Sebelumnya saya ucapkan selamat HUT kepada Pak Joko Widodo (Jokowi) yang 21 Juni 2014 ini berulang tahun ke-53. Semoga kesehatan dan kebahagiaan selalu menyertainya. Amieen ya Rabb. Saya masih ingat dua tahun lalu tepatnya, saat saya menyusup di acara Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Hotel Sunan Solo. Pagi itu di sela-sela rangkaian pembukaan PIT tiba-tiba sejumlah dokter membawa rainbow tart sebagai kejutan buat Pak Jokowi yang berulang tahun ke-51. Saya yang lagi bawa gadget di tangan pun mendekat dan ikut mengabadikan momentum itu. Dan ketika melihat saya, Pak Jokowi menyalami, “Apa kabarnya, Kompasiana?” ujarnya. Dia memang suka menyapa lebih dulu. Begitu rendah hatinya terhadap siapa saja, bahkan orang nggak penting seperti saya.
Well…. Sebagai orang yang mencari penghidupan di Solo, sungguh beruntung saya bisa mengenal Pak Jokowi secara langsung. Siapa sih orang Solo dan sekitarnya yang tidak pernah bertemu langsung dengan Jokowi? Mungkin tidak terlalu banyak. Sebab Jokowi sepanjang masa jabatan sebagai Walikota Solo baik periode pertama maupun periode kedua, sangat sering wira-wiri ke sana-ke mari menjumpai warganya. Dan satu pekan sekali setiap hari Jumat, alih-alih berdiam diri di balik meja kerja, Jokowi punya jadwal rutin bersepeda keliling kota bersama para pejabat di jajaran Pemerintah Kota Solo dalam kegiatan yang diberi titel Mider Praja.
Kebetulan juga Jokowi adalah kakak ipar teman kuliah saya, Anjas Wijanarko di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Angkatan '93. Dengan kata lain Anjas ini adalah saudara kandung isteri Jokowi, Iriana. Selain Anjas, sedikit banyak saya kenal beberapa anggota keluarga besar Jokowi, sehingga cukup kaget ketika banyak isu miring menerpa menjelang Pilgub DKI maupun Pilpres 2014, karena jelas-jelas tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Dan kalau Anda awak media atau reporter bisnis di Solo pada akhir era '90-an, besar kemungkinan pernah mewawancarai Jokowi, karena dia waktu itu adalah Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) cabang Solo. Beliau adalah narasumber yang baik, gampang ditemui dan dihubungi melalui telepon. Saya pun dalam posisi itu, di mana selepas kuliah saya bergabung dengan perusahaan pers lokal di Solo.
Namun saat Jokowi menjadi walikota, justru tidak banyak kesempatan untuk bertemu dengannya. Oleh karena saat itu pekerjaan saya kebanyakan di dalam kantor. Walau bolak-balik lewat, saya juga baru berkesempatan berkunjung langsung ke rumah Ibunda Jokowi, Sujiatmi Notomiharjo, Rabu (4/6/2014), di Jl Pleret, Sumber, Solo demi mengantar teman yang lagi terlibat penulisan buku tentang keluarga Jokowi. Berdasarkan pertemuan dengan Ibu Sujiatmi itulah informasi dalam tulisan ini saya dapatkan.
Ibu Sujiatmi menuturkan, Jokowi saat kecil adalah anak yang biasa-biasa saja seperti anak kebanyakan. Suka bermain dengan kawan sebaya dan tidak aneh-aneh. Walau hidup berpindah-pindah, namun mereka selalu masih tinggal di wilayah Solo. Sehingga pendidikan TK hingga SMA ditempuh di Solo. TK Siwi Peni, SD Negeri Tirtoyoso, SMP Negeri 1 dan SMA Negeri 6. “Saat masuk SMA, dia agak murung karena keinginan sebenarnya masuk SMA Negeri 1. Tapi justru di SMAN 6 prestasinya menonjol, hingga akhirnya diterima di Teknik Perkayuan UGM,” kata Ibu Sujiatmi. Sang ibu mengaku bersyukur diamanahi seorang anak seperti Jokowi. “Sejak kecil dia adalah anak yang penurut, tidak neka-neka. Kalau dibilangi ibunya, jawabannya hanya ‘iya’ dan ‘iya’. Dia tidak pernah membantah. Selalu membuat hati orangtuanya tenang,” Sujiatmi memaparkan.
Jokowi juga merupakan kakak yang baik bagi ketiga adiknya, Iit Suryantini, Tri Idayati dan Titik Ritawati. Titik Ritawati dalam sebuah kesempatan deklarasi pendukung Jokowi di Solo pernah menyampaikan kenangan akan kakak tertuanya itu. “Kakak saya sangat menyayangi kami, adik-adiknya. Dia selalu bertindak sebagai pengayom bagi adik-adiknya, dan juga seluruh keluarga. Semoga dia juga mampu menjadi pengayom bagi rakyat bila terpilih sebagai presiden Republik Indonesia.”
Jokowi sangat menghormati orangtua, terutama ibunya. Dia selalu memberitahu dan meminta restu ibunya ketika memutuskan sesuatu. Di sela-sela kesibukan di Jakarta, dia masih sering menelepon dan pulang menemui sang ibu. Kadang Ibu Sujiatmi yang diminta ke Jakarta, seperti ketika akan memulai kampanye Capres. Sang ibu mendampingi di Jakarta beberapa hari. Ketika Jokowi dan tim bergerak ke Papua, ibunda pulang ke Solo. Jokowi juga ada di samping sang ibu ketika berangkat haji pada tahun 2003.
Penuh pengertian
Jokowi, di mata ibundanya adalah anak yang penuh pengertian terhadap orangtuanya. Dia juga sangat mendiri, tidak pernah merepotkan. Saat sekolah mendaftar sendiri dan memilih jurusan sendiri. “Jokowi cukup sering membeli album musik rock, namun tak pernah minta uang kepada orangtuanya. Termasuk saat membeli tape recorder, dia ambil uang dari tabungannya sendiri. Hobi Jokowi saat muda memang mendengarkan musik rock. Itu dimulai saat masih SMP,” ujar Ibu Sujiatmi. Kelompok musik favoritnya adalah Sepultura, Led Zepelin, Deep Purple, Metallica, Palm Desert, Linkin Park, dan Lamb of God.
Sepulang sekolah di kawasan Manahan, Jokowi suka melihat grup musik Terncem. Grup musik yang digawangi Setiawan Djodi dan mantan Dekan FISIP Universitas Sebelas Maret, Suparnadi itu pada masanya cukup dikenal di Solo. Hobi menikmati musik rock ini terbawa sampai sekarang. Bahkan saat menjabat Walikota Solo, Jokowi beberapa kali curi-curi waktu menonton konser kelompok musik dari luar negeri yang lagi manggung di Jakarta. Bersama ajudannya, Jokowi pernah ikut berjejal-jejal dengan ribuan penonton untuk menyaksikan aksi kelompok Linkin Park di Stadion Gelora Bung Karno.
Jokowi juga rela tinggal di rumah kos yang murah saat kuliah di Jogja, dan memacu diri untuk cepat lulus karena tidak ingin terlalu membebani kedua orangtuanya yang masih harus membiayai pendidikan ketiga adiknya. Pemilihan jurusan Teknik Perkayuan bukan karena bujukan atau saran orangtuanya, melainkan karena Jokowi ingin membantu mengembangkan usaha orangtuanya yang bergerak di bidang jual beli kayu. Saat liburan kuliah, dia habiskan waktu untuk membantu usaha ayahnya.
Saat lulus kuliah pada 1985, Jokowi sempat merantau ke luar Jawa, bekerja di PT Kertas Craft Aceh. Jokowi memang pekerja keras. Baru sebentar bekerja, dia diangkat sebagai manajer. Namun tak terlalu lama di sana, dia pulang ke Solo. Apalagi Iriana, teman adiknya yang dinikahi pada akhir tahun 1986, hamil. Tak mau menjadi pengangguran, Jokowi sempat ikut pamannya, Miyono, yang juga menekuni usaha di bidang kayu. Namun hasrat mempunyai bisnis sendiri terus menggebu. Jokowi pun memberanikan diri memulai usaha sendiri yang dinamakan PT Rakabu, seperti nama nama anak sulungnya, Gibran Rakabuming. Mula-mula dia membuat dan memasarkan bed room set. Produknya dipasarkan di Solo dan sekitar saja pada awalnya. Kemudian lama-lama mulai berkembang ke kota-kota besar di jawa. Dan ketika menjadi anak angkat usaha Perum Gas Negara (PGN), mulai merambah mancanegara.
Pekerja keras
Sejak muda Jokowi adalah pekerja keras. Pun saat awal menjalankan usaha. Dia sering menginap di tempat usaha untuk merampungkan orderan dari pembeli. Karena tahu Jokowi suka kerja keras, pihak pemberi pinjaman modal pernah memberi target agar dalam dua tahun dia mampu menembus pasar ekspor. Ternyata dalam enam bulan saja Jokowi sudah mampu ekspor produk ke luar negeri. Setapak demi setapak kemajuan usaha dicapai, hingga produk PT Rakabu sudah melanglang ke semua benua. Dari hanya satu pabrik menjadi delapan pabrik, berlokasi di Solo, Sragen dan Sukoharjo. Salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor Jokowi adalah Prancis. Buyer Prancis yang sering memesan produk mebel dari PT Rakabu bernama Michl Romaknan. Dia sering bingung karena kenal banyak orang Indonesia bernama Joko. Michl inilah yang memberi nama “Jokowi” untuk Joko Widodo, untuk membedakan dengan Joko lainnya.
Harus diakui, sejak menjabat walikota, usaha Jokowi mengalami penurunan, sebagian pabriknya kemudian dijual lagi karena konsentrasinya terpecah. Ketika terpilih dalam Pilkada Solo, Jokowi memang ingin total menjalankan tugas sebagai pelayan rakyat. Kerja keras yang sama ditunjukkan saat menjadi walikota. Tenaga dan pikirannya lebih banyak untuk menjalankan pemerintahan. Soal ekses yang tidak bagus pada usahanya, tidak terlalu dirisaukan karena sejak awal disadari, karena sejak menjadi kepala pemerintahan tidak bisa lagi terjun langsung mengurusi usaha.
Sejak jadi walikota, bisnis mebel ditangani adik-adiknya. Sebab ketiga anaknya belum ada yang tertarik ke dunia mebel. Si sulung Gibran yang saya sekolahkan di bidang marketing di Singapura dan Australia justru tertarik ke bisnis katering. Gibran inilah yang kini masih menetap di Solo. Sedangkan adiknya, Kahiyang Ayu yang baru lulus dari Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sebelas Maret, tinggal bersama orangtuanya di Jakarta dan si bungsu Kaesang Pangarep sekolah di Singapura. Di Solo, Gibran menempati rumah orangtuanya, tak jauh dari rumah neneknya, Ibu Sujiatmi.
Bagi Jokowi, keluarga adalah segalanya. Ia membiasakan diri untuk selalu berkomunikasi dengan seluruh anggota keluarga meski sesibuk apapun. Saat bepergian ke luar kota atau luar negeri, ia selalu menyempatkan berkomunikasi dengan anak-anak. Sebelum sibuk menjadi walikota, tiap akhir pekan dihabiskan untuk liburan bersama keluarga. Kadang ke kawasan kebun teh Kemuning, Karanganyar, kadang menghirup udara segar ke Selo, lereng gunung Merapi. Saat Kahiyang Ayu wisuda, Jokowi sudah menjadi Gubernur DKI. Dia mengambil cuti khusus untuk mendamping sang buah hati di hari penobatannya di kampus UNS Solo. Anak-anak Jokowi sempat protes karena kehilangan kebersamaan sejak Jokowi menyandang jabatan publik. Namun akhirnya mereka mengerti. Bapaknya bukan hanya milik mereka, namun telah menjadi milik publik seiring amanah yang disandangnya.
Jokowi sebenarnya berharap anak-anaknya ada yang meneruskan usaha mebelnya. Terutama terjadap anak yang pertama, Gibran Rakabuming. Tapi Gibran malah memilih mendirikan usaha jasa katering, yang dinamakan Chilli Pari Catering Service. Jokowi hanya merestui saja, seperti dulu orangtuanya selalu merestui setiap pilihannya. Jokowi meniru sikap demokratis dari orangtuanya dulu. Itu diterapkan dalam mendidik anak-anaknya, di mana Jokowi dan Iriana selalu menghargai setiap keputusan ketiga anaknya. Dan Gibran meniru sikap bapaknya: bekerja keras, bertanggung jawab dan mandiri. Sejak awal Jokowi tidak campur tangan terhadap bisnis anaknya. Gibran mencari pinjaman modal sendiri dan punya hitung-hitungan usaha sendiri. Seperti sang bapak, Gibran juga memulai usaha dari nol. Satu catatan, dalam menjalankan usahanya, Gibran menghindari menggunakan fasilitas atau pengaruh bapaknya sebagai pejabat publik. Misalnya, Chilli Pari tak mau menerima order dari Pemerintah Kota Solo.
Pencitraan?
Salah satu kelebihan Jokowi dibanding pejabat lain adalah dia sadar media. Banyak orang menyebut dia media darling atau mereka yang benci dengan sinis biasa menyebutnya sekadar pencitraan. Hal itu sebenarnya tak lain disebabkan Jokowi memang sadar akan pentingnya media. Jokowi akbrab dengan orang media dan memahami apa yang dimaui oleh awak redaksi. Kegiatan-kegiatan yang dirancangnya selalu memiliki nilai berita (news value). Bukan berarti semua hal yang dilakukannya sekadar pencitraan tanpa substansi, lebih dari itu media dijadikan sebagai partner yang potensial untuk turut membangun wilayah yang dipimpinnya.
Walau media juga tak jarang mengkritisi kebijakan yang dibuatnya, namun sepanjang data yang disajikan faktual, itu selalu dijadikan masukan. Jokowi juga suka bertukar pikiran dengan wartawan, dan suka mengunjungi kantor-kantor redaksi media. Satu kelebihan di bidang ini adalah Jokowi merupakan pejabat yang mudah ditemui dan dimintai konfirmasi untuk sesuatu informasi yang dirasa kurang akurat oleh media. Saya merasakan sendiri saat masih aktif bekerja di redaksi sebuah surat kabar di Solo. Betapa media tempat saya bekerja termasuk yang sangat kritis terhadap setiap kebijakan Jokowi sebagai walikota waktu itu. Namun Jokowi selalu bersikap tenang menyikapi setiap pemberitaan miring tentang dirinya maupun pemerintah kota yang dipimpinnya.
Dengan mudah dia bisa ditelepon untuk dimintai penjelasan sehingga setiap berita berpeluang untuk langsung cover both sides. Tak hanya itu, saat menjabat walikota, Jokowi juga aktif di media sosial. Dia sering menyempatkan menengok akun Twitter dan Facebook-nya, menyapa langsung masyarakat Solo dan berdialog dengan mereka di status ataupun komentar.
Jokowi pada dasarnya memang merupakan pribadi yang santun dan tenang. Saat gencar diberitakan miring bahkan dihujat dan difitnah dengan isu-isu SARA, dia terus bersabar dan tidak membalas. Ketika dia dituduh sebagai nonmuslim, keturunan Cina dan hajinya palsu, semula dia bergeming. Sebab itu semua dianggap tidak terlalu penting untuk ditanggapi. Hanya saja para pendukung tidak terima. Yang tahu benar kenyataan sebenarnya akhirnya memberikan klarifikasi melalui caranya sendiri-sendiri.
Namun pada satu sisi Jokowi juga orang yang taat hukum. Dan dia tidak mentoleransi ketika serangan berupa fitnah kepadanya dan keluarganya itu sudah dilakukan secara sistemik. Dia juga punya harga diri dan punya keluarga yang harus dilindungi. Karena itu persoalan terkait pihak yang sudah dirasa kelewat batas, diserahkan kepada aparat hukum untuk diproses sesuai prosedur yang berlaku di negeri ini.
Jokowi memang beda. Dia orang baik. Dan saya suka hati menjadi relawannya karena ingin Indonesia dipimpin orang baik seperti dia. Semoga Allah meridhoi dia menjadi pemimpin Republik ini. Dan bila itu memang terjadi, semoga dia tetap dekat dengan rakyat, tetap bersama rakyat dan bekerja hanya untuk satu kepentingan, yaitu kepentingan rakyat.
Semoga.
Solo, 20 Juni 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H