Mohon tunggu...
Niko Ramandhana
Niko Ramandhana Mohon Tunggu... -

Bermakna dan Solutif\r\nn.ramandhana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Ala Indonesia

4 Desember 2010   14:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:01 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi di Indonesia sudah berjalan 6 tahun sejak pemilu tahun 2004 yang bisa memilih presiden dan wakil presiden secara langsung dan dilanjuti dengan adanya pemilihan kepala daerah(Pilkada) secara langsung pula di setiap provinsi, kotamadya, kabupaten yang memberi kesempatan warga daerah memilih gubernur, walikota, bupati secara langsung. Semarak demokrasi di Indonesia bukannya tanpa ada masalah yang menghambat, lihat saja adanya indikasi kecurangan pemilu dan pilkada mulai dari kampanye terselubung, politik uang, penggelembungan suara, sampai anarkis yang terjadi setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan kandidat yang memenangkanpemilu dan pilkada. Walaupun pemilu di Indonesia dan Demokrasi di Indonesia terbilang sukses dan dunia mengakui Indonesia dan menempatkannya di posisi ketiga sebagai negara yang sukses menerapkan sistem demokrasi. Hal ini sehingga banyak negara-negara di dunia belajar dari Indonesia dalam berdemokrasi. Hal tersebut bukan berarti Indonesia menerapkan sistem demokrasi yang katanya sukses tanpa adanya masalah, namun saat ini demokrasi Indonesia dipertanyakan dengan adanya pernyataan dari Pak SBY yang mengatakan bahwa Yogyakarta dengan sistem monarkinya bertentangan dengan sistem demokrasi di Indonesia.

Pernyataan tersebut menuai polemik rakyat Indonesia dan menyakiti perasaan warga Yogyakarta yang sedang duka akan letusan gunung merapi. Seakan-akan kerajaan Yogyakarta digoyang oleh pernyataan tersebut. Namun yang disayangkan di sini saat pak SBY tidak belajar dari sejarah Indonesia, yang dimana saat itu Yogyakarta memberikan kontribusi yang besar untuk kedaulatan NKRI seperti Dipindahkannya Ibukota Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta dan kerajaan menerimanya begitu saja, saat itu NKRI sedang krisis dan Sri Sultan Hamengkebuwono IX menggaji PNS NKRI, masuknya Kerajaan Yogyakarta ke NKRI secara sukarela, Proses penyerahan kedaulatan NKRI diwakili oleh Sri Sultan Hamengkebuwono IX, dan sudah adanya UU Daerah Keistimewahansejak zaman pak Soekarno, namun kini diusik kembali. Di saat kondisi Yogyakarta masih berduka, pernyataan tersebut dilontarkan, entah apa maksudnya, apakah ada kepentingan kelompok tertentu akan kepentingan politik dan ekonomi dalam menguasai Yogyakarta, entah apapun itu…Pak SBY kurang tepat menyampaikan pernyataan tersebut dikala dalam keadaan Yogyakarta seperti itu.

Tanpa kita sadari banyak di daerah tertentu yang bertentangan dengan sistem demokrasi yang dianut di Indonesia tapi kenapa hanya Yogyakarta saja yang dipermasalahkan? Lihat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang menerapkan hukum syariat Islam yang bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila, Adanya Majelis Rakyat Papua, Penunjukan walikota oleh Gubernur DKI Jakarta yang tidak sesuai konstitusi NKRI yaitu UUD 1945 dengan sistem demokrasiyang diagung-agungkan…sebenarnya sistem apa yang dianut oleh Indonesia? Demokrasi secara utuh kah? Atau Demokrasi kebablasan? Yang jelas inilah demokrasi ala Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun