Mohon tunggu...
Niki Ayu
Niki Ayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengrekonstruksi Sistem Pendidikan

19 September 2016   06:42 Diperbarui: 19 September 2016   07:24 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Meskipun begitu, bukan berarti pelajaran lain yang tidak mereka sukai tidak akan di pelajari sama sekali. Memang semua mata pelajaran penting, Lagi pula, secara logika untuk apa kita mempelajari banyak hal kalau ternyata ilmu yang kita dapatkan mengenai pelajaran tersebut hanya kulitnya saja, tanpa kita mempelajari secara mendalam ilmu yang kita pilih.

Tetapi tetap saja siswa juga harus diberikan pengetahuan pengetahuan umum yang nantinya akan berguna untuk mereka pakai saat sudah lulus. Agar merekapun tetap mempunyai wawasan yang luas.

Setelah membahas sedikit tentang sistem pendidikan Indonesia,saya akan memberikan salah satu contoh tentang “merekkonstruksi sistem pendidikan “ 

Tentunya para pelajar tidak asing dengan kata “ PR” atau Pekerjaan Rumah.Saat ini siswa Purwakarta tentu merasa suka hati , karena Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi resmi memberlakukan pelarangan pemberian pekerjaan rumah (PR) akademis untuk tingkat SD-SMA di daerahnya.

Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Bupati Purwakarta No 421.7/2014/Disdikpora. Surat yang ditandatangani pada 1 September 2016 ini pun langsung disosialisasikan ke guru dan kepala sekolah. Di hadapan ratusan guru, Dedi menjelaskan, pekerjaan rumah yang harusnya diberikan kepada siswa adalah PR yang aplikatif, misalnya kegiatan beternak yang diterjemahkan dalam kerangka pendidikan akademis.

Dia pun menyatakan bahwa dari pada memberikan PR akademis kepada siswa, Dedi lebih menganjurkan guru memberikan tugas yang bersifat praktik, atau penerapan dari pelajaran yang telah diperoleh di sekolah. Misalnya, yang kita semua pasti telah mencoba percobaan untuk mata pelajaran Biologi, guru dapat meminta siswa untuk membuat tempe atau menanam kacang hijau di kapas.

"PR yang bersifat kreatif dan produktif bisa menjadikan siswa kita mandiri. Jangan melulu anak diajak belajar teori di dalam kelas. Suasana belajar mengajar di sekolah harus jadi tempat yang menyenangkan," kata Dedi.

Menurut Dedi, materi pelajaran akademis sebaiknya dituntaskan di sekolah, bukan dijadikan pekerjaan rumah atau tugas yang justru menjadi beban siswa setelah pulang sekolah. mungkin ada bagusnya karena dapat lebih mengasah daya ingat dan kemampuan siswa tentang materi yang baru saja di beri pada hari sebelumnya.

Tetapi tetap saja siswa akan merasa terbebani karna dia sudah di beri materi atau teori dari pagi sampai sore. Jika siswa diberi pekerjaan rumah maka waktu untuk siswa bermain atau me nyegarkan pikirannya akan terpotong.

Pekerjaan rumah untuk siswa, katanya, harus berupa terapan ilmu yang sudah di berikan sebelumnya. Itu penting untuk mendorong siswa lebih kreatif, seperti bersastra, seni rupa, dan keahlian lain yang menunjang pembentukan karakter seseorang.karna jika hanya teori saja siswa akan bingung bagaimana mengaplikasikannya di kehidupan nyata.

"Jelas, harusnya PR itu disesuaikan dengan minatnya, Siswa hobi membuat sambal, maka diarahkan bagaimana siswa mahir menyambal. Anak suka dengan puisi, bikin puisi ." ujar Dedi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun