Adikku menangis ketika aku mendapat sebuah hadiah dari ayahku. Hadiah itu diberikan ayahku karena aku mendapat ranking 3 saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Aku bingung saat mendengar tiba-tiba adikku menangis tanpa sebab.
Setelah kutelisik, dia menangis karena iri denganku yang mendapat hadiah dari ayah. Sontak alasan itu mengundang gelak tawa semua anggota keluargaku.
Aku yang kala itu sudah menginjak dewasa, mencoba untuk menjelaskan maksud pemberian hadiah itu. Dia yang kala itu berumur 6 tahun sedikit susah menerima penjelasanku. Akhirnya untuk kebaikan bersama ayahku membelikan jajanan favoritnya sebagai ganti agar dia tidak merajuk terlalu lama.
Semakin dewasa, penjelasanku dulu akhirnya dapat diterima baik olehnya. Kini dia paham, bila ingin mendapat hadiah harus bekerja keras dalam segala hal. Ya, itulah satu alasan dari pemberian hadiah sebagai apresiasi dari sebuah usaha.
Bertindak sesuai umur memang terkadang sulit dilakukan, tapi dalam usaha adikku menjadi seseorang yang dewasa hal itu patut dimaklumi. Beda lagi saat aku dengar isu hari ini yang datang dari salah satu kader demokrat, Andi Arief.
Pasca pertemuan Jokowi dengan relawannya kemarin, Andi memberi tanggapan yang kurang enak di dengar oleh telinga. Ya gimana tidak dibilang kurang enak di telinga, jika orang satu itu mengatakan bahwa Jokowi adalah pemimpin yang sedang memasuki fase bebek lumpuh.
Hanya karena salah satu penuturan Jokowi yang menyebutkan kriteria pemimpin yang betul-betul memikirkan rakyatnya hingga rambutnya memutih semua, Andi mengecam tindakan Jokowi.
Tindakan Jokowi yang menitip pesan untuk para relawannya perihal kehati-hatian dalam memilih pemimpin adalah suatu hal yang sangat wajar.
Apalagi parpol sudah pada sibuk membahas siapa capres dan cawapres usungannya nanti. Ditambah lagi beredar kabar tentang politik identitas yang sudah merebak ke suluruh pelosok negeri. Hal itulah yang menjadi kewaspadaan sang presiden.
Padahal kontestasi masih lama penyelenggaraannya. Bila politik identitas itu terus dibawa hingga hari demokrasi datang, sungguh rakyat akan pecah belah sebelum pesta demokrasi terselenggara.
Apabila hal yang tidak diinginkan itu benar terjadi, sia-sia sudah apa yang telah dikerjakan Jokowi selama ini untuk terus menjaga keutuhan NKRI.
Maka dari itu sang presiden sudah pasang badan dari sekarang. Ia terus mewanti-wanti rakyat agar berhati-hati memilih pemimpin, dan terus waspada terhadap segala macam dan bentuk kampanye yang ada.
Pernyataan yang menjadi buah bibir khalayak umum dan sasaran Andi kepada Jokowi yakni tentang tren rambut putih. Kenyataan Jokowi mendukung capres itu benar adanya.
Bahkan pemimpin yang memikirkan rakyat hingga rambutnya putih semua itu menuju pada sosok Ganjar Pranowo. Gubernur satu itu memang sangat terkenal dengan tindakan-tindakannya sebagai pemimpin yang amat peduli dengan rakyatnya.
Selain program-progam pemerintah yang menggembirakan rakyat, nyatanya sosoknya yang terkenal dengan citra apa adanya itu selalu mengundang etensi rakyat. Selalu mengundang rasa penasaran rakyat yang belum mengenalnya. Membuat banyak orang kepo, siapa gerangan?
Lalu apa yang salah dengan tindakan Jokowi ini?
Sebelumnya hal yang dipermasalahkan oleh kader demokrat itu sudah mendapat tanggapan dari salah satu pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam.
Surokim menilai apa yang dilakukan Jokowi dengan mempromosikan seorang kandidat capres ke publik adalah suatu hal yang lumrah adanya.
Hal tersebut dinilai sebagai sesuatu yang amat wajar, dan tidak melewati batas. Sebab, sebuah kepemimpinan harus berkelanjutan dan Jokowi memerlukan orang yang bisa menjaga legacy-nya.
Lagi-lagi, orang-orang Demokrat menyerang pemerintahan eranya. Setelah sebelumnya mereka melempar hal yang tidak pantas, kini hal tidak etis kembali dilontarkan oleh anggota partai mercy itu.
Padahal apa yang dilakukan oleh Jokowi itu bukan hanya ditujukan untuk Ganjar saja. Sebelumnya Kakek dari Jan Ethes itu juga telah memberikan dukungan dan petuah kepada dua partai politik yang akan mengusung ketua umumnya menjadi capres nanti.
Di sana ada Golkar dan Gerindra. Dalam acara besar Golkar, Jokowi memberi banyak petuah untuk kader pohon beringin itu agar hati-hati dalam memilih siapa bakal capresnya.
Begitu mereka meneriakkan siapa bakal capresnya, Jokowi tak sungkan lagi memberi suport kepada Airlangga Hartanto sebagai bakal capres usungan partai kuning itu.
Tak berhenti disitu, laki-laki kerempeng itu juga bertemu dengan Prabowo Subianto as Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus mantan rivalnya dulu. Dulu mereka memang rival, tapi di luar kontestasi pilpres mereka adalah kawan.
Maka sudah sewajarnya, jika Jokowi mendukung gerak Prabowo yang akan maju kembali dalam pesta demokrasi mendatang. Kebersamaan mereka pun kerap tersorot oleh publik.
Begitu pula dengan gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Dalam profesi mereka di pemerintahan, banyak event yang mempertemukan keduanya. Jadi jangan heran ketika mereka sudah sering terlihat dalam satu frame.
Apalagi Jawa Tengah selalu menjadi primadona. Entah dalam prestasi yang unggul, kerja sama dengan pihak luar yang melibatkan kehadiran sang presiden, hingga kegiatan nasional yang baru-baru ini terselenggara di provinsi padat penduduk itu.
Dari hal-hal tersebut, muncul pertanyaan yang tertuju untuk elite politik macam Andi Arif, fase bebek lumpuh yang seperti apa yang ia tujukan untuk Jokowi?
Seperti yang sudah-sudah dikatakan oleh Ganjar Pranowo, bahwa interpretasi itu banyak berdatangan. Apalagi sudah memasuki musim pra pemilu seperti ini. Rakyat bebas mengeluarkan spekulasinya.
Termasuk aku di sini. Aku menilai hal yang dilakukan Andi itu adalah bentuk kecemburuannya terhadap Ganjar Pranowo, yang kerap disebut sebagai pengganti Jokowi nanti.
Partainya dan koalisi yang dibentuknya itu jarang memperlihatkan kebersamaan dengan sang presiden. Jadi sudah sewajarnya kejelousan itu datang ketika eks tukang kayu itu berbaur dengan parpol-parpol lain, selain parpolnya dan kelompoknya.
Ya gimana bisa akrab jika Demokrat saja sering mengibarkan bendera perang kepada pemimpin negara ini. Andi sudah kesekian kalinya melempar tanggapan tidak etis kepada sang presiden.
Belum lagi ketua umum mereka, AHY, yang terus menjatuhkan pemerintah Jokowi dan membandingkannya dengan pemerintah jaman peponya dulu. Dan lagi ketika peponya AHY, eks presiden RI, SBY, yang juga ikut melemparkan fitnah jahat kepada sang presiden.
Hal tersebut tidak akan pernah dilupakan oleh eks Walikota Solo itu. Syukur-syukur Jokowi tidak pernah membalasnya, hanya membiarkannya seperti angin lewat saja.
Entah sampai sekarang benarkah koalisi yang digagas mereka sudah mendapat restu dari Jokowi atau belum. Apa namanya? Koalisi yang kemarin mau dideklarasikan tapi batal karena banyak gonjang-ganjing itu lho....
Oh iya namanya Koalisi Perubahan. Capresnya dari Nasdem, Anies Baswedan. Sampai sekarang belum ada singgung-menyinggung dari Jokowi perihal rencana politik mereka yang terus berubah.
Oh iya, dinamis sebutannya. Betul apa kata mereka, politik memang dinamis. Tapi nyatanya belum ada kepastian dari mereka sampai sekarang. Boro-boro sibuk dengan kepentingan rakyat, mereka malah sibuk diskusi dan debat.
Arahan Jokowi untuk mengurus kepentingan rakyat saja tidak digubris oleh mereka. Jadi mereka hanya menggubris sesuatu yang bisa dijadikan huru-hara saja, sebagai bahan untuk memprovokasi rakyat. Ya, seperti saat ini.
Lalu tujuannya apa? Tentu saja untuk menaikkan elektabilitas mereka.
Okelah jika begitu, biarkan mereka terus berbuat kranjingan seperti itu, nanti juga kena tulahnya sendiri. Pak presiden urusannya banyak, nggak guna bangetkan ngurusi hal nggak penting seperti itu.
Karena kejujuran itu banyak bolonya. Buktinya masih banyak mereka yang berpikir rasional di tengah banyaknya huru-hara yang bertebaran. Tetap waspada dan hati-hati karena fitnah dan fakta itu beda tipis, hoax pun sudah menjamur dimana-mana.
Nikmatul Sugiyarto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H