Tak terasa sebentar lagi tanggal 17 Agustus 2021 yang tentunya menjadi hari yang spesial bagi warga negara Indonesia. Yah benar, hari kemerdekaan Indonesia yang ke-76. Hari yang dimana orang-orang menyambutnya dengan mengibarkan bendera merah-putih di depan rumahnya, membuat segala pernak-pernik yang unik atas kehadirannya, memasak masakan spesial untuk keluarganya. Hari yang membuat senyum orang yang sedih, membuat lapang bagi yang merasa sempit, membuat cerah langit dunia dari gelapnya masa kelam yang asap hitam  menutupi cerahnya sinar matahari akibat peperangan meletus disana-sini, dan rasa pedih yang semakin menjadi-jadi ketika satu-persatu pejuang gugur mendahului.
Tentunya setiap orang memiliki cara untuk merayakannya. Ada upacara, pawai, tasyakuran, pengajian, do'a bersama, perlombaan panjat pinang, makan kerupuk, balapan egrang, dan sebagainya. Walaupun di tengah susahnya hidup selama pandemi, tetapi kebanyakan orang akan merayakannya pasti dengan rasa senang dan gembira. Namun, edukasi tentang perjalan perjuangan para pahlawan dan mujahidin untuk meraih kemerdekaan sering ditinggalkan. Sehingga, banyak anak-anak dan para pemuda tak mengetahui apa dibalik hari yang menyenangkan dan menggembirakan ini. Hal itu bisa diketahui ketika mereka memilih merayakannya dengan kumpul kebo, jalan sama pacar, main dan merayakannya dengan hal-hal yang tak berguna, atau bahkan mereka bermaksiat dengan senang gembira tanpa ingat dengan Sang Pencipta.
Padahal, hari itu adalah hari dimana kakek, nenek, dan para pejuang telah merasakan kepedihan, ketika orang-orang berjatuhan dari hujaman peluru untuk menghapuskan penjajahan. Dan apakah para pejuang yang telah gugur ingin melihat anak keturunan yang hidup tenang dan nyaman bermaksiat kepada Sang Pemberi anugerah kemerdekaan? Tentu saja tidak. Hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan akan sejarah perjuangan kemerdekaan. Maka dari itu, saya mengajak para pembaca untuk mengenal perjalanan perjuangan kemerdekaan Indonesia, untuk menghadirkan rasa syukur kita kepada Sang Pencipta atas nikmat-Nya kemerdekaan negeri kita.
Cerita ini dimulai ketika pada zaman Renaisans , terjadi perkembangan pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, seperti revolusi industri dengan ditemukannya mesin uap untuk kapal laut. Dengan ditutupnya jalur perdagangan setelah konstantinopel berhasil ditaklukan oleh Kekaisaran Turki Utsamani pada tahun 1543 M yang merupakan penyebab datangnya bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia melalui jalur laut sekitar tahun 1500 M yang memiliki tujuan untuk mencari rempah-rempah. Dan negara yang menduduki Indonesia adalah :Portugis, Inggris, Sepanyol, dan Belanda. Setelah melihat kekayaan alam Indonesia yang begitu banyak, maka mereka memiliki tujuan lain selain mencari rempah-rempah, yaitu 3G (gold yaitu kekayaan, glory yaitu kekuasaan, gospel yaitu menyebarkan ajaran nasrani).
Singkat cerita, negara-negara tersebut berhasil menduduki Indonesia. Seperti Portugis dan Sepanyol yang berhasil menduduki Maluku dan Inggris yang bisa menduduki Banten. Pada tahun 1598, untuk yang kedua kalinya Belanda mendatangi Banten dan bisa menguasai perdagangan di daerah tersebut, karena pada saat kedatangan pertama mereka diusir akibat karakter mereka yang kasar. Kemudian, Belanda mendirikan perusahaan dagang yang bernama VOC pada tahun 1602 M . Pada tahun 1605 VOC berhasil meruntuhkan benteng Portugis di Maluku yang menjadikan jalan penjajahan kolonialisme di Indonesia selama tiga setengah abad yang akan datang.
Pada mulainya persaingan terjadi diantara pedagang Belanda. Pemerintah Belanda ingin menyatukan para pedagang tersebut. Sehingga pada 20 Maret 1602 dibentuk VOC (vereenig Oostindische Compagnie) atau Kongsi Dagang Belanda yang diprakarsai oleh Prints Maurits. VOC dikelola oleh tujuh belas pengurus pusat yang disebut Heeren Zeventeen yang sekaligus sebagai penanam saham. Tujuan VOC sebenarnya untuk menghindari persaingan antara sesama pedagang Belanda, pedagang Belanda dengan pedagang Eropa, serta untuk memonopoli perdagangan di Nusantara. Namun dengan seiring berjalannya waktu, VOC menjadi wakil pemerintahan Belanda di Indonesia.
VOC juga berperan di bidang politik, ekonomi, dan militer. VOC memanfaatkan konflik pribumi untuk memperluas daerah kekuasaan, misalnya Meminta Sultan Hasanudin untuk menyerah dengan melakukan perjanjian Bongaya. Begitu juga VOC melakukan contingenten (penyerahan pajak berupa hasil bumi), menerapkan verplichte leverantie (penyerahan wajib hasil bumi sesuai dengan harga yang sudah ditentukan) , dan melaksanakan preanger telsel (kewajiban bagi rakyat untuk menanam kopi). Akhirnya, secara resmi pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan karena banyak faktor. Misalnya, penetapan Raja Willem IV sebagai pemimpin tertinggi, terlilit banyak hutang, anggaran yang membludak akibat penerapan sistem feodalisme, dan pegawai yang korupsi dan hidup mewah.
Bubarnya VOC bukan berarti bubarnya kolonialisme di Indonesia. Pada tahun 1800-1811 Indonesia di bawah kekuasaan Republik Bataaf. Republik Bataaf dibentuk ketika Perancis menguasai Belanda setelah Kaum Patriot menyerang Belanda karena hendak menjadikan Belanda negara kesatuan. Pembentukan Republik Bataaf dipimpin oleh Louis Napoleon yang kemudian mengambil alih kekuasaan VOC di Indonesia. Kemudian Louis Napoleon mengutus Deandels untuk memimpin Indonesia yang kemudian digantikan Janssens pada tahun 1811 untuk mempertahankan tanah Jawa dari serangan Inggris. Namun Janssens tidak bisa menahan serangan Inggris pada tanggal 4 Agustus 1811 di Batavia. Kemudian meminta bantuan untuk melakukan perlawanan dengan Inggris, namun usaha tersebut belum mampu menghentikan serangan Inggris. Dan diakhiri dengan Perjanjian Tuntang pada 18 September 1811 yang berisi pengakuan kekalahan Belanda dan penyerahan tanah Jawa kepada Inggris.
Inggris berkuasa hanya 5 tahun yang dipimpin oleh Raffles yang kemudian di gantikan Jhon Fendal pada 1815 . Pada 1816 tanah Jawa direbut kembali oleh Belanda yang menjadikan Belanda berkuasa di Indonesia selama dua setengah abad.
Masyarakat Indonesia semakin sengsara kehidupannya tatkala Belanda menjajah kembali dengan sistem culturstelsel atau tanam paksa sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah krisis ekonomi yang menimpa Belanda dan negara jajahannya pada awal masa kekuasaan Belanda tahun 1816. Sehingga pribumi harus melakukan kerja rodi. Yang pada intinya masyarakat Indonesia diperbudak oleh Pemerintah Belanda. Begitupun banyak penyelewengan ketentuan-ketentuan yang diberlakukan pada sistem tanam paksa.
Sistem tanam paksa mampu memperbaiki perekonomian Belanda. Hal ini bisa dilihat ketika Belanda mampu melunasi hutang-hutang VOC dan mendirikan benteng-benteng. Namun dalam pelaksanaannya sangatlah tidak manusiawi dan melanggar HAM. Secara perlahan sistem tanam paksa dihapus dan digantikan dengan sistem ekonomi liberal melalui penyerahan kegiatan ekonomi pada pihak swasta. Namun sistem ekonomi liberal juga bukanlah solusi, karena masih menyengsarakan rakyat. Pemerintah Belanda terus berusaha untuk memperluas daerah kekuasaanya dengan mengurangi tanah-tanah milik kerajaan. Sehingga pendapatan semakin kecil dan kas kerajaan cepat habis, karena sumber pendapatan diperoleh dari pungutan pajak wilayah yang dikuasai, serta diperoleh dari uang ganti Pemerintah Kolonial Belanda atas tanah perluasannya. Oleh karenanya, untuk mencukupi pembiayaan aparatur kerajaan, maka rakyat dibebani pajak yang semakin banyak. Rakyat semakin menderita dengan sistem multi pajak dari pungutan tersebut.
Dengan semakin berkurangnya wilayah kekuasaan kerajaan, maka kedudukan dan wibawa kerajaan semakin merosot, sedangkan di pihak lain pemerintah kolonial semakin kuat. Hal ini dibuktikan dengan terpecahnya Kerajaan Mataram menjadi empat kerajaan, yakni Kasunan, Mangkunegaran, Kasultanan, dan Pakualaman. Perpecahan tersebut disebabkan oleh politik kolonial Belanda, sehingga harus dilawan dengan perlawanan yang bercorak politik juga. Maka terjadilah perang Diponegoro, perang paderi dsb. Begitupun dengan berbagai gerakan perlawanan dengan pemerintah kolonial belanda. Misalnya, pergerakan Kyai Tambak Merang di daerah Wonogiri dan pergerakan Haji Jenal Ngarip pada tahun 1847 di Kudus.
Bisa disimpulkan, bahwasanya corak perjuangan melawan penjajahan sebelum abad 20 adalah bersifat lokal, dipimpin oleh tokoh masyarakat, melakukan perjuangan fisik atau bersenjata, mudah dipecah oleh Belanda, dan perjuangannya-pun belum terorganisir. Walaupun perlawanan yang sporadik belum membuahkan hasil yang manis, akan tetapi itu adalah bentuk kesadaran awal bagi suatu bangsa atas kemerdekaan tanah airnya.
Perkembangan perekonomian liberal yang berkembang di Nusantara menuai banyak kritik di kalangan orang belanda moralis. Walaupun culture structural sudah dihapuskan, namun belum menjadi solusi untuk kesejahteraan pribumi. Misalnya, C. Th. Van Deventer di majalah Gids, ia menyampaikan kritiknya terhadap Pemerintah Belanda dengan tulisan yang berjudul Een Ereschuld atau suatu hutang budi. Menurutnya, kemakmuran Belanda diperoleh dari kerja kerasnya orang primbumi. Maka dari itu, Belanda sebagai negara yang maju dan bermoral haruslah membayar hutang budi atas rakyat jajahannya. Yang kemudian Ratu Wilehelma mengeluarkan kebijakan baru dalam pidatonya tahun 1901 yang berjudul Ethiasche Ritching (Haluan Baru) atau yang disebut politik etis. Politik etis dengan program utama Trias Politika, yaitu irigasi, edukasi, dan emigrasi (transmigrasi).
Politik etis diharapkan dapat membawa perubahan kepada keadaan yang lebih baik. Namun, dalam praktik kebijakan tersebut masih tetap digunakan untuk memenuhi kepentingan dan keuntungan Pemerintah Kolonial Belanda. Maka dari itu, politik etis sering disebut politik tangan sutera sebagai ganti dari politik tangan baja. Kita bisa melihat penyimpangan praktik kebijakan tersebut di bidang pendidikan. Pendidikan ditujukan untuk mendapat tenaga kerja yang berkompeten dengan harga yang murah. Dan tidak semua orang bisa mengenyam pendidikan, hanya orang-orang tertentu dari pegawai pemerintah, anak keturunan bnagsawan, dan anak-anak Eropa. Di sisi lain, politik etis mampu memunculkan golongan berintelektual yang kemudian menjadi pelopor kesadaran nasionalisme bangsa Indonesia. Ketika memasuki babak baru pada awal abad 20, yaitu masa perjuangan pergerakan nasional atau masa kebangkitan nasional, maka merekalah golongan terdidik sebagai penggeraknya.
Pada masa pergerakan nasional , perjuangan dilakukan melalui organisasi-organisasi yang dibentuk oleh golongan terpelajar. Organisasi yang dibentuk tidak hanya sebatas organisasi di bidang politik, melainkan di bidang sosial dan budaya yang bercorak nasional maupun islam. Misalnya Budi Utomo, Sarekat Islam (SI), Indische partij, Perhimpunan Indonesia (PI), Muhamadiyah, NU, dst. Begitupun juga terbentuk organisasi para pemuda yang berfungsi sebagai penengah solidaritas, penyalur aspirasi dan cita-cita yang akan dijadikan kader-kader pemimpin di masa depan. Seperti organisasi tri koro Dharmo yang kemudian menjad Jong Java, Jong Ambon, Jong Minahasa dll.
Memang benar, pada saat itu kata 'Indonesia' belum terlalu dikenal, sehingga organisasi dan perkumpulan pemuda pada saat itu masih bersifat kedaerahan. Namun mereka-pun bisa disatukan. Sumpah Pemuda sebagai bukti konkrit nasionalisme bangsa Indonesia pada dasawarsa awal di abad 20. Mereka sadar bahwa bangsa yang berada dibawah kolonialisme Belanda telah terwujud dengan sebuah ikrar dan janji yang menyatakan persatuan bangsa, tanah air dan bahasa. Kemudian ikrar tersebut dinyatakan lebih tegas dengan usaha untuk mewujudkan visi dan spirit yang sama yaitu kemerdekaan Indonesia. Maka pada hari Jum'at tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia  di rumah hibbah dari Faradj bin Said bin Awadh Martak di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta Pusat. Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang diketik Sayuti Melik dan ditandatangani oleh Soekarno-Hatta setelah melewati peristiwa-perstiwa yang sulitÂ
Perlu diketahui, saat pra-kemerdekaan dan pasca-kemerdekaan Indonesia, Islam memiliki peran yang sangat strategis dalam perjuangan kemerdekaan RI. Karena mayoritas penduduknya muslim yang pada saat itu islam sudah tersebar luas mulai abad 13 di Nusantara. Maka sudah sepantasnya umat muslim berperan besar dalam perjuangan ini. Begitupun Islam menyeru untuk[A1] berjihad fisibilillah  untuk melindungi agama dan tanah airnya.
Jauh sebelum memasuki fase kebangkitan nasional yang dimana para tokoh anak bangsa mulai sadar untuk melepaskan negaranya dari jeratan penjajah, bukan berarti para pendahulu berdiam diri tak berbuat apa-apa. Akan tetapi para pendahulu, terutama para ulama, santri dan rakyat telah memperjuangkan melawan penjajahan, seperti Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, Imam Bonjol di Sumatera Barat, Cut Nyak Dien di Aceh. Namun, perjuangan mereka belum mampu untuk menghentikan penjajahan di atas bumi pertiwinya, karena masih bersifat kedaerahan dan perjuangannya belum terstruktur dengan baik. Tidak seperti perjuangan pada abad-20 yang berskala nasional.
Begitupun pendidikan pesantren pada zaman kolonial juga ikut berperan aktif dalam perjuangan melawan penjajah, yaitu sebagai lembaga pendidikan yang menjadi pertahanan umat islam dari penetrasi Belanda, sebagai pusat dakwah, dan pembentukan masyarakat yang solid. Walaupun di masa penjajahan pesantren terdeskriminasi oleh kebijakan Belanda. Misalnya pada abad 18, tragedi pembantaian 5.000 sampai 6.000 kyai di Alaun-alun Plered Mataram yang dilakukan oleh Amangkurat 1. Pekembangan pesantren-pun bayak didukung oleh pesantren kerajaan. Karena pada saat itu banyak kerajaan yang berdiri di Hindia-Belanda , seperti Kerajaan Islam Demak, Kerajaan Islam Banten, Kerajaan Islam Pajang. Namun seiring berjannya waktu, dengan datangnya VOC yang pada dasarnya merupakan sebuah badan kongsi dangang yang dimiliki Protestan, maka pendidikan pesantren mengalami kemerosotan dengan eksisnya pendidikan kolonial dan kebijakan pemerintah Belanda yang tidak apresiatif dengan lembaga pendidikan Islam. Hal ini berjalan sesuai dengan tujuan untuk menjadikan Indonesia yang terbaratkan. Walaupun menimpa banyak kesulitan, dengan rahmat Allah pesantren mampu bertahan dan berkembang, bahkan sekarang pesantren telah tersebar ke seluruh penjuru Nusantara.
Di pesantren-lah peran kyai dan guru untuk melawan penjajahan. Dengan menanamkan nilai-nilai Islam dalam keidupan sehari-hari yang mungkin bertolak belakang dengan kehidupan para penjajah, seperti pelarangan berpenampilan seperti penampilan orang Belanda. Karena berdirinya pesantren merupakan respon dari umat Islam terhadap dominasi Imperiais Belanda. Bukan berarti berdirinya pesantren disebabkan karena adanya penjajahan, pesantren-pun telah berdiri jauh sebelum itu. Akan tetapi, pesantren dijadikan medan pembinaan umat untuk menghadapi imperialisme tersebut. Â Maka tidak salah jika jumlah terbesar dari gerakan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial adalah para kyai dan santri.
Perlawanan tersebut berupa perlawanan tersembunyi maupun secara terbuka. Perlawanan tersembunyi dilakukan dengan sikap konservatif, desefensif, dan isolasionis, sedangkan perlawanan secara terbuka dilakukan dengan sikap nonkooperatif yang dikobarkan melalui semangat anti penjajahan. Peran tersebut yang menciptakan sebuah kesadaran protonasionalisme. Selain berfungsi sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga berfungsi menjadi a center of anti-Dutch sentiment.
Pada awal abad 20, di tengah-tengah berdirinya berbagai organisasi politik maupun masyarakat bermunculan. Tak kalah, berdirinya Muhammadyah dan NU-pun turut memberi warna dalam perjuangan merengkuh kemerdekaan di era kebangkitan nasional dari tangan penjajah. Yang kemudian terbentuknya berbagai organisasi seperti PII, MIAI, Masyumi, Hizbulloh, Sabilillah, dan Markas Ulama Angkatan Perang Sabil (MUAPS) tak lepas dari peluh keringat yang keluar dari lelahnya perjuangan para tokoh Muhammadiyah dan NU yang memiliki andil besar dalam usaha untuk meraih kemerdekaan dan mempertahankannya.
Ketika Kyai Hasyim Asy'ari belajar di Mekkah, terjadi gerakan reformasi pembaharuan pemikiran Islam yang dilancarkan oleh Muhammad Abduh yang menarik perhatian seluruh umat muslim di dunia, termasuk santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Mekkah, salah satunya KH. Achmad Dahlan. Gerakan reformasi ini, pertama mengajak umat Islam untuk memurnikan ajarannya dari pengaruh dan praktek keagamaan yang bukan dari Islam. Kedua, reformasi pendidikan di tingkat universitas. Ketiga, mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam agar disesuaikan dengan kebutuhan-kebuthan kehidupan modern. Keempat, mempertahankan eksistensi Islam.
Gagasan ini diserukan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern, serta supaya umat Islam kembali memegang tanggung jawab yang lebih besar pada aspek pendidikan, politik, dan sosial. Gagasan ini yang menjadi sebab umat muslim  untuk  melepaskan dari keterikatan kepada pola pikiran Imam Mazhab, serta agar umat muslim untuk meninggalkan segala bentuk praktek sufisme di tarekat-tarekat. Maka terjadilah pro dan kontra di kalangan umat muslim terhadap pemikiran Muhammad Abduh. Maka pada kalangan santri yang pro dengan gagasan tersebut kembali ke Indonesia dengan mengembangkan gagasan-gagasan tersebut, salah satunya Kyai Achmad Dahlan, yang mendirikan Muhammadiah pada 18 November tahun 1912. Organisasi Islam modern yang berfokus pada dunia pendidikan. Namun, secara individu dari anggotanya juga berperan aktif di bidang politik.
Beberapa kontribusi Muhamadiyah adalah ketika pembentukan Partai Islam Indonesia (PII). Setelah terbentuk, PII menuntut Indonesia berparlemen dengan Belanda, menuntut Belanda untuk memperluas hak-hak politik dan kemerdekaan pers. Dalam bidang agama, PII menuntut  penghapusan peraturan yang menghambat Islam dan penghapusan subsidi bagi semua agama. Pada bidang lain-pun PII memiliki tuntutan yang banyak kepada pemerintah Belanda. Alhasil, tahun 1939, PII sudah memili 41 cabang dan pada tahun berikutnya sudah menjadi 125 cabang dari hasil kampanye untuk menarik anggota-anggota di seluruh Nusantara.
Ketika organisasi-organisasi Islam mengalami masalah yang sama, seperti penghinaan Nabi, hak waris, dan masalah tentang Palestina. Untuk menghadapi seperti permaslahan-permasalahan di atas, maka pimpinan NU dan Muhammadiyah memprakarsai rapat organisai-organisasi yang bercorak islam pada tanggal 18-21 September 1937 yang menghasilkan terbentuknya Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI). Walaupun tujuannya tidak mengarah pada bidang politik praktis, namun telah tampak persatuan yang kuat di antara kaum muslimin.
Pasca meletusnya perang dunia II pada 8 Desember 1941 di Eropa antara NAZI Jerman dengan Sekutu, serta perang antara Jepang dengan Sekutu di Asia ketika tentara Jepang atau Dai Nippon tiba-tiba menyerang Pearl Harbour di Hawaii atau menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat terbesar di Pasifik. Perang Dunia II dikenal dengan perang pasifik atau Perang Asia Timur Raya.
Dai Nippon mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur pada 10 Januari 1942 dan berhasil menguasai daerah-daerah sekitarnya, seperti Balikpapan, Pontianak, dan Banjarmasin. Dan tidak perlu waktu lama, Jepang berhasil menguasai Asia Timur dan Asia Tenggara.
Sejak awal Jepang sudah menyadari pengaruh besar ulama sebagai pemimpin umat Islam di tengah rakyat Indonesia. Oleh karenanya, sejak awal Jepang menaruh simpati kepada para pemimpin Islam, bahkan sebelum kedatangannya di Indonesia. Misalnya, pendirian masjid pertama di Kobe tahun 1935, kemudian di Tokyo pada 1938, serta pembentukan Dai Nippon Kaikyo Kyokai atau Perserikatan Islam Jepang yang dipimpin oleh Jendral Senjuro Hayashi. Dan pada tanggal 5-29 November 1939 mengadakan pameran Islam di Tokyo dengan mengundang MIAI. Dengan memberi simpati kepada ulama, maka mereka berharap bisa menanamkan pengaruh dan pikiran serta paham fasisme. Mereka juga membentuk Shumubu (Kantor Departemen Agama) di ibukota, serta membuka cabang-cabangnya di seluruh kota yang dikenal Shumuk.
Kyai Hasyim Asy'ari juga pernah menjadi pemimpin pada tahun 1944. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Jepang jelas berbeda dengan kebijakan dari Belanda. Organisasi yang bercorak Islam, seperti MIAI mampu bergerak lebih leluasa dari pada masa penjajahan sebelumnya. Hal ini menguntungkan Indonesia. Namun setelah menimbulkan kecurigaan pada pihak Jepang, akhirnya tokoh-tokoh MIAI ditangkap, seperti Kyai Hasyim Asy'ari, kya Mahfud Siddiq. Alhasil, rakyat berontak dan Jepang mengakui kesalahannya. Setelah itu, Jepang memberikan kantor kepada MIAI serta mendapatkan izin untuk menerbitkan majalah.
Kebijkan pada Jepang memang berbeda dengan kebijakan pemerintah Belanda. Seperti, sandaran politik pada masa kolonial adalah priyayi dan bangsawan, sedangkan pada masa Pemerintahan Jepang Islam-lah yang menjadi sandaran politiknya. Hal ini sangat mempengaruhi kehidupan politik di Indonesia.
Tatkala Jepang melihat keberadaan MIAI hanya menguntungkan Indonesia, maka MIAI dibubarkan. Setelah itu, dua organisasi besar, yakni NU dan Muhammadiyah masih bisa membuat wadah baru untuk menampung orang-orang yang mau berjuang, yaitu dengan mendirikan Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) yang disahkan oleh pemerintah Jepang pada tahun 1943 yang diketuai oleh Kyai Hasyim Asy'ari. Bersatunya NU dengan Muhammadyah menjadikan organisasi yang baru dibentuk semakin kuat. Faktor Jepang mengesahkan partai ini, karena Jepang mulai kewalahan dalam bertahan pada Perang Pasifik dan berharap Masyumi bisa membantu banyak. Walapun berdirinya Masyumi di bawah pengaruh Jepang, Namun para tokoh Masyumi mampu mencover pengaruh itu, supaya Masyumi bisa berjalan sesuai dengan tujuan awal didirikannya, yaitu sebagai wadah umat muslim untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Ketika Jepang semakin terdesak dalam Perang Pasifik, Perdana menteri Jepang Kaiso berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia untuk mendapatkan simpati yang besar pada masyarakat Indonesia, supaya memberikan bantuan pasukan yang akan dikirim ke Birma dan Kepulauan Pasifik. Mereka juga meminta bantuan kepada Kyai Wachid Hasyim agar mengerahkan para santri untuk ikut berperang, namun permintaan tersebut ditolak. Malah beliau mengatakan lebih baik para santri dididik kemiliteran untuk mempertahankan negerinya.
Permintaan itulah yang melatarbelakangi lahirnya Hizbulloh (Tentara Allah), serta perintah berperang untuk menjaga agama Allah adalah wajib. Kemudian meminta persetujuan kepaai Dai Nippon untuk mendirikan Hizbullah dan usulan itupun diterima. Maka, lahirlah Hizbulloh secara resmi pada 14 Oktober 1944. Dengan dibentuknya Hizbullah menjadi sebuah kabar baik bagi umat Islam yang bisa membantu menopang beratnya perjuangan dan sekaligus menjadi kabar baik bagi Jepang yang bisa membantu pertahanan melawan Sekutu.
Untuk mengumpulkan para pemuda yang akan dijadikan sebagai relawan anggota laskar Hizbullah yang akan dididik kemiliteran tidaklah mengalami kesulitan. Bahkan dengan kesadaran diri para santri dan restu kyia dengan senang hati menjadi anggota laskar Hizbullah. Mereka diberikan pendidikan militer dan rohani.
Sebelum itu juga, Jepang mendirikan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Sebagian perwira PETA juga dijabat oleh kyai pesantren. Kemudian angota-ongota dari PETA dan Hizbullah yang banyak menjadi anggota TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang dibentuk pada 5 Oktober 1945. Selain PETA Jepang juga membentuk organisasi Sinendan, Keibodan, Fujinkai, Jawa Hokokai, dan Jibakutai.
Para ulama juga berperan penting dalam peyusunan dasar negara. Oleh karenanya, sila pertama berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemluknya". Â Walaupun para ulama memiliki peran yang besar, namun mereka juga mementingkan persatuan. Hal ini dibuktikan dengan dirubahnya sila tersebut menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa". Peubahan tersebut berdasarkan kesepakatan para ulama. Walaupun mengalami perubahan, namun konteks dari sila pertama tidak menafikan ketuhanan yang tunggal yaitu Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Ini adalah kecerdikan para ulama dalam menjaga persatuan bangsa dan menjaga agama. Mereka berhasil meletakkan dasar negara dengan nilai-nilai Islam, walaupun negara ini tidak sepenuhnya negara Islam, tetapi itulah seluruh usaha yang mereka kerahkan untuk menjaga agama-Nya dan menegakkan negaranya. Dan sampai sekarang, umat muslim bisa menghirup udara secara bebas dan tenang tanpa ada tindasan dan jajahan dari bangsa lain.
Maka pada tanggal 17 Agustus 1945 atas rahmat Allah Indonesia resmi menjadi negara yang merdeka, negara yang mampu mengurusi diri sendiri. Setelah proklamasi kemerdekaan, perjuangan-pun belum berhenti. Karena selang beberapa minggu terjadi beberapa agresi militer Belanda yang ingin merebut kembali negara Indonesia. Pada saat itu, kabar tentang akan mendaratnya tentara Sekutu  yang akan menangkap tokoh-tokoh PETA, Heiho, Keibodan semakin memanas.
Pada saat itu Ir. Soekarno mengirim utusan kepada Kyai Hasyim Asy'ari untuk mengeluarkan fatwa tentang sikap masyarakat dalam menghadapi tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) bentukan Belanda yang akan datang ke Indonesia dengan membonceng pasukan Sekutu. Pada tangal 2 Oktober 1945, para ulama NU se-Jawa dan Madura menyerukan fatwa jihad fii sabilillah, Kyai Hasyim Asya'ari menyerukan hukumnya fardhu 'ain untuk membela tanah airnya yang  diserang musuh dalam jarak 94 kilometer. Maka, ketika meletus peristiwa bersejarah 10 November 1945. Para pemuda, umat muslim, para santri, arek-arek Suroboya dan rakyat Indonesia berkobar semangatnya untuk datang berjihad dan berperang melawan Tentara Inggis yang berjumlah 30.000 menggunakan senjata apa adanya, beserta semboyan yang mengiringi mereka "Merdeka atau mati syahid".
Itulah perjuangan para ulama, pemuda, dan rakyat Indonesia untuk menegakkan dan mempertahankan negara ini. Banyak masa-masa sulit yang mereka hadapi dalam perjuangan yang tidak kita alami saat ini. Maka bersyukurlah dengan melakukan hal yang baik dan bermanfaat sebagai wujud rasa syukur atas anugerah yang diberikan oleh Sang Pemberi. Karena orang yang tidak bersyukur kepada Allah itu adalah orang yang tidak bersyukur kepada manusia. Â Maka wujud dari rasa syukur kita kepada para pejuang adalah dengan peringatan Hari Raya Kemerdekaan Indonesia di tengah pandemi dengan mengenal sejarah perjalanan perjuangan kemerdekaan ini. Karena pengetahuan akan sejarah adalah hal yang sangat penting, layaknya seseorang tidak akan berbakti kepada ibunya tatkala ia tak mengetahui sejarah kelahirannya, layaknya sesorang yang tak mau menjaga rumahnya tatkala tak mengetahui sejarah pembangunanya. Begitupun dengan bangsa ini, tatkala hilang sejarahnya dalam hati generasi, maka tak akan ada perjuangan untuk berbakti pada negeri.
Referensi :
http://repositori.kemdikbud.go.id/4876/1/Buku%20KH%20Hasyim%20Asyari.pdf
http://repository.unissula.ac.id/13593/5/BabI.pdf
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB214103110006.pdf
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655976/penelitian/penlt-2012-peran-orgnsasi-islam.pdf
https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/7-organisasi-bentukan-jepang-di-indonesia-5928/
http://luk.tsipil.ugm.ac.id/DBR/Soekarno-DibawahBenderaRevolusi1.pdf
https://www.youtube.com/watch?v=eiOQx-UTFdk&list=PL5VBCWGxJpJ8g4r-JqbTCe7brmuePcFz5
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI