Sifat penyebaran teknologi yang sangat cepat memungkinkan informasi menyebar dengan cepat. Hal ini, bagi para korban perundungan, adalah situasi yang dapat membuat mereka ketakutan. Dengan cepatnya jaringan internet, komentar atau media yang memalukan bisa tersebar luas dalam hitungan menit. Jejak digital bisa bertahan selamanya. Dalam hal ini, korban tidak hanya harus menghadapi rasa malu dan takut secara langsung, tetapi juga menimbulkan permasalahan mental akan 'hantu digital' yang terus ada.
Namun, hal ini bisa dicegah karena kemajuan teknologi bukanlah sumber permasalahan utama dalam kasus cyberbullying. Sebagai audiens yang harus melek terhadap adanya tindak kejahatan di internet, meningkatkan literasi digital dapat menjadi salah satu antisipasi utama dalam mencegah terjadinya kasus cyberbullying. Seharusnya, kita harus memanfaatkan kecepatan penyebaran teknologi sebagai cara untuk memperluas edukasi, seperti spreading awareness tentang keselahan mental, memfasilitasi pelaporan kasus perundungan siber dan mengambil tindakan tegas terhadap pelaku.
Menurut penulis, kita harus lebih bijaksana dalam menggunakan teknologi. Jika setiap pengguna memanfaatkan teknlogi dengan penuh tanggungjawab dan sadar akan dampak yang akan diterima orang lain, penulis yakin bahwa fenomena perundungan siber dapat dicegah. Tentunya, hal ini tidak mudah. Tetapi, jika terjadi kolaborasi antara pengguna, keluarga, sekolah, dan pemerintah, penekanan kasus perundungan siber akan sangat mungkin sekali dicapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H