Tegang : Welcome to Abmisibil,Okbibab, Pegunungan Bintang
Pegunungan Bintang.bagi yang belum tau wajar, karena itu juga saya alami. Dan baru ngeh ketika menginjakkan kaki disana. Mbah google yang menjadi andalan tidak membantu banyak. Hanya beberapa artikel yang mengulas, itupun cuman sekilas. Yang pasti kabupaten Pegunungan masih Indonesia kok. Terletak di provinsi papua dan K\abupaten yang menjadi garis terdepan bagian timur NKRI yang berbatasan langsung dengan PNG.
Ke mana mata memandang hanya ada hamparan hijau serta lekukan gunung. Tidak salah jika disebut dengan kabupaten Pegunungan Bintang. 90 % lebih terdiri atas gunung dan pegunungan. Ketinggian rata rata diatas 2000 mdpl. Termasuk rangkaian pegunungan tengah Papua. Bisa ditebak suhu didaerah ini, dingin abiz pokok. Awan kabut sudah tak terpisahkan. gumpalan awan di sudut-sudut pegunungan seolah sedang bertengger di puncaknya. Menjadi menu khas yang semakin membuat mama mama papua untuk merapat di tungku…dingin sudah jadi santapan setiap hari.
SM3T kami adalah angkatan ke 3. Tapi kami adalah angkatan pertama yang dikirim ke Kabupaten Pegunungan Bintang. Salah satu kabupaten baru yang menjadi tujuan pengabdian. 39 mahasiswa fresgraduate dari berbagai lulutan PTN dan PTS mendapat tugas di kabupaten pecahan Jayawijaya ini. Kami akan disebar ke 6 distrik “termaju” di kabupaten tersebut.
Distrik yang dimaksud adalah Iwur, Okbab, Okbibab, kiwirok, Borme dan Okaom. Tangisan bupati saat penyambutan selamat datang menjadi bukti betapa dipundak kami tersemat pesan, bahwa tugas kami untuk pengabdian di pedalaman Papua akan segera dimulai. Distrik Okbibab dengan ibukota Abmisibil Kabupaten Pegunungan Bintang, itulah nama daerah yang tercantum di SK bupati yang akan menjadi “rumah” selama setahun kedepan. Aku ditempatkan di distrik tersebut Bersama 6 sahabat baruku. Mereka adalah Farid Dinar K jurusan BK, Oscar N. Nanga jurusan Olahraga, Andreawan R. Hidayat jurusan Sejarah ,Nefi R jurusan HKn, Lukhi RDS dan Khurin’in jurusan PGSD.
Dari oksibil ibukota kabupaten Pegunungan Bintang ke distrik Okbibab bisa ditempuh dengan dua cara. Jalan kaki sehari semalam (kaki orang pedalaman Papua), atau naik pesawat kecil. Hingga saat ini seluruh pelayanan di wilayah ini hanya dilakukan dengan transportasi udara, menggunakan pesawat kecil jenis Cessna, Pilatus, Twin Otter, Cassa dan itupun sangat tergantung pada perubahan cuaca yang sering berkabut. Tak seberapa lama, hanya sekitar 10 sampai 25 menit perjalanan melalui udara. Tergantung situasi dan kondisi. Jika bukan pilot yang sudah mumpuni dan berpengalaman terbang di wilayah pedalaman maka perlu berpikir 2 kali kalau ingin mendaratkan pesawat di lokasi itu.Pasalnya, panjang landasan di bandara perintis itu hanya sekitar 400-600 meter dengan ujung landasan yang berupa jurang. Sementara bagian ujung yang lainnya agak menanjak sehingga bisa menghambat laju pesawat ketika mendarat.
Para penumpang yang sudah biasa menaiki pesawat perintis tentu tak akan waswas. Namun jika pertama kalinya menyambangi daerah pedalaman harus menyiapkan energy lebih untuk mengendalikan hormone pemicu jantung copot. Tubrukan antara pesawat dengan awan plus kabut. Terbang rendah sehingga kita bisa melihat bawah. Jangan kaget yang terlihat hanyalah hijau gelap lebatnya hutan. Sesekali akan tersembul gunung dan lembah yang kadang membbuat ngeri. Atau kelokan sungai yang begitu besar dan panjang seperti ular. Atau lereng gunung yang ndak kelihatan ujungnya saking tinggi…sungguh….darah terasa dipompa oleh jantung lebih kencang.belum lagi yang terakhir kontur landasan juga tak mulus. Jangan mengharap bandara aspal.Sebagian besar berbatu dan sesekali anjing atau babi juga melintas dan membahayakan ketika landing atau take off. Selamat datang buat olahraga jantung gratisan. Inilah sambutan pertama yang saya rasakan ketika menginjak tanah pengabdian.
Bandara abmisibil, distrik Okbibab
24 September 2013, itulah tanggal bersejarah pengabdian ku dimulai. Turun dari pesawat dengan shock yang menemani serta dingin yang menggerogoti tulang tidak menghalangi rasa kagumku pada alam ciptaan Tuhan yang eksotis pake banget. Ratusan siswa mulai dari TK,SD, SMP dan SMA dan puluhan masyarakat sudah menanti berjajar di pinggir bandara beralaskan rumput. Sambutan dan sorak sorai mereka membuat ku terharu. Sanggat membekas dalam ingatan sosok guru tinggi besar langsung menyalami kami satu persatu dengan senyum lebarnya. Baru setelah itu kutau nama beliau adalah pak Hans SeranTae. Guru SMP N Okbibab yang menjadi “bapak angkat” kami. Bismillah torehan sejarah dalam membangun negeri abmisibil segera di mulai
Foto bareng pilot yang mengantar ke abmisibil dengan selamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H