Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Tidak Ada Pasar dalam Banjir

22 Januari 2021   00:02 Diperbarui: 23 Januari 2021   15:07 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

2021 Indonesia dikepung bencana. Corona belum selesai, pesawat jatuh, pesawat jatuh, gempa di Majene, tanah longsor dan banjir di Menado, longsor di Sumedang. Banjir di Jember, Malang, Riau dan Sumatera Barat. Belum lagi gunung Meletus. Yang paling ramai adalah soal bencana banjir di Kalimantan.  Komentar presiden setelah mengunjungi kawasan bencana banjir menimbulkan silang pendapat.

Presiden menyebut curah hujan dan luapan sungai sebagai sebab banjir. Bukankan dari dulu curah tropis selalu tinggi. WALHI dan para aktivis lingkungan menangggapi komentar presiden sebagai jalan menyembunyikan sebab sebenarnya. Dalam pandangan WALHI, tambang dan perkebunan kelapa sawit adalah biang keladi dari banjir.  Kebakaran tiap tahun hanya memperburuk pengundulan oleh tambang dan Sawit.

Dua aktivitas ekonomi tersebut telah mempercepat deforestasi laju hutan tutupan yang membuat Kalimantan makin gundul. Citra satelit yang beredar di media sosial menggambarkan Kalimantan yang makin coklat.  Hutan cuma tetringgal seperempat dari luas pulau itu yang ditunjukkan oleh strip hijau di tengah pulau

Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap banjir? Mengapa pengusaha tidak membayar banjir dan dampak yang mereka produksi bersama produksi bahan tambang dan sawit? Jawabannya adalah mekanisme pasar tidak bisa diterapkan dalam komoditas banjir.

Aktivitas Produksi selain menghaislkan komoditas seperti mobil, tandan sawit, biji besi dan batubara, juga menghasilkan produk sampingan  yang bernama ekternalitas. Ini adalah dampak tindakan (produksi, konsumsi dn pertukaran), positif atau negative, yang tidak ditanggung oleh pembuat keputusan, dan karena itu tidak mempengaruhi keputusan (Wills, 1997). Pabrik kendaraan, menghasilkan mobil, tetapi juga menghasilkan polusi berupa asap. Tapi asap tidak berdampak pada biaya produksi mobil yang ditanggung pemilik pabrik. Ini disebut ekternalitas negative.

Ada ekternalitas positif. Istri saya sedih. saya lalu ingin memproduksi rasa bahagia untuk istri saya. Caranya saya bangun taman indah di depan rumah. Istri saya lihat lalu bahagia. Tapi taman ini juga dilihat oleh orang lain dan dia bahagia. Taman saya memberi ekternalitas positif pada orang lain, tapi tidak berpengaruh pada biaya saya memproduksi taman itu.

Saya juga tidak memperoleh keuntungan karena org yang merasa bahagia tidak 'membeli' keindahan taman.  Pabrik mobil juga ada produk samping yang positif. Untuk bangun pabrik, mungkin saya harus bangun jalan, jaringan listrik, air minum. Semua fasilitas ini bisa dimanfaatkan masyarakat sekitar.

Bagaimana dengan banjir di Kalimantan? Itu ekternalitas negatif dari produksi pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. Perusahaan tambang dan kelapa sawit tidak menghitung biaya banjir dan kerusakan yang ditimbulkan dalam proses produksi.

Mengapa begitu? Jawabannya adalah institusi yang bernama hak milik. Transaksi pasar itu berfungsi jika dan hanya jika hak milik itu jelas, khususnya hak milik Pribadi (private property rights). Karena yang kita perjualbelikan di pasar itu hak milik. Untuk bisa baku tukar, jual beli, hak milik harus jelas dan  ditegakkan benar. Jelas ini tanah ini milik siapa dan itu dibuktikan dengan batas dan sertifikat. Hak itu dilindungi hukum. Yang melanggar hak diberi sanksi. Karena itu dalam filem-filem koboi kita sering lihat tuan tanah menembak mati orang yang masuk tanpa izin ke kawasan peternakan milik seseorang.

Hak milik juga harus eksklusif, yang dapat keuntungan atau kerugian ya pemilik yang megang sertifikat. Hak milik mengekklusi orang lain dari menikmati manfaat dari tanah atau asset lain yang bukan miliknya. Untuk bisa nikmati harus bayar atau bertukar hak. Selain itu hak milik harus bisa dipindahkan. Tanpa hak milik tidak ada pertukaran pasar.

Pasar yang berbasis pada pertukaran hak milik tidak ada dalam polusi dan banjir. Kita tidak memiliki teknologi yang dapat memagari banjir atau mengidentifikasi banjir ini dari kebun atau tambang siapa. Hak milik tidak bisa ditereapkan dalam kasus banjir. Karena itu tidak ada pertukaran pasar dalam banjir. Demikian juga tidak ada hak milik dalam udara bersih, dalam perdamaian, dalam barang public lain. Andai ada teknologi yang bisa menegakkan hak milik dalam perdamaian, maka pasar perdamaian akan berkembang. Misalnya kalau perdamaian bsisa dijual dalam 1 kantung, 2 kantung, makan ada insentif untuk memproduksi perdamaian dan menjualnya di pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun