Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Di Balik Ekspresi Songong Gibran Rakabuming

25 April 2015   15:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:41 1634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan Gibran mengembangkan usaha dengan membuat martabak  terang bulan kaki lima menjadi naik kelas dengan menjualnya di lokasi yang lebih strategis dan bersetting kafe kelas menengah. Bekerja sama dengan pemilik usaha martabak terang bulan kaki lima “Markobar” yang berlokasi di Kota Barat, Solo, Gibran baru-baru ini membuka cabang ketiga Markobar di sebelah barat Solo Grand Mall. Tempat usaha barunya ini dikunjungi keluarganya saat mudik di Solo, awal arpil 2015, dan dipromosikan adiknya, Kaesang melalui Twitter dan Instagram.

Saya tak hendak menjadi pembela buta seorang Gibran. Saya sendiri berpendapat alangkah lebih baiknya bila Gibran bisa bersikap lebih ramah kepada siapapun, khususnya kepada media. Tebar senyum sebanyak-banyaknya,  sehingga apapun angle foto yang diambil kawan-kawan pewarta, dia tampak sedang tersenyum. Bagaimanapun saat ini, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, Gibran adalah anak orang nomor satu di negeri ini. Dalam kriteria layak berita, apapun yang berhubungan dengan pemimpin sebuah negara memenuhi  beberapa unsur, seperti “signifikan”, “prominence”, “famous” bahkan “proximity”. Thus, segala gerak-geriknya akan menjadi sorotan media. Sedang serius atau santai, formal atau informal, dia tetap layak diberitakan.

[caption id="attachment_412595" align="aligncenter" width="275" caption="Gibran di dapur Chilli Pari."]

1429949477747922817
1429949477747922817
[/caption]

Terlebih di era media sosial, ketika setiap orang bisa dengan gampangnya mempublish   dan berbagi informasi. Dengan begitu mudahnya pula orang bisa mengomentari, menganalisis, menarik kesimpulan mengenai seseorang-- termasuk Gibran, berdasarkan informasi yang diaksesnya. Di media sosial, orang bisa memaki dan mengadili  orang lain hanya berdasar sebuah foto atau artikel, bahkan ketika orang yang bersangkutan tidak mengenal baik sosok yang sedang dibahas.  Lagipula, ekspresi apa sih yang harus ditunjukkaan seorang manusia biasa, ketika diri sendiri dan keluarga terus menerus dan bertubi-tubi dihujat, dimaki-maki, dihakimi dan dilecehkan di media sosial?

Walau demikian saya tak menyarankan Gibran untuk terlalu bersikap jaim. Gibran tak perlu bersikap palsu, tak menjadi diri sendiri. Bersikap demikian nantinya sama saja. PKSPiyungan juga akan tetap  mem-bully dengan mengatakannya  munafik. Jadi sama juga sami mawon.

Gibran adalah Gibran.  Saran pungkasan dari saya: "Sepanjang tak ada pihak yang dirugikan, tetaplah menjadi seorang Gibran yang apa adanya."
Solo, 25 April 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun