Akan tetapi saat libur itu kami masih sempat berinteraksi di Twitter. Saya telat menemukan twitternya, @agilrumongso. Saat saya follow, dia mention saya. Itu adalah mention dari dia yang pertama dan terakhir.
Masih dalam suasana Idul Fitri,  Minggu (20/7/2015), suami menerima pesan dari seorang guru SD Djama’atul Ikhwan, bahwa Pak Rum telah berpulang saat sedang mudik di Jepara. Dia meninggal di RS Kartini Jepara yang hanya sempat beberapa jam menangani, setelah mengeluh sakit perut. Dia pergi di usia yang masih muda, 44 tahun. Saya shock berat dan airmata terus mengalir. Saya seakan tak mau mempercayai kabar yang saya dengar. Hingga saat saya menulis kisah ini, saya masih berharap semua ini hanya mimpi.
Minggu depan sekolah akan dimulai. Saya tak bisa membayangkan bila Pak Rum tak ada di sana menyambut kami. Saya juga tak bisa membayangkan Hanief, putera semata wayang yang sangat dikasihinya (kakak kelas Hanun), berangkat dan pulang sekolah tanpa bareng lagi dengan ayahnya.
Pintu gerbang sekolah akan kembali dibuka
Namun tak ada lagi pria yang selalu tersenyum berdiri di sana
Tak ada lagi tempat anak-anak menggelendot manja, main perosotan di kaki yang panjang
Tak ada lagi sosok yang begitu sabar, suka mendengar dan melayani itu
Pak Rum… mengapa pergi begitu cepat? Kepergianmu begitu mendadak, Pak… kami tidak siap. Namun siap atau tidak siap, dirimu tak akan pernah kembali. Saya berjanji akan terus mensupport guru-guru yang ada saat ini demi kebaikan sekolah. Beristirahatlah dengan tenang, Pak. Semoga Allah selalu menjagamu, memelukmu di sisi-Nya, dan mempertemukan kita semua kelak di taman Firdaus-Nya.
Kami di sini akan selalu merindukanmu, Pak Rum…
Solo, 21 Juli 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H