Terlebih, pada malam perayaan ritual bakar tongkang itu berketepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke 39. "Ya, saya sangat senang bisa merayakan ulang tahun di Panipahan ini," ujar Hong Leong didampingi rekannya Hadi Susanto yang juga warga etnis Tionghoa asal Bagan Siapi-api, Rohil, Riau.
Selain itu, kata Hong Leong, dirinya juga sangat senang dapat merayakan malam ulang tahunnya itu bersama rekan-rekannya di Panipahan, seperti MR No Stop, Aman, Agie dan sejumlah rekan lainnya.
Sementara tokoh masyarakat Tionghoa dari Persatuan Persaudaraan Cinta Damai Panipahan, Agie Nusa Kasmada menyebutkan, makna perhelatan akbar bakar tongkang yang dilakukan itu adalah untuk meminta keberkahan dari Dewa Laut, agar juga diberikan kesehatan, keselamatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah dari lautan.
Agie menambahkan, perairan laut Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau sejak dulu dikenal sebagai penghasil ikan terbesar. Bahkan, tak hanya pemasok ikan terbesar se-Indonesia. Kawasan itu juga dikabarkan sebagai penghasil ikan kedua sedunia setelah Norwegia.
Syukur atas berkah hasil laut di Selat Malaka, warga etnis Tionghoa melakukan ritual gelar tradisi bakar replika Tongkang (Perahu, red). Perhelatan akbar yang setiap tahun dilakukan itu, disebut dengan Cap ge ji is atau perayaan di tanggal ke-24 di bulan kesebelas kalender Cina.
Kata Agie, acara ritual bakar tongkang di Panipahan ini jauh lebih ramai dibandingkan dengan perayaan Imlek maupun Cap Go Meh. Karena katanya, pada setiap perayaan bakar tongkang ini, hampir seluruh warga Tionghoa kelahiran Panipahan pulang dari seluruh penjuru, baik dari berbagai kota dalam negeri maupun manca negara.
"Dan keramaian dalam tradisi bakar tongkang ini, tentu mengundang nilai yang baik bagi warga setempat," ungkapnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H