang publik. Sayangnya, keluarkan duit untuk bikin taman kota dianggap 'muspro'. Padahal kampung-kampung telah kehilangan halaman. Makin padat. Halaman lain mesti dibangun di kota.

Duit publik dipakai  untuk membangun, bukan hanya dengan 'mengisi' ruang tetapi juga  'mengosongkan' ruang. Dalam ruang kosong  bernama taman bermain, taman kota, ruang kreatif atau apa pun itu, anak-anak bisa menangkap momen 'me time', 'waktu beta' tanpa harus membayar. 

Jika belum bisa bikin ruang publik kota, ruang publik alam sebaiknya  gratis. Pantai, hutan, danau pake bayar semua. Itu universitas-universitas megah dengan halaman luas bisa jadi tempat bermain anak-anak. Hitung-hitung promosi dini.

Mama-mama butuh 'ma time' karena itu juga perlu ruang publik yang diakses gratis. Mama-mama berduit bisa ke salon, arisan ke labuan bajo, healing ke Kapadokia. Bagaimana dengan yang APBN rumah tangga defisit sebelum tanggal.  Beban kerja ganda butuh 'ma time' untuk menjaga kesehatan jiwa dan badan sesuai sila kedua  Pancasila. 'Ma time' menjadi keharusan terutama ketika bapak-bapak sudah memiliki 'she-time'

Jika ruang ketiga sulit ditemukan, ada ruang 'keempat' yang bisa diciptakan. Saya mendengar  beberapa kelompok Ibu dan juga 'Ibu-Ibu' menciptakan ruang ini. Menulis.

Menulis bisa jadi suaka tempat mengungsi  dan bikin adem hati. Karena di antara huruf, spasi,kalimat dan paragraf ada ruang untuk menenangkan diri, omong dengan diri sendiri, mengingat 'mantan' yang telah menjadi pasangan anda dan berubah jadi orang lain.

 Di ruang 'keempat' bernama tulisan, kita  bisa berhenti sebentar di antara ketikan, atau bahkan mundur kembali ke awal untuk revisi yang kekhilafan. Jadi, kalau butuh 'me time', 'ma time' menulislah, meski Cuma nulis status seperti ini.

Yogya , Minggu tanggal eman bulan Agustus menjelang  hari raya kemerdakaan dengan cuaca agakmendung, tahun 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun