terhadap program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) semakin meluas di kalangan masyarakat Indonesia. Dr. Djonggi M. Simorangkir, SH, MH memberikan pandangannya mengenai hal ini, mengungkapkan kekhawatiran dan ketidakpercayaan yang mendalam terhadap program tersebut.
PenolakanKritik terhadap Sistem dan Mekanisme Tapera
Menurut Dr. Djonggi, sistem dan mekanisme Tapera mirip dengan Taspen, sebuah program yang sebelumnya mengalami korupsi besar-besaran. "Sistem dan mekanismenya sama dan sebangun dengan Taspen, yang pasti duit Taspen dikorup oleh dirutnya dan kawan-kawan triliunan. Ini dibuat lagi, tapi DPR yang katanya wakil rakyat diam dan semuanya diam," ujar Dr. Djonggi.
Tidak Ada Jaminan Kepastian Hukum
Lebih lanjut, Dr. Djonggi menyoroti kurangnya jaminan kepastian hukum dalam program Tapera. "Program ini sulit dipercaya kelanjutannya karena tidak ada jaminan kepastian hukum. Warga sudah mengeluarkan MOSI TIDAK PERCAYA seperti yang sudah pernah dialami rekan kita, Doctor Taswem Tarib, sehingga menjadi trauma," tambahnya.
Pengalaman Buruk dengan Program Serupa
Berbagi Cerita Doctor Taswem kepada Dr. Djonggi sebagai PNS. "Kalau Taperum pengalaman kami, sewaktu CPNS diinfo nanti boleh ambil KPR dan dibantu hanya uang mukanya saja, kami pun gembira. Namun saat sudah PNS kami ajukan e ternyata tidak bisa karena alasannya antre. Akhirnya sampai suami pensiun dan saya resign pun kami tidak menikmati sama sekali apa itu Taperum. Bahkan tak hanya itu, koperasi juga menipu, direwangi tiap bulan saya sisihkan uang (dengan pedihnya jadi PNS kala itu) nabung di koperasi eh dikorupsi juga (namun si koruptor saya doakan ketahuan dan akhirnya masuk penjara)," cerita Dr. Djonggi.
Saran Alternatif: Pembangunan Apartemen di Pusat Kota
Sebagai alternatif, Dr. Djonggi menyarankan pembangunan apartemen di pusat-pusat kota dengan sewa yang sangat murah. "Sebaiknya dibangun saja apartemen-apartemen di pusat-pusat kota seperti di Manhattan, New York, AS maupun seperti di Singapura yang bersih dan asri lengkap dengan taman bermain bersenda gurau, diberikan sewa yang sangat murah bagi rakyat. Bagi yang ingin beli rumah itu urusan rakyat secara bebas sehingga lahan tidak habis dibagi-bagi hanya untuk membangun rumah-rumah kecil. Lahan itu sangat mahal perlu dipikirkan pemerintah sangat matang dengan studi kelayakan yang benar jauh ke depan demi kelanjutan bangsa dan negara Indonesia," pungkas Dr. Djonggi.
Pandangan Dr. Djonggi mencerminkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap program Tapera dan menekankan pentingnya transparansi, jaminan hukum, serta perencanaan yang matang dalam setiap kebijakan pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H