Lembaga demokrasi sangat lemah, instusi hukum memihak kekuasaan. Ekonomi masih berbasis pada sumber alam dan migas justru memperkuat kontrol negara dan kelas orligarki. Yang terjadi kemudian bukan demokratisasi tetapi konsolidasi rezim otoriter sipil.
Setelah periode tidak stabil di Yeltsin, Rusia kembali menyaksikan kebangkitan rezim otoritarian dalam wajah sipil. Putin yang berkuasa tahun 2000 dan dipilih lagi tahun 2012, memberangus media, menindas demonstrasi dan memperlemah parlemen. Ia berkuasa hampir tanpa control, disokong oleh 'siloviki'. Mereka adalah pejabat Kremlin teman dekat Putin dan berasal dari Dinas Intelijen dan polisi  rahasia era Soviet.
Penemuan sumber migas baru membuat Rusia jadi pemain energi  global. Kekayaan minyak memperkuat otot politik. Putin menggunakan hasil minyak untuk menyerbu ke Georgia 2008, mengendalikan Checnya, menindas Ukraina melalui beberapa kali embargo gas, menganekasisi Crimea 2014 dan mendukung kemerdekaan Donetzk dan Luhansk dari Ukraina. Embargo energi  juga membuat Eropa mati kutu dalam menghadapi kebangkitan politik anti-demokrasi dan politik ekspansif Rusia.
Kebangkitan Otokrasi bukan hanya di Rusia. Laporan Freedom House (2020) menunjukkan gejala yang sama  di Eropa Tengah dan Timur.. Jumlah negara demokrasi turun 15 menjadi 10 antara 2010-2020. Rezim campuran naik dari 3 ke 10 dalam periode yang sama, sedangkan rezim otokrasi masih 9 buah, meski turun dari 11 negara di jangka waktu yang sama. Otokratisme juga bangkit bahkan di Polandia, negara pelopor demokrasi saat Eropa Timur masih di bawah Soviet
Invansi Rusia ke Ukraina harus dilihat sebagai kegagalan imperium AS menanamkan demokrasi yang 'genuine' di Eropa Timur dan Rusia khususnya. Kesibukan ekspansi ekonomi dan perluasan NATO membuat Barat lupa mendorong transisi demokrasi lanjutan. Akibanya kekuatan otokratis tetap bertahan dan bangkit kembali setelah memiliki fondasi politik dan ekonomi kuat di bawah Putin. Perang saat ini harus adalah cara Rusia menantang perluasan imperium Barat ke wilayah yang secara tradisional ada di bawah pengaruhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H