Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jilbab Syar'i

29 Maret 2016   11:29 Diperbarui: 29 Maret 2016   16:17 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Katanya jilbab syar'i tuh yang seperti ini. (gambar: femaledaily.com"][/caption]Belakangan ini para muslimah mengenal istilah jilbab syar'i. Syar'i menurut siapa, dan apakah jilbab kita yg selama ini kita kenakan tidak syar'i?? Ya embuh... Tahu-tahu aja para penjual menjajakan kerudung yg diberi embel2 syar'i itu. Yang dilabeli sebagai jilbab syar'i di kios-kios kerudung itu adalah khimar lebar yang menutup dada hingga perut, malah kadang sampai lutut hingga tak bisa dibedakan dengan mukena. 

Hingga ada sekelompok muslimah berjilbab lebar dan sebagian bercadar yang punya pemahaman bila mengenakan kerudung kecil itu tidak syar'i, akhirnya melakukan "operasi jilbab syar'i" di sejumlah tempat. Mereka membawa kerudung-kerudung lebar dan meminta muslimah berkerudung kecil yang ditemui di tempat umum untuk mengganti kerudungnya, mengimbaunya mengenakan jilbab besar. Mereka juga mendandani para muslimah berkerudung kecil itu dengan kerudung besar yang sudah disiapkan. Weleh welehhhh....

Baru-baru ini brand baju muslim memperkenalkan edisi jilbab syar'i. Bahannya mahal, dingin dan jatuh melambai-lambai, mewah karena bertabur kristal swarowski. Sederet model papan atas yang kini berkerudung seperti Elma Theana, Eksanti, Cindy Fatika hingga Pipik Uje dipajang saat peragaan busana nan megah. Untuk sebuah kerudung saja bandrolnya sekitar Rp 700 ribu. Belum yang longdressnya, kabarnya sekitar Rp 3 juta bahkan lebih... (uhuk) Well... syar'i bagi kapitalis tak lebih dari embel-embel buat melariskan dagangan. 

Tapi jangan khawatir, baju-baju model serupa juga ada kok di penjual pakaian muslim bahkan di deretan kaki lima. Harganya cukup Rp 120 ribu udah dapat longdress sekalian khimar syar'i-nya. Para pedagang kalau sudah mendapati sesuatu produk laris manis, memang sigap menyediakan dalam berbagai pilihan harga. Yang penting dagangan laris maniss....

Tak urung, istilah "syar'i" ini membuat galau emak-emak. Mereka bertanya-tanya dan khawatir, kalau-kalau busananya selama ini tidak syar'i. Kalau bukan syar'i, berarti apa? Ya mungkin saja kafir, liberal, syiah atau apalah-apalah label-label yang biasa disematkan kepada kalangan di luar konteks syar'i. 

Jadi, apakah benar pasmina/kerudung kita selama ini tidak syar'i? Apakah kerudung yang dikenakan emak-emak kita atau eyang-eyang kita dulu juga tidak syar'i? Kalau tidak syar'i jadi pakaian mereka dinamakan apa sebaiknya? Jilbab kafir? Liberal? Syiah? Apakah syar'i harus selebar mukena?

Sebentar sebentar... Dalam QS Al Ahzab 59, perempuan dan isteri orang mukmin diperintahkan mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh. Artinya tubuh harus ditutup. Apa terjemahannya harus letter lijk: yang nutupin harus jilbabnya? Ya nggak gitu juga kaleus... Inti dari perintah berjilbab itu adalah menutup aurat. Kalo tubuh udah ditutup sama baju ya udah.

Jangan sampai pake jilbab tapi perutnya kelihatan seperti model baju penari perempuan Arab zaman dahulu. Jilbabnya melengkapi baju, karena bajunya menutupi badan aja, sedang kepala dan leher belum.

Jadi sekali lagi: apakah yang pakai kerudung kecil, pasmina yg gak sampai perut atau khimar yg selutut tidak syar'i? Ya syar'i lah... asal aurat/tubuh udah ada yang menutupi, mungkin bukan kerudungnya tapi baju atau kain jariknya.

Mengajak kebaikan itu tentu baik. Namun memaksa orang lain menerima apa yang menurut kita baik/benar, itu yang nggak baik.

Beginu.......

Solo, 29 Maret 2016

 

PS: Silakan komen bagi yang setuju maupun tidak setuju, mumpung sistem negara kita masih demokrasi, berpendapat belum dilarang :)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun