Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahrun Naim & Empuknya Pengajian SMA sebagai Tempat Menyemai Radikalisme

16 Januari 2016   01:46 Diperbarui: 3 Januari 2017   17:17 5001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahkan saya menyaksikan teman saya sendiri saat kelas II SMA menikah dengan sesama anak SMA dari sekolah lain. Itu dilakukan tanpa sepengetahuan orangtua serta keluarga, karena bila diberitahukan tentu dicegah.  Di sini saya merasa sangat tidak cocok. Namun saya mengunci mulut saya atas nama solidaritas. Sementara kawan saya yang lain saat lulus sekolah rela menjadi isteri keempat pria yang dulunya ketua Rohis SMA sebelah.

Saya sendiri cukup imun untuk tidak terjerumus lebih dalam lagi ke dalam lingkaran keanehan itu, sebab sedari kecil saya sudah menerima ilmu agama secara rutin yang jauh berbeda pemahamannya dengan yang saya terima di pengajian SMA. Lagipula bagi saya orangtua dan keuarga adalah tempat pulang yang paling nyaman. Pesan orangtua adalah agar saya menuntut ilmu baik-baik di sekolah, dan saya akan menyesal bila mencederai amanah itu.

Ketika mendengar kasus Lestari yang memilih ikut Naim dibanding mendengarkan orangtua yang mengasuh, mencurahkan kasih sayang dan membiayai hidupnya sejak lahir, saya ingat kisah kawan SMA saya. Kadang saya menyesal mengapa waktu itu saya bungkam. 

Benar kata kawan saya Aristiyani, remaja adalah sasaran empuk. Gampang sekali menggeret mereka kemanapun termasuk ikut dalam organisasi radikal, karena secara kejiwaan mereka masih sangat labil, ingin mencoba hal baru dan kemudian tanpa sadar sudah terlalu jauh berada di dalamnya, tanpa bisa keluar lagi. 

Solo, 16 Januari 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun