Ndelosor sejenak merebahkan kaki di sela-sela hecticnya acara adalah kebiasaanku saat menjadi panitia kegiatan. Mataku terus pasang badan mencari kawanku yang membawa buntelan es teh manis hasil curi waktu di kantin.
Setelah berhasil membasahi kerongkongan dengan segarnya minuman sejuta umat itu, aku mulai bergegas lagi.
"Ayo kerja, nanti kalau acara selesai dengan lancar dan berjalan keren kan yang bangga kamu dan temen-temen juga", peri di dalam diriku terus membangkitkan semangat untuk menuntaskan acara.
Hilir mudikku dan teman-teman harus memastikan apa yang kurang, apa yang diperlukan, bagaimana kondisi lapangan, kondusif atau tidak acara yang sedang berlangsung. Dan yang terakhir memastikan semua berjalan sesuai rundown acara.
Kalau nggak sesuai nangis banget dong sie acara, yang sudah menyusun kegiatan sedemikian apiknya tapi akhir-akhirnya tidak terpakai. Belum lagi kalau ajuan proposal tidak disetujui karena susunan acaranya dirasa belum pas, sie acara sebagai plannernya rundown kena omel si pembuat proposal.
Revisi proposal kegiatan yang kami ajukan tidak hanya satu atau dua kali. Berkali-kali sampai kita judeg, ada aja yang dikoreksi, entah dari konsep, rundown, hingga anggaran dana. Seperti itulah kami penyelenggara kegiatan di sekolah, kerjanya tidak pas hari H nya saja, pra acara pun sudah mulai bikin gedeg juga.
Justru hari H itulah kemenangan kita, acara bisa terselenggara, tugas selanjutnya saja yang harus dituntaskan dengan cantik dan rapi. Tiba di penghujung acara dan berakhir pada penutupan, riuh kehebohan terlontar dari mulutku dan kawan-kawan.
Buru-buru kami menuju ruang panitia, menggeletakkan badan di sembarang lantai ruangan dengan mengibaratkan kasur empuk berhasil kami praktekkan. Wuah rasanya badan pegal semua, sudah seperti habis dikeroyok massa saja.
Tidak berlangsung lama, sie konsumsi menjalankan perannya, mereka membawakan botol-botol dingin dari kulkas sponsor ship.
Apa itu? Teh botol sosro, bukan lagi es teh plastikan dari kantin. Elite sedikitlah, bilangnya apresiasi nih buat kerja kita, es tehnya yang berkelas dikit biar tambah semangat buat bersih-bersih.
Sontak tawa memenuhi ruang panitia, ya bagaimana tidak, kalau ada udang di balik batu, dikasih teh botol sosro sebagai iming-iming buat bersih-bersih. Teh botol memang hebat ya, dia berhasil menjadi primadona, yang memberi kenikmatan penggemarnya.
Berbicara tentang kinerja kami para panitia bisa saja dilemparkan kepada para EO (Event Organization). Tapi demi pengalaman besar yang kesempatan yang jarang kami jumpai, tidak perlu mereka pun kami bisa membuat acara yang besar dan tak kalah meriahnya.
Bekerja tanpa bantuan mengingatkanku pada cerita-cerita pejabat dalam menjalankan pemerintahan. Sebut saja Ganjar Pranowo yang namanya saat ini menjadi santer sebagai capres idaman rakyat.
Dalam menjalankan amanah besarnya sebagai pemimpin Jawa Tengah, tidak perlu tim yang menghabiskan anggaran berjeti-jeti untuk menggajinya tiap bulan. Baginya amat disayangkan jika uang berjumlah besar dihabiskan hanya untuk membayar upah mereka yang tinggi.
Sudah biarkan mereka bekerja untuk orang lain saja, Ganjar lebih leluasa jika uang itu dipakai untuk rakyatnya. Seperti pembuatan embung yang baru-baru ini dilakukan sang gubernur.
Bukan lagi melalui proposal yang berserakan di mejanya, boro-boro mau nge-ACC isinya saja sudah banyak nylenehnya. Salah satu progam besarya ya pembuatan embung ini.
Targetnya hanya 1.000 buah saja, tapi realisasinya melebihi target. Kali ini bukan kelebihan bayar ya kawan-kawan, tapi kelebihan target yang justru menguntungkan rakyat.
Embung yang diinisiasi oleh gubernur satu itu, tidak hanya berguna untuk pengairan sawah saja. Penggunaan air oleh warga dan tempat aliran air hujan untuk meminimalisir banjir adalah manfaat dari embung-embung itu.
Kalau sudah seperti ini, wajar bukan kalau embung disebut sebagai wadah yang multifungsi? Pengusungnya saja multi talent, apalagi produk inisiasinya, multi fungsi dong.
Bukan hanya sekedar nggedebus kalo kata orang Jateng, Ganjar mewujudkan embung-embung itu semata-mata agar kebutuhan rakyat terpenuhi. Supaya mereka ini tidak kesulitan dalam mendapatkan air, mengingat air adalah kebutuhan manusia.
Pejabat satu itu memang berbeda dengan yang lain. Satu contohnya capres sekarang ini yang sedang terobsesi dengan kursi presiden incerannya. Ya tidak lain dan tidak buka dialah Anies Baswedan. Obsesinya untuk menjadi orang nomor satu di negara ini sudah ada dari jauh-jauh hari, bahkan bulan ataupun tahun.
Anies yang menginginkan jabatan tinggi untuk kepentingan berkuasa dan bermain duit dengan para kawanannya membuatku terus membandingkan dengan gubernur berambut putih satu itu.
Kalau kata Farel "Ojo dibanding-bandingke" tapi gimana semestinya saja, kita rakyat, memiliki andil besar dalam menilai mereka yang di atas.
Jadi sangat wajar jika perbandingan itu terus banyak dilakukan oleh kami, apalagi dua tokoh tersebut memiliki banyak hal yang bertolak belakang. Seperti yang baru-baru ini terjadi.
Ganjar sudah lama mendapat dukungan nyapres di DIY, bahkan mereka menggelar do'a dalam kirab budaya di bunderan tugu Jogja.
Warga DIY berbondong-bondong melakukan do'a sebab mereka merasakan langsung bagaimana kebaikan Ganjar sebagai wakil rakyat. Kala itu ia memiliki kontribusi besar dalam mempertahankan undang-undang keistimewaan Kota Yogyakarta.
Pak Gubernur tidak meminta do'a apalagi restu nyapres kepada mereka, tapi mereka yang beriktikat baik sendiri untuknya. Beda lagi dengan Anies Baswedan yang baru-baru ini menghadiri pendeklarasian dukungan nyapresnya di kota pelajar itu.
Kehebohannya menembus ke pendukungnya yang lain dengan menggembar-gemborkan PPP dan organisasi naungannya, Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK) sebagai tim pendukung Anies nyapres dari Jogja. Dari sini sudah mulai janggal sih, rasa penasaranku terbayar saat berita terbaru muncul.
Kebenaran terungkap, ternyata orang-orang yang beratribut identik dengan PPP dan GPK itu bukan menyuarakan dukungannya untuk Anies. Tentu dukung-mendukung capres satu itu ditolak mentah-mentah oleh dua kubu tersebut.
Manipulasi apalagi ini Pak Anies? banyak sekali huru-hara yang mengelilingimu. Yang beginikah mau jadi presiden 2024, wahai rakyat? Anies bukan hanya manipulatif, dia juga terkenal dengan keserakahannya.
Jika Ganjar bekerja untuk rakyat, Anies tidak, ia terbukti mengabaikan rakyat. Anies memang sudah terobsesi menjadi penguasa, keserakahannya sudah nampak dari awal jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta. Buktinya ia lebih mengutamakan proyek Formula e nya daripada harus turun tangan mengatasi putus sekolah yang tinggi di DKI.
Berbicara tentang pekerjaan yang menunjang keserakahan, mengingatkanku tentang statemen-statemen Ganjar yang disampaikan di publik. Sosok Jangkung itu mengungkapkan rasa bungahnya, rasa syukurnya tak henti-henti ia panjatkan kepada Sang Pencipta.
Dalam perjalanan karirnya dia mendapat kesempatan besar dan langka. Menjadi penyambung lidah rakyat sebagai mahasiswa, beralih menjadi wakil rakyat sebagai anggota DPR RI, dan saat ini bertransformasi menjadi pemimpin rakyat Jateng.
Ia memang memiliki previlage tersendiri dengan rakyat, tapi ia mengingatkan kepada orang-orang di luar sana bahwa mengabdi untuk bangsa negara tidak harus berhubungan dengan profesi kita saat ini.
Seperti teh sosro yang memiliki slogan "apapun makanannya, minumnya teh botol sosro", begitu pula dengan apa yang digaungkan gubernur satu itu "Apapun Kerjanya, Minumnya Rasa Syukur"
Dalam syukur yang dipanjatkan kepada-Nya, ia amat berterimakah atas pemberian kesempatan langka untuk bersinggungan langsung dengan rakyat yang merupakan bagian besar dari bangsa dan negara ini.
Maka dengan izin-Nya pulalah rakyat berharap Ganjar akan menjadi pemimpin kembali, bukan hanya untuk satu provinsi tapi juga bertanggung jawab untuk menaungi 38 provinsi di Indonesia.
Nikmatul Sugiyarto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H