Mohon tunggu...
Nikmatul Sugiyarto
Nikmatul Sugiyarto Mohon Tunggu... Tutor - Tutor

Berekspresi tanpa batas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Resepsi Elite Politik dan Gojekan Kere

19 Oktober 2022   17:33 Diperbarui: 19 Oktober 2022   17:39 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : detiknews.com & tribunnews.com

Cerita datang dari mudi-mudi desaku, beberapa pemudi sedang menempuh pendidikan di dunia perkuliahan. Tak sedikit dari mereka yang kurang beruntung juga, harus merelakan waktunya untuk bekerja demi hadirnya nasi yang mengisi perut keluarganya.

Saat malam minggu tiba mereka keluar bareng, kebetulan sekali para pemudi yang ikut dalam acara nongki di malam minggu itu, mayoritas anak kuliahan, satu anak yang tidak meneruskan pendidikannya di bangku kuliah.

Yang lain mencoba ngobrol apa yang lagi ramai dibincangkan publik, tapi ada satu anak yang getol banget menceritakan circlenya di kampus, cerita anak kuliahan begitu. Aduh, yang minoritas di situ bagaimana, tidak masuk dalam pemikiran si anak kuliahan satu itu. Kawan lain langsung membelokkan arah, agar tidak membuat tersinggung kawannya yang bukan dari kalangan mahasiswa.

Bukan masalah pemikiran bodo amat atau meremehkan seseorang yang baperan atau gampang tersinggung, tapi lebih ke menjaga hati dan tentunya tahu tempat. Sedang melepas penat, obrolannya seharusnya juga yang santai ngapain bawa circle pertemanan di kampus. Jatuhnya malah norak, berlebihan, dan makian lainnya, tentu geram itu hanya ada dibatinku. Kalau sampai keluar dari bibir manisku, jadi adu mulut dong. 

Ingatan tentang sadar tempat dalam memilih topik obolan itu mencuat saat baru-baru ini dunia politik sedang digemparkan dengan kehadiran para elite politik di pesta resepsi dari anak Ketua PKS, Salim Segaf Al-Jufri. Tamu undangan datang dari berbagai kalangan, tua-muda, kaya jelas, semua tamu undangan datang dari kelas elite, termasuk para elite politik yang duduk di meja yang sama.

Ada Surya Paloh, Pak Yudhoyono beserta anaknya Agus Harimurti, Jusuf Kalla, dan Anies Baswedan. Para elite politik yang berada dalam satu meja itu berhasil menjadi pusat perhatian tamu undangan. Bukan lagi pengantinnya yang menjadi artis dan aktor dalam resepsi itu, namun kawan-kawan dari ayah mereka.

Tak sedikit dari tamu undangan memotret kebersamaan mereka yang tertata rapi dalam lingkaran meja resepsi. Yang tak kalah menjadi senter dari keberadaan mereka adalah obrolan mereka yang tidak jauh dari politik, tentu dong event terdekat negara kita apalagi kalau bukan pesta demokrasi 2024.

SBY dan JK sebagai tetua yang memiliki pengalaman nyapres  sebelumnya, mungkin akan memulai bahasan krusial itu. Tentu tokoh yang akan diusung adalah Anies dan AHY. Namun keyataannya Nasdem dan Demokrat tidak bisa maju tanpa adanya partai koalisi, sehingga PKS lah yang akan digandeng elite politik itu.

Surya Paloh pun mendampingi capres usungannya dalam memilih cawapresnya, sehingga dalam lingkaran politik itu, yang menjadi sasarannya ialah yang punya gawe, si tuan rumah yang menyelenggarakan resepsi anaknya, ya Pak Salim Segaf Al-Jufri. Demi masa depan Paloh dan SBY mendesak Pak Salim untuk ikut serta dalam peresmian Anies dan AHY sebagai capres dan cawapres mendatang.

Ya katanya sih politik itu dinamis, jadi untuk sementara begitu dulu, bilangnya demi negara, demi rakyat Indonesia. Sampai-sampai tempat resepsi yang biasa digunakan untuk memberikan do'a dan keikutsenangannya atas pernikahan sang pengantin, sekarang beralih fungsi sebagai pagelaran diskusi para elite politik tentang pilpres 2024.

Anies and the genks memang selalu buat kelucuan. Sabar ya mas-mbak pengantin, bapak-bapak elite politik lagi kekurangan tempat jadi sekalian numpang tempat dengan dekorasi cantik pesta pernikahan kalian. Aduh parah ya mereka ini, ruang mewah nan megah milik mereka saja banyak, harus banget gitu bahas pilpresnya di resepsi anaknya Pak Salim.

Beda lagi ketika satu tokoh politik yang sedang sibuk melepas penat macam Ganjar Pranowo. Ganjar menyambangi Kota Gudeg, kotanya dulu menimba ilmu, kali ini niatnya hanya nongkrong dengan kawan-kawan lamanya, yang juga seniman dan kawan-kawan aktivis Jogja. Dalam kunjungannya itu Ganjar diajak keliling oleh sang seniman, Mas Butet, memamerkan hasil karyanya.

Layaknya kurator, Butet menguraikan masing-masing dari lukisannya yang terpampang dalam dinding. Tiba saatnya bersantai di rumah si seniman, Ganjar dan kawan-kawan bercerloteh ringan, ditemani dengan sruputan kopi yang menjadikan suasana syahdu beserta dendangan asik dari mas gimbal.

Diiringi gitar si gimbal menyuarakan lirik yang dikarangnya di hadapan gerombolan kawan-kawannya, namun kali ini liriknya dibuat khusus untuk tamu khususnya. Terdengar saut-sautan kawan-kawan aktivis, saat lirik "Ganjar siji, Ganjar kabeh" kompak disuarakan oleh mereka.

Tentu dengan guyonnya Ganjar menghentikan agar tidak dilanjutkan lagi. Dirinya mengatakan takut kejauhan nanti liriknya, sontak riuh gelegar tawa menghiasi rumah Butet. Belum lulus sensor ya pak lirik lagunya? Ganjar tidak ingin acara kumpul-kumpul asik mereka dibaluri dengan politik, nanti baunya jadi gosong-gosong gimana gitu.

Jadi amannya mereka tetep ngobrol ngalur ngidul bernostalgia tentang jamannya mereka dulu. Sosok rambut putih itu paham waktu, dimana dia harus membahas politik, dan dimana dirinya harus berbicara tentang dunia kerjanya. Ya, seperti itulah harusnya kawan-kawan, kudu bisa mengontrol diri.

Dua kontradiksi dia atas aku tahu mana orang-orang politik yang pandai menempatkan diri, tahu situasi dan kondisi, dan tentunya tahu tempat dimana mereka sedang berada. Ada kalanya kita harus melepas status, jabatan, saat berada di circle yang beda.

Persis halnya dengan mudi-mudi yang sedang malam mingguan itu, apa yang perlu mereka lontarkan cukup yang sama dan umum mereka tahu saja, no more, nggak elok kalo bahasannya ketinggian, menghormati teman yang beda tugas dengan kitakan lebih ajib. 11-12 bukan dengan tokoh-tokoh politik di atas, sama-sama sedang di lingkaran meja, ngobrol asik dengan bahasannya masing-masing, tapi mbok yo tahu sikon gitu, lho.

Nikmatul Sugiyarto 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun