Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menginspirasi dan Terinspirasi di Kelas Inspirasi

27 Mei 2016   09:56 Diperbarui: 27 Mei 2016   12:50 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kak Deni, seorang cabin steward lagi mengajari anak-anak melipat handuk. (Credit: Santi Dwi Oktaviani)

Di kelas sebelah, suasana tak kalah seru, ada kak Deni yang dikemuni anak-anak saat melakukan demonstrasi melipat handuk menjadi bentuk yang lucu-lucu. Ada Kak Budi yang mengajak dan memotivasi anak agar bisa menjadi seperti dirinya, pengusaha pizza dan restoran masakan Jawa. 

Kak Deni, seorang cabin steward lagi mengajari anak-anak melipat handuk. (Credit: Santi Dwi Oktaviani)
Kak Deni, seorang cabin steward lagi mengajari anak-anak melipat handuk. (Credit: Santi Dwi Oktaviani)
Yang membuat ketar-ketir adalah ketika saat ada kabar salah satu inspirator batal terbang dari Jakarta karena ada halangan mendadak. Kelas harus diisi padahal Pak Budi, penggantinya juga harus melaksanakan tugas sebagai inspirator leader di lokasi/sekolah lain. Akhirnya Pak Budi tergopoh-gopoh mendadak mengajar di kelas dengan persiapan yang sangat mendadak, karena sebelumnya memang tidak dijadwalkan masuk kelas. 

Pak Budi, seorang pengusaha. Foto by Santi Dwi Oktaviani
Pak Budi, seorang pengusaha. Foto by Santi Dwi Oktaviani
Yang tak kalah seru adalah cerita "di balik kelas inspirasi". Seorang dokumentator kami, Mukhlis Jaelani, adalah mahasiswa tingkat akhir di Universitas Brawijaya Malang. Dia khusus pulang ke Wonogiri agar bisa bergabung di Kelas Inspirasi Solo Mengajar. Pada Hari Inspirasi, dia sebenarnya dijawalkan mengikuti ujian pendadaran sebagai syarat pamungkas memperoleh gelar sarjana. Namun karena sudah terikat dan kadung mendaftar sebagai relawan akhirnya lebih berat pulang kampung. Malangnya lagi, salah satu dosen penguji akhir pekan ini pergi ke luar negeri, dan entah kapan kembali.

Derita Mukhlis belum berakhir. Dia kena razia pada hari di mana seharusnya kami berkumpul di SDN Sawahan 2 untuk geladi bersih Kelas Inspirasi. STNK ketinggalan di rumah, akhirnya motor dibawa polisi. Dan saat Kelas Inspirasi Berakhir, dia mendapati helm pada motornya yang diparkir di halaman sekolah raib dicolong maling. Kehilangan helm ini juga dialami fasilitator kami, Indri.Dokumentator kami yang lain, Santi, harus berjuang mengejar kereta yang berangkat pagi sekali dari Jogja ke Solo, karena dia berdomisili dan kuliah di Kota Gudeg. 

Fasilitator-fasilitator kami, Yasin, Indri dan Basyiroh juga anak-anak muda yang keren dan visioner. Mereka adalah mahasiswa-mahasiswa berjiwa relawan yang tidak pernah mementingkan diri sendiri. Alih-alih berangkat ujian akhir semester, Indri dan Babas (begitu kami memanggil Basyiroh) malah melibatkan dan menyibukkan diri melayani kami di kelas inspirasi. Jempol empat buat anak-anak muda ini.

Saya pun teringat percakapan saya dengan dokter langganan keluarga kami. Kurang lebih satu pekan lalu saya sakit perut cukup hebat. Dokter menyarankan agar saya ke laboratorium untuk USG, karena tanda-tandanya seperti kasus radang usus buntu. Ternyata dugaan dokter benar. Saya positif apendisitis akut. "Agar tidak menjadi kronis, sebaiknya segera dioperasi," kata dokter menjelaskan risiko kasus usus buntu. Tapi saya jawab, "Sebentar, Dok... saya kadung terikat kontrak sebagai relawan Kelas Inspirasi. Saya akan melakukan operasi setelah melakukan kewajiban mengajar di Hari Inspirasi."

Ah.... kisah saya tidak sehebat inspirator-inspirator lainnya. Untuk diketahui, di 17 sekolah-sekolah lain pada hari yang sama, ratusan inspirator, fasilitator dan dokumentator menginspirasi anak-anak sekolah kategori "pinggiran". Inspirator di sekolah lain ada yang berprofesi sebagai news anchor, instruktur penerbang, dokter, ahli gizi, konsultan, tour guide dan lain sebagainya. Mereka adalah orang-orang terpilih yang sengaja mengambil cuti, merelakan diri dan meluangkan waktu untuk misi yang mulia ini. Sungguh saya merasa kecil dan minder berhadapan dengan mereka-mereka ini saat kami berkumpul lagi di acara penutupan dan sekaligus evaluasi.

Mereka adalah oase di tengah arus masyarakat yang makin tak peduli, tak sabaran dan enggan berhenti sebentar untuk memberikan hak orang lain. Sejujurnya, sayalah yang terinspirasi dalam program ini.

Indonesia Mengajar sudah dimulai tahun 2010. Namun untuk Solo, kegiatan ini adalah yang ke-4 kali. Tahun depan, kami akan kembali ke sekolah-sekolah untuk memotivasi. Kami bagikan kisah hebat, untuk menginspirasi anak-anak agar berani bercita-cita tinggi. 

Sehari mengajar, selamanya menginspirasi...

Solo, 27 Mei 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun