c. Tantangan Implementasi di Lapangan
Meskipun padi hibrida menawarkan banyak manfaat, adopsinya di kalangan petani masih rendah. Pada tahun 2022, padi hibrida hanya digunakan di 5-7% dari total luas lahan tanam di Indonesia (BPS). Faktor-faktor seperti kurangnya pengetahuan petani, keterbatasan akses ke benih berkualitas, dan biaya produksi yang tinggi menjadi kendala utama. Selain itu, banyak benih yang beredar tidak memenuhi standar SNI, sehingga memengaruhi hasil panen. Untuk itu, pengawasan mutu benih dan edukasi mengenai penggunaan benih sesuai SNI 8172-2015 perlu ditingkatkan.
d. Mendorong Penggunaan Padi Hibrida untuk Ketahanan Pangan
Untuk meningkatkan adopsi padi hibrida, pemerintah perlu memperkuat subsidi benih, khususnya bagi petani kecil. Kerjasama antara sektor swasta, pemerintah, dan lembaga riset juga diperlukan untuk mengembangkan varietas yang sesuai dengan kondisi lokal. Program penyuluhan dan pendampingan teknis tentang manfaat padi hibrida harus diperluas, karena akses ke benih berkualitas adalah kunci. Studi Balitbangtan menunjukkan peningkatan hasil hingga 25% pada petani yang mendapat pendampingan intensif selama tiga musim tanam berturut-turut.
e. penutup
Benih padi hibrida menawarkan potensi besar dalam meningkatkan produktivitas pertanian dan mendukung ketahanan pangan Indonesia. Namun, keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada ketersediaan benih berkualitas sesuai dengan standar SNI 8172-2015, serta dukungan kebijakan yang mendorong adopsi teknologi pertanian modern. Jika semua pihak, mulai dari pemerintah, swasta, hingga petani, dapat bekerja sama dalam mewujudkan hal ini, ketahanan pangan Indonesia akan semakin kuat dan tangguh di masa depan.
Penulis : Nikita Angel ManullangÂ
Instansi: Polbangtan Medan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H