Mohon tunggu...
NikenDe
NikenDe Mohon Tunggu... Guru - Vinsensia Niken Devi Intan Sari

Lahir di sebuah desa yang terletak ditengah hutan jati. Desa tersebut berada di wilayah kabupaten Banyuwangi. Daerah yang terlanjur terkenal kembali dengan sebutan Desa Penari. Niken kecil hidup diantara orang tua yang berprofesi sebagai guru. Guru jaman OLD. Dengan segala kekurangannya, namun tetap dan terus mensyukuri dan menyemangati anak-anaknya untuk berpendidikan tinggi. Dengan satu semboyan Ajaib dari mereka bahwa "Pasti ada jalan jika itu untuk biaya pendidikan." That is TRUE. Benarlah adanya. Kami, anak-anak guru SD di sebuah desa kecil tersebut mampu melanjutkan sekolah sampai lulus Sarjana. Mimpi Bapak Ibu terkabul. Hobi menulis menjadi sebuah kegiatan yang selalu memhadirkan CANDU. Menekuninya menghadirkan kegembiraan tersendiri. Semoga menjadikan manfaat bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kumpul Bocah, Sekolah Baru di Masa Pandemi

8 Juli 2020   20:11 Diperbarui: 8 Juli 2020   20:09 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sering diam-diam mendengarkan obrolan mereka. Saat mereka berkumpul di ruang tanu kami dan aku berada 2 meter jauhnya dari mereka. Di depan meja kerjaku berkutat dengan laptop. Mereka sibuk di kursi kayu panjang yang sudah berubah menjadi kerajaan lego ciptaan ragilku. Mereka sibuk memainkan peran sesuai kerajaan ciptaan ragilku. Tiba-tiba adzan berbunyi, aku mengingatkan mereka untuk pulang dan sholat. Mereka tidak segera beranjak. Rasa enggan lebih menguasai.

"Ayo sholat dulu, nanti balik lagi ke sini." Perintah teraahir membuat mereka bergegas. Mereka selalu takut jika dilarang kembali bermain. Hmm ..

Mereka bubar dan beberapa menit kemudian sudah memenuhi rumahku lagi. Mereka berbincang lagi, kali ini tentang sholat dzuhur. Bagaimana bacaannya, niatnya. Bocah yang lebih besar memberikan penjelasan. Sampai pada doa yang harus dibacakan oleh mereka ketika sebagai imam atau makmum. Semua mendengarkan termasuk ragilku yang memang katolik. Anak-anak kecil itu manggut-manggut memberi tanda takjub menerima ilmunya.

Anak-anak yang damai dan tanpa sekat. Mereka jelas berbeda secara iman kepercayaan, namun mereka mampu tetap bersahabat dan tentram saja. Ketika mereka mulai berselisih, aku akan hadir melerai. Biasanya yang terjadi adalah salah satu dari mereka mencoba membully anak yang paling kecil. Nasehat pendek akan kuucapkan.

"Jangan bertengkar, main lagi, sana." Tidak ada dendam dalam kamus mereka. Jikapun mereka hari ini bertengkar bahkan sampai menangis, beberapa jam kemudian sudah memanggil-manggil. Hebatnya, akan ada sesi meminta maaf. Kalau tidak terjadi pasti ada yang mengingatkan. Berkaca pada mereka, aku merasa malu karena masih sering menyimpan dendam, iri hati dan sukar memberi maaf. Mereka tidak mendendam, berselisih, bertengkar itu biasa bagi mereka dan harus rukun lagi.   

Sekolah unik mereka akan semakin panjang. Sepanjang masa pandemi yang belum berakhir di kota kami. Jumlah pasien positif yang masih terus ada membuat pemerintah daerah memberlakukan Pembelajaran Jarak Jauh. Anak-anak akan belajar dari rumah dengan panduan bapak ibu guru secara online.

Ruang yang lain
Ruang yang lain

4 hari ke depan akan mulai lagi kejenuhan orang tua ketika harus menjadi GURU bagi anak-anak mereka. Masa pandemi yang menghadirkan begitu banyak cerita.

Kumpulan para bocah itu mampu mengukir kebersamaan yang unik dan kokoh. Mereka telah berhasil mendirikan sekolah di masa pandemi.

Mereka bertahan di sekolah barunya, sementara di semua tempat sekolah-sekolah harus ditutup.

Para guru harus belajar pada sistem pendidikan mereka. Belajar dari alam, belajar dari kehidupan, belajar dalam keberagaman dan kebersamaan. Inilah keunikan di masa pandemi. Sesuatu yang harus disyukuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun