Mohon tunggu...
Nikmat Jujur
Nikmat Jujur Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Hanya Selingan

Anak jalanan tak pernah ngecap Pendidikan.... masih belajar nulis.... sekalipun banyak Cercaan mungkinnya ... tapi aku pingin nulis selalu.... tanpa ragu.... Putera Timur Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kapankah Negara Kita Punya Budaya Hidup Bersih? Menunggu Tumbuhnya Gigi Ayam

3 Mei 2016   14:03 Diperbarui: 3 Mei 2016   14:24 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Manusia makhluk perasa karena itu manusia tak luput dari belenggu rasa alias setiap saat detik menit di hidup hanya ada rasa, utama sekali merasakan hentakan nafas hidupnya setiap detiknya. Manusia tanpa rasa adalah mati bertopeng hidup, mengapa karena hidupnya cuman tempelan tapi aslinya telah mati. Mana mungkin demikian? Kenapa tidak mungkin, fakta berbicara banyak dari kita jelas pasti pernah merasakan langsung atau tidak akan hal tersebut.

Fakta kecil sederhana; awal akui dulu ukuran jelek itu relatif tapi ada jelek berkapasitas universal. Buang sampah disembarang tempat adalah kebiasaan jelek, mengapa sih masih banyak dari kita seakan tidak punya rasa apapun saat menggunakan KM/WC umum sekalipun telah disediakan wadah tertentu sebagai tempat pembuangan sampah, bahkan jelas tertulis tempat sampah, masih saja sampah dibuang asalan di dalamnya.

Sekitar tiga harian lalu saya sempat menggunakan Kereta Api (KA) Kertajaya dari kota Pekalongan tujuan  Jakarta. Kebelet  pipis lantas menuju Toilet, sangat disayangkan toilet istimewa kok dipenuhi tissue sampah lain di pinggiran closed. Saya lantas perhatikan lagi apa memang tak ada tempat sampah sehingga banyak penumpang pada ngaur buang sampah? Ternyata tidak kok tempat sampah disediakan, tapi tempat sampah belum penuh pinggiran toilet hampir penuh.

Sorry sebelumnya saya perhatikan lagi kira-kira siapa sih banyak menggunakan toilet, setelah diperhatikan kelompok wanita/ibu-ibu. Pikir saya kok wanita sekian banyak sedemikian kemprohnya sih, apa mereka-mereka tak punya rasa, lantas rasa mereka kemana dan dimana perginya.

Hemat saya sih seharusnya banyak wanita berpenampilan aduhai bisa jadi berprilaku hidup bersih aduh hai pula, tapi nyata bukan demikian justru sebaliknya. Tapi mau diapa juga label masing-masing adalah berbeda tak mungkin kita melabeli sesama dengan label kita, positive think saja sih.

Pikir kembali saya kok bisa, sekian banyak manusia pengguna jasa KA jelas-jelas milik Negara, milik bersama pula wajib dijaga dan dipelihara kok diacuhkan seakan tak berperasaan sedikitpun. Apa mungkin pemikiran mereka cuman “sebentar juga akan ada yang membersihkan (Cleaning Service)”. Itu saya sih….apa mungkin “mentang-mentang bayar hingga berlakunya kayak kentang gitu”. Memang sulit mempersoalkan hal tersebut karena kesadaran diawali Top Think beliefadalah relatif mau diapa juga yang demikian.

Merubah prilaku itu bukan susah, sangatlah mudah cuman butuh proses. Proses itupun butuh usaha dan kerja keras menyadarkan dan merubah hal-hal kecil dari diri sendiri dulu, sehingga kalau berhasil  dirubah barulah bisa diikuti dengan sekian banyak di dalam KA tersebut mengapa karena latarbelakang berbeda untuk disamakan bukanlah hal mudah. 

Yang bisa hanyalah sabar menungggu warga bangsa terutama penumpang KA sadar bahwa buang sampah ditempatnya adalah perbuatan terpuji di dunia akhirat. Barulah toilet KA jadi toilet berkelas, padahal jika diperhatikan fasilitas yang disediakan cukup lumayan sih.

Memang kalau diperhatikan toilet di KA dengan di pesawat terbang sih tak jauh beda kondisi itu juga karena kadang masih ada sampah tissue yang berserakkan akibat oknum tak punya rasa. Kalau di lokasi bandara sih kelihatannya agak mending karena CS stay, tapi kalau CS tak stay yakin saya kondisinya pastilah lebih buruk dari di KA. Kalau sepanjang saya pernah menyinggahi bandara yang terhitung lumayan terjaga kebersihan hanyalah Bandara Hasanuddin Makassar. Itu hasil pengamatan dan perbandingan antar bandara yang pernah saya singgahi sih, Entah ada tanggapan lain nantinya terserahlah gimana, jangan sampai Juanda, Ngurah Rai, apa Soeta.   

Kebersihan sebenarnya tidaklah mahal amat sih. Kalau saja semua disertai kalau sih, rasa yang sama di antara kita telah ada, rasa apa itu? Jelas rasa malu, rasa ingin-ingin bersih, sehat, nyaman, berwibawa. Berarti harga menjaga kebersihan tak semahal harga memunculkan rasa pastinya. Jelaslah demikian karena untuk menyadarkan bangsa akan budaya hidup bersih itu seperti ini dan itu adalah bukan sulit saja sukar juga susah kalau seandainya waktunya kapan dipertanyakan. Saya boleh katakan kalau saja ayam bisa bertumbuh giginya kita tunggu saja kapan kira tumbuhnya itulah saatnya akan muncul kesadaran bangsa akan budaya hidup bersih……hehehehehhe…..

“Bersih itu suci, nyaman, tentram dan bahagia”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun