Mohon tunggu...
Nikita Yunistia
Nikita Yunistia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Program Studi Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wanita-wanita yang Haram Dinikah Menurut Ajaran Islam

25 Mei 2024   22:50 Diperbarui: 25 Mei 2024   23:23 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wanita Muslim. Sumber: ABC.

Begitu pula dengan ibu-ibu yang menyusui di waktu kecil. Jika ibu susu juga menyusui seorang anak perempuan, maka haram bagi anak laki-laki tersebut untuk menikahi perempuan yang disusui oleh ibu susu karena adanya ikatan saudara. Lalu, Allah SWT juga melarang apabila seorang laki-laki menikah dengan ibu-ibu mertuanya.

Jika seorang laki-laki memiliki putera yang sudah menikah dengan seorang wanita, maka menikahi isteri dari putera kandung (menantu) adalah haram.

Seorang anak tiri perempuan yang ibunya sudah dicampuri hukumnya  (sudah menjadi isteri dari seorang laki-laki) juga haram untuk dinikah, tetapi jika belum maka tidak ada larangan.

Haram pula memperisteri dua perempuan yang bersaudara (kakak-beradik), baik itu saudara kandung atau sepersusuan, kecuali yang sudah terjadi sebelum turunnya ayat ini. Sesungguhnya, golongan wanita diatas adalah mahram bagi seorang laki-laki muslim.

Allah SWT menegaskan bahwa Dialah Tuhan yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang bagi hamba-Nya yang bertaubat.

Makna Tafsir Surah An-Nisa' Ayat 24

Selanjutnya, Allah SWT menurunkan ayat 24 yang merinci tentang wanita yang halal untuk dinikah. Golongan wanita-wanita yang halal dinikahi adalah:

1. Seorang laki-laki muslim dilarang untuk menikahi wanita muslim yang sudah memiliki suami. Pernikahan ini haram dan tidak sah dalam hukum Islam.

2. Wanita tawanan perang yang ditawan sendiri, meninggalkan suaminya di Dar al-Harb (Wilayah Perang) diperbolehkan untuk dinikahi karena perkawinannya dengan suaminya dianggap batal. Hal ini dikarenakan sang wanita masuk ke Dar al-Islam (Wilayah Islam). Seorang laki-laki halal untuk menikahi perempuan-perempuan tersebut. Jika wanita itu adalah budak perempuannya, maka ia boleh mencampurinya. Akan tetapi, terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli hukum mengenai apa yang harus dilakukan jika suami dan isteri ditawan bersama. Abu Hanifah dan para ahli hukum mazhabnya berpendapat, apabila sepasang suami isteri menjadi tawanan perang, maka perkawinan mereka tetap utuh. Sementara Malik dan Syafi'i berpendapat bahwa kontrak perkawinan mereka harus dibatalkan.

Wanita-wanita tawanan perang dibebaskan dengan tebusan. Rasulullah SAW sangat memperhatikan kondisi ekonomi setiap tawanannya. Jumlah tebusannya pun bervariasi, tergantung harta yang dimiliki mereka. Uang tebusan ini nantinya akan digunakan untuk keperluan umat Islam, bukan untuk Rasulullah secara pribadi. Tebusan tidak hanya berupa uang atau harta saja. Bisa juga barter tawanan perang.

Selain golongan wanita yang disebutkan di atas, halal bagi seorang laki-laki untuk menikahi wanita dengan syarat menikahinya dengan mahar dari harta sendiri, menginginkan kesucian dan bukan zina. Seorang laki-laki diperbolehkan menggunakan hartanya untuk menikahi hingga empat orang isteri dan membeli budak wanita yang dipilihnya, tetapi atas dasar menginginkan kesucian, bukan percabulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun