Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PR Biden: Memulihkan Soft Power AS

21 November 2020   08:59 Diperbarui: 21 November 2020   09:03 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Joe Biden sudah pasti memenangkan pemilihan presiden AS. Di dalam negeri, kerja besar yang menuggu Biden adalah pandemi corona yang telah menyebabkan  253 ribu orang meninggal. Keluar negeri, selain masalah hubungan dengan Cina, Biden harus berupaya memulihkan citra dan peran global AS.

Sejak berkuasa, Trump membangun kebijakan politik luar negeri yang cenderung isolasionis. Slogan Make America Great again diterjemahkan ke dalam kebijkan anti-imigran, perang dagang dan penarikan diri dari peran global AS. Tindakan Trump selain merugikan AS juga mengancam stabilitas internasional.

Bagi AS, politik isolasionis Trump menyurutkan kekuatan soft power (kekuatan lunak) AS. Secara sederhana, soft power (Nye, 2008) adalah kemampuan mempengaruhi, bukan karena takut pada senjata (baca: kekuatan militer), tetapi karena ide-ide, gagasan,  budaya dan hadiah yang diberikan. 

Semua ini membuat sebuah negara mampu mempersuasi negara lain  untuk mengikuti kemauannya. Ide tentang demokrasi adalah satu kekuatan soft power. Hadiah, berupa bantuan pembangunan juga jadi alat untuk membujuk negara lain.

Amerika menjadi kiblat dunia, karena ide-ide dan praktek demokrasi yang ditiru negara lain. Ide-ide tentang kekuatan mekanisme pasar bebas, juga membuat model ekonomi AS dijiplak negara-negara lain. Kekuatan sof power Indonesia adalah pluralitas budaya dan toleransi. Meski yang terakhir mulai diragukan banyak pihak akhir-akhir ini.

Politik isolasionis Trump merusak pengaruh global AS. Padahal sejak perang dunia kedua, AS selalu terlibat dalam berbagai krisis global. Melalui USAID (United States AID), badan pembangunan internasional AS, AS selalu berada di garis depan dalam upaya memerangi kemiskinan, wabah penyakit dan masalah pembangunan di negara berkembang.

Dalam kasus pandemi Corona, Trump melakukan tindakan yang sangat fatal. Bukannya memimpin perang global melawan pandemi, ia malah membawa AS keluar dari WHO pada bulan Juli 2020. Tindakan Bush ini membuat pengaruh  Cina menguat dalam WHO dan dalam politik global.

AS juga tidak hadir membantu negara-negara lain. Trump sibuk dengan urusan wabah dalam negeri. Kevakuman ini diisi oleh Cina melalui bantuan peralatan kesehatan dan dokter. Bantuan cina membawa keuntungan politik. Pertama, masyarakat global lupa bahwa pandemik ini berasal dari keteledoran Cina mengisolasi kasus pertama, dan kedua meningkatkan soft power Cina.

Meski harus diakui bahwa AS dalam beberapa isu internasional, seperti terorisme, AS bertindak unilateral. Negara ini kadang-kadang tidak peduli pada suara masyarakat internasional. Dengan kata lain, AS adalah hegemon yang buruk. Namun tindakan Trump menarik diri dari percaturan global membahayakan keamanan internasional.

Kevakuman akan menggoda kekuatan dominan baru, dalam hal ini Cina, untuk menggantikan peran AS. Tanpa kekuatan penyeimbang, Cina akan menjadi bahaya baru bagi perdamaian internasional. Sebagai kekuatan dominan, dua negara ini mungkin sama-sama menyebalkan. 

Perbedaannya adalah AS memiliki tradisi demokrasi, perlindungan hak asasi, masyarakat sipil yang kuat. Pada tingkat tertentu, faktor-faktor itu meredam kebijakan buruk AS dalam politik internasional. Misalnya, tekanan kelompok pembela HAM dalam negeri, membuat AS harus memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi dalam operasi militer global.

Sebaliknya, Cina tidak memiliki semua variabel penghambat tersebut. Karena itu, jauh lebih buruk dampaknya jika Cina muncul sebagai kekuatan global dominan. Cina, misalnya, tidak peduli pada hukum internasional dalam isu Laut Cina Selatan. Sikap  ini adalah peringatan bagaimana perilaku negara ini kalau ia menjadi kekuatan hegemon. Investasi Cina di Afrika juga tidak peduli pada lingkungan atau pelanggaran HAM di negara di mana Cina hadir.

Singkatnya, pekerjaan besar kedua Biden, selain Corona, adalah membangkitkan kembali peran sentral AS dalam politik global. Apapun kondisi dalam negeri, AS tidak bisa menarik diri dari berbagai masalah global yang sedang berkembang. Biden harus memperkuat kembali Kerjasama global AS, termasuk dalam isu pandemic. Dengan adanya kekuatan penyeimbang, stabilitas internasional dapat dipertahankan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun