Mohon tunggu...
Ni Ketut Desvitha Sari
Ni Ketut Desvitha Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha

Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masih Pentingkah Eksistensi Upacara Ngaben di Era Modern Saat ini?

17 Juli 2024   11:41 Diperbarui: 17 Juli 2024   11:47 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

EKSISTENSI UPACARA NGABEN DI ERA MODERN SAAT INI

Di tengah hiruk pikuk pariwisata modern, Bali masih teguh memegang tradisi leluhurnya. Salah satu tradisi yang paling ikonik dan sarat makna adalah Ngaben, upacara pembakaran jenazah yang dipraktikkan oleh umat Hindu di pulau Dewata ini. Lebih dari sekadar ritual pengantaran jenazah, Ngaben memiliki arti spiritual dan filosofis yang mendalam bagi masyarakat Hindu Bali. Upacara ini bukan hanya tentang penghormatan terakhir kepada yang telah tiada, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang penting bagi roh mereka.

Ngaben adalah upacara pembakaran mayat atau kremasi yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Upacara ini memiliki makna dan makna tersendiri dalam budaya dan kepercayaan spiritual masyarakat Bali. Ngaben berasal dari kata "ngaben" yang berarti "membakar" dalam bahasa Bali. Upacara ini dilaksanakan untuk mengembalikan roh leluhur ke tempat asalnya. Secara filosofis, ngaben merupakan proses pengembalian unsur panca maha butha (lima unsur dasar) kepada Sang Pencipta. Tujuan utama ngaben adalah mempercepat ragha sarira (jiwa) agar dapat kembali ke asalnya, yaitu panca maha buthadi alam ini, dan bagi atma (jiwa) dapat cepat menuju alam pitra (alam leluhur). Proses ngaben melibatkan serangkaian tahapan yang kompleks dan terstruktur. Proses ini dimulai dengan persiapan pemakaman, yang meliputi upacara atiwa-tiwa, yaitu proses pembersihan fisik dan spiritual. Setelah itu, dibakar di atas tumpukan kayu bakar, dan abunya kemudian dipercikkan ke laut atau sungai. Selain itu, ada pula pembuatan patung yang melambangkan jiwa yang meninggal, serta proses persembahan makanan dan minuman kepada para leluhur.

Ngaben memiliki simbolisme dan makna yang mendalam dalam kehidupan dan kepercayaan spiritual masyarakat Bali. Upacara ini dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan upaya untuk membantu jiwa yang meninggal agar mencapai keadaan yang lebih tinggi. Ngaben juga merupakan wujud dari siklus kehidupan yang terus berlanjut dalam kehidupan masyarakat Bali. Ngaben biasanya dilaksanakan dalam tiga, lima, atau sepuluh tahun. Pelaksanaan upacara ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga banyak masyarakat Bali yang beranggapan bahwa upacara ini membutuhkan biaya yang banyak. Namun, dengan adanya pemikiran tentang ngaben massal, upacara ini dapat dilakukan secara berkelompok dan serentak, membantu masyarakat yang ingin melakukan ngaben tetapi tidak memiliki biaya.

Namun meski dianggap menguras banyak biaya, akan tetapi Ngaben sangat penting bagi umat Hindu di Bali karena dianggap sebagai perjalanan spiritual yang penting. Upacara ini membantu masyarakat Bali untuk menemukan jalan tengah antara mempertahankan tradisi dan mempertimbangkan konteks ekonomi. Ngaben juga mengusung masyarakat bersama-sama untuk memberikan dukungan dan penghormatan kepada leluhur mereka. Menurut keyakinan umat Hindu di Bali, manusia terdiri dari badan kasar, badan halus, dan karma. Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yang disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (zat panas), bayu (angin), dan akasa (ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakkan oleh atma (roh). Ketika manusia meninggal, yang mati hanya badan kasarnya saja, sedangkan atma nya tidak.

Sehingga upacara ngaben memiliki makna tersendiri sebagai salah satu sarana penghantar arwah yang sudah meninggal untuk menyatu kepada tuhan. Adapaun makna lainnya adalah:

  • Dengan membakar jenazah maupun simbolisnya kemudian menghanyutkan abu ke sungai, atau laut memiliki makna untuk melepaskan Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmanam).
  • Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian upacara untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta (5 unsur pembangun badan kasar manusia) kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalan Atma ke Sunia Loka.
  • Bagi pihak keluarga, upacara ini merupakan simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan.

Prosesi upacara Ngaben juga dapat dikatakan berlangsung cukup panjang. Dimulai dengan Ngulapin, yaitu pihak keluarga melakukan ritual permohonan izin dan restu kepada Dewi Surga yang merupakan sakti dari Dewa Siwa. Ngulapin dilakukan di Pura Dalem. Setelah itu, dilakukan upacara Meseh Lawang yang bertujuan untuk memulihkan cacat atau kerusakan jenazah yang dilakukan secara simbolis. Upacara Meseh Lawang ini dilakukan di catus pata atau di bibir kuburan. Berikutnya adalah upacara Mesiram atau Mabersih, yaitu memandikan jenazah yang terkadang hanya berupa tulang belulang, dilakukan di rumah duka atau kuburan. Lalu tahapan selanjutnya adalah upacara Ngaskara, yaitu upacara penyucian jiwa tahap awal. Dilanjutkan dengan Nerpana yaitu upacara persembahan sesajen ata bebanten kepada jiwa yang telah meninggal.

Hingga sampailah pada puncak dari prosesi Ngaben adalah Ngeseng Sawa, yaitu pembakaran jenazah yang dilakukan di setra atau kuburan. Jenazah yang akan dibakar diletakkan di dalam sebuah replika lembu yang disebut Petulangan. Petulangan adalah tempat membakar jenazah yang berfungsi sebagai pengantar roh kea lam roh sesuai dengan hasil perbuatannya di dunia. Usai jasad dibakar, dilakukan upacara Nuduk Galih, di mana keluarga mengumpulkan sisa-sisa tulang (abu) jenazah setelah pembakaran. Prosesi terakhir adalah Nganyut, yaitu menghanyutkan abu jenazah ke laut, sebagai simbolis pengembalian unsur air dan bersatunya kembali sang jiwa dengan alam.

Kepercayaan Hindu tentang reinkarnasi menjadi inti dari Ngaben. Dipercaya bahwa roh yang telah dibersihkan melalui Ngaben akan bereinkarnasi ke alam yang lebih baik. Upacara ini membantu membebaskan roh dari karma buruk yang mungkin mereka bawa dari kehidupan sebelumnya, sehingga mereka dapat memulai lembaran baru yang lebih suci. Ngaben bukan hanya tentang individu yang meninggal, tetapi juga tentang keluarga dan masyarakat banjaran. Upacara ini menjadi momen bagi keluarga untuk berkumpul, saling menguatkan, dan mengenang momen indah bersama orang yang telah tiada. Ngaben juga memperkuat rasa solidaritas antar anggota masyarakat Hindu, di mana mereka saling membantu dan bahu-membahu dalam melaksanakan ritual ini.

Di balik prosesi yang khidmat dan penuh warna, terdapat beberapa jenis Ngaben yang berbeda-beda, berdasarkan kondisi jenazah, tata cara pelaksanaan, dan biaya yang dikeluarkan diantaranya:

  • Ngaben Sawa Wedana, yang mana ngaben ini dilaksanakan jika jenazah utuh yang belum dikubur. Adapaun proses pelaksanaan ngaben sawa wedana merupakan jenis Ngaben yang paling lengkap dan kompleks. Prosesinya diawali dengan pembuatan bade (wadah jenazah) yang megah, ngiring bade mengantarkan jenazah ke setra (kuburan), prosesi mepejati (pembersihan roh), dan pembakaran jenazah di setra. Terkait biaya Ngaben Sawa Wedana umumnya memiliki biaya yang paling tinggi dibandingkan jenis Ngaben lainnya.
  • Ngaben Asti Wedana, prosesi ini dilakukan bila jenazah yang sudah dikubur dan digali kembali, biasanya setelah beberapa tahun. Proses upacara umumnya lebih sederhana dibandingkan Ngaben Sawa Wedana. Prosesinya diawali dengan penggalian jenazah, penyucian tulang belulang, pembuatan bade, ngiring bade, dan pembakaran tulang belulang di setra. Adapun terkait dengan biaya ngaben Asti Wedana umumnya lebih rendah dibandingkan Ngaben Sawa Wedana.
  • Ngaben Swasta, yang dilakukan bila jenazah yang meninggal di luar Bali atau jenazah yang tidak memungkinkan untuk dilakukan Ngaben Sawa Wedana maupun Ngaben Asti Wedana. Ngaben Swasta memiliki variasi prosesi yang lebih fleksibel, tergantung pada kondisi dan kesepakatan keluarga. Umumnya prosesinya lebih sederhana dan singkat dibandingkan Ngaben Sawa Wedana dan Ngaben Asti Wedana. Biayanya pun tergantung pada kompleksitas prosesi yang dilaksanakan.
  • Ngelungah dan Warak Kruron, merupakan prosesi ngaben yang diperuntukkan bagi bayi yang meninggal sebelum tanggal gigi, sedangkan Warak Kruron diperuntukkan bagi anak-anak yang meninggal sebelum usia remaja. Prosesi Ngelungah dan Warak Kruron umumnya lebih sederhana dibandingkan Ngaben Sawa Wedana, Ngaben Asti Wedana, dan Ngaben Swasta. Upacara ini biasanya lebih fokus pada aspek doa dan pelepasan roh, dengan pembakaran bade yang lebih kecil. Biaya Ngelungah dan Warak Kruron umumnya lebih murah dibandingkan jenis Ngaben lainnya karena harus mempersiapkan segela keperluan runtutan banten lebih banyak ketimbang upacara ngaben lainnya.

Sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasannya ngaben adalah upacara pembakaran mayat atau kremasi yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Upacara ini memiliki makna dan makna tersendiri dalam budaya dan kepercayaan spiritual masyarakat Bali. Ngaben merupakan perjalanan spiritual yang penting bagi umat Hindu di Bali karena dianggap membantu mereka dalam mencapai tempat yang lebih baik lagi di suargaloka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun