Kotagede merupakan sebuah daerah di Yogyakarta yang terkenal dengan hasil kerajinan perak yang sering disambangi wisatawan untuk membeli oleh-oleh. Kerajinan perak Kotagede ini telah di desain menjadi beraneka bentuk dan ukuran, tentunya dengan harga yang bervariasi pula. Nah, kalau ke Jogja coba deh mampir ke Kotagede. J
Terlepas dari pusat industri kerajinan perak di Yogyakarta, Kotagede memiliki sejarah dan arsitektur serta budaya yang unik untuk ditelusuri. Jumat Kliwon, 27 Desember 2013 lalu, saya berkesempatan untuk mengikuti Kotagede Night Tour lagi. Kotagede Night Tour merupakan kegiatan jelajah menyusuri perkampungan Kotagede, termasuk memahami dan mempelajari setiap sudut Kotagede yang memiliki tata ruang dan arsitektur unik.
Perjalanan night tour dimulai pukul 07.04 WIB dari Pendopo nde’Luweh Jl. Ngeksigondo no.54 Kotagede. Bersama guide lokal Kotagede, Bapak Natsir, kami beserta rombongan sekitar 20 orang mulai menyusuri Kotagede.
Kotagede memiliki beberapa keunikan, diantaranya rumah-rumah warga yang saling berdekatan, masyarakat yang ramah dan arsitektur yang unik. Mulai menjejakkan kaki di rumah-rumah warga, mulai terasa keramahtamahan masyarakat. Ketika kami menyapa “nderek langkung” meraka akan dengan senang hati menjawab “monggo-monggo” dengan senyuman ramah. Perjalanan terus kami lanjutkan menyusuri lorong-lorong sempit diantara rumah-rumah dengan berbagai macam arsitektur, mulai dari rumah adat Jawa Joglo dan Limasan, rumah modern hingga perpaduan antara rumah tradisional dengan modern.
Perjalanan terus berlanjut dan kami tiba di sebuah area yang terkenal dengan sebutan Between Two Gates. Dalam bahasa Indonesia, Between Two Gates diartikan sebagai “Di Antara Dua Gerbang”. Frasa ini digunakan untuk menyebut salah satu bentuk sistem tata lingkungan kampung di Kotagede. Di area ini, terlihat rumah-rumah warga sangat dekat dan diantara 2 tembok terdapat atap yang menghubungkan rumah tersebut. Tata lingkungan seperti ini membuktikan bahwa masyarakat Kotagede selalu menjaga kerukunan dengan tetangga.
Di tengah perjalanan, Bapak Natsir mengajak kami untuk singgah di rumahnya yang luar biasa indah. Penuh dengan kayu-kayu kuno yang diukir unik. Ada sebuah pintu kayu yang membawa kamu masuk ke kawasan rumah Pak Natsir, dan ternyata tepat di depan rumah terdapat Joglo megah dengan lampu dan arsitektur yang mengagumkan pula. Di Joglo ini kami dijamu wedang secang dan beraneka makanan khas Kotagede, satu diantaranya adalah Kipo.
Selanjutnya, saya kembali menemukan satu hal istimewa di Kotagede. Sebuah rumah dengan tembok tinggi dan gerbang megah, juga sebuah pendopo yang terletak di sisi kanan. Itu merupakan nDalem Sopingen. Joglo dengan cahaya lampu eksotik ini memancarkan sebuah kenangan, karena dahulu Joglo ini dimanfaatkan untuk ruang publik.
Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB ketika kami menginjakkan kaki di Kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Kotagede. Sebuah pohon beringin raksasa menyambut kami malam itu setelah kami memasuki pintu masuk. Meskipun sudah malam, kompleks makam ini masih ramai dikunjungi orang. Memasuki gerbang kedua, kami melihat sebuah masjid yang masih juga ramai dikunjungi orang. Di depan makam ini terdapat beberapa tanaman sawo kecik yang ditanam secara beraturan. Konon, sawo kecik ini ditanam karna akan membawa “sarwo becik” (serba baik) bagi kehidupan. Memasuki kompleks makam pun, saya juga masih terkagum-kagum dengan arsitektur bangunan yang indah. Benar-benar sebuah perjalanan berharga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H