Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wayang, Napas Kehidupan Masyarakat Sidowarno

20 Agustus 2024   23:35 Diperbarui: 21 Agustus 2024   01:30 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Rosyid menambahkan, hasil kerajinan kulit ini peminatnya tinggi. Ada beberapa orang membantu Pak Rosyid. Namun mereka tetap kewalahan memenuhi pesanan. "Orang-orang sekali pesan biasanya bukan bijian, tapi langsung banyak," jelasnya.  

Yang dilakukan Mas Ari, 35 tahun, berbeda lagi. Mas Ari adalah spesialis mewarnai wayang. Senjatanya kuas yang kecil dan aneka cat warna termasuk warna emas dan perak. Pekerjaannya sangat rapi dan detil. "Saya sudah mewarnai sejak SD. Lulus SMP sudah profesional mewarnai wayang. Yasudah sekolah sampai SMP saja dan tidak sekolah lagi, langsung bekerja menjadi pewarna wayang," katanya.

Kegiatan memulas wayang. Foto: Niken Satyawati
Kegiatan memulas wayang. Foto: Niken Satyawati
Dia mengatakan, untuk mewarnai wayang berukuran tanggung dibutuhkan waktu empat hari. Pekerjaan mewarnai wayang juga dilakukan Pak Suparno. "Sejak SD belajar. Ketika lulus SMP sudah bisa, lalu terus mewarnai hingga sekarang," katanya.

Para pengrajin wayang Sidowarno sangat senang dengan perkembangan akhir-akhir ini. Mas Ari menegaskan, cukup kewalahan karena permintaan sangat ramai. "Mungkin karena ekonomi makin baik, dan banyak orang mencintai wayang, budaya leluhur." Dia pun berharap, semoga kondisinya makin baik dan pengrajin wayang semakin diperhatikan oleh pemerintah. "Karena terus terang kami kadang terhambat nodal. Paling bagus produksi wayang dari kulit kerbau, tapi harganya cukup mahal," terangnya.

Sementara itu di sudut lain Desa Sidowarno, ada pengrajin non wayang, namun masih berkaitan dengan wayang. Dia adalah Pak Sumardi, pria berusia 50 tahunan. Sehari-hari Pak Sumardi dibantu banyak warga desa memproduksi kostum busana adat dan pengantin tradisional Jawa.  Di teras rumahnya yang luas, ada beberapa ibu memasang payet dengan cepat dan terampil. "Sebagian ibu membawa pekerjaan memayet ini ke rumah masing-masing. Baru setelah jadi disetor ke rumah saya," kata Pak Sumardi.

Pak Sumardi bekerja sama dengan wedding organizer (WO). "Nah yang order baju-baju pengantin ini adalah WO. WO memposting di media sosial. Dari situ saya akhirnya dapat order dari mana-mana dan produk saya dikenal luas sampai mancanegara."

Tak tanggung-tanggung, busana pengantin produksi Pak Sumardi dikenakan putra Presiden RI Joko Widodo ketika menikah, yaitu Gibran Rakabuming Raka dan Selvi Ananda serta Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution. Pak Sumardi mengaku sangat bersyukur dan bangga busana karyanya dikenakan saat acara mantu orang nomor satu negeri ini.

Dua perempuan memayet busana pengantin di Desa Wisata Sidowarno. Foto: Niken Satyawati.
Dua perempuan memayet busana pengantin di Desa Wisata Sidowarno. Foto: Niken Satyawati.
Semenjak mendapat predikat Desa Wisata, banyak orang berkunjung ke Sidowarno. Mereka yang berkunjung biasanya akan menuju Joglo Omah Wayang. Mereka akan dipandu oleh guide yang tak lain para warga desa sendiri, menuju rumah-rumah warga tempat produksi kerajinan wayang. Pengunjung juga bisa mampir mencoba olahraga memanah dengan busur dan panah tradisional.

Kalau pengunjung haus, bisa minum jamu yang dibuat Bu Sutarni. Ibu berusia 52 tahun ini sehari-harinya berprofesi penjual jamu keliling. Kalau ada rombongan pengunjung atau acara di desa,  dia pun menjual jamu. Suami seorang pemulas wayang. Demikian pasangan ini membiayai hidup dan pendidikan anak-anaknya.

Begitulah, aktivitas produksi wayang dan aneka pendukungnya telah menjadi napas kehidupan masyarakat Desa Sidowarno. Ibaratnya tak ada wayang, tak ada kehidupan di sini. Ketua Pokdarwis setempat, Pak Suraji,  yang juga Ketua Pengelola Desa Wisata dan Ketua Joglo Omah Wayang, mengakui wayang identik dengan kehidupan di desanya. Dia pun bersyukur begitu banyak yang peduli dengan kehidupan yang unik di desa ini.

"Alhamdulillah berkat ketekunan warga desa dan atas bimbingan banyak pihak yang memperhatikan kami, akhirnya desa kami menerima banyak penghargaan. Akhirnya kami bisa membangun joglo yang kami namai Joglo Omah Wayang. Ada juga bantuan dari Kementerian Parekraf. Pak Sandiaga Uno membantu juga. Sangat berguna untuk mengembangkan kawasan ini sebagai Desa Wisata," pungkasnya dengan sorot mata berbinar. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun