Berbekal uang 3500 di pertengahan tahun 2009, aku sudah bisa membeli nasi telur balado di warteg BMW. Sayangnya warteg ini sekarang sudah tidak tau pindah kemana karena ruko yang ditempati warteg sudah berganti menjadi hotel.Â
Langganan tempat makan selanjutnya adalah warung makan tanpa nama di dekat gapura Pajeksan. Aku masih ingat kelezatan bola-bola daging sapi buatan penjualnya. Masakannya enak dan tidak monoton seperti di warteg BMW. Sayangnya jam buka tutup warung makan ini tidak tentu.Â
Nah jika hari libur kerja, biasanya aku jalan kaki ke pasar kecil yang letaknya hanya selemparan batu dari kos. Aku lupa nama pasarnya, tapi seingatku pasar itu hanya buka di hari-hari tertentu menurut penanggalan jawa. Kalau mau ke pasar besar ya di Pathuk sekalian jalan-jalan pagi. Kalau pasar yang paling besar dan tidak terlalu jauh dari kos ya tentu saja Beringharjo.Â
Kadang saat melintasi Malioboro rasanya ingin mampir ke Pajeksan lagi. Tapi mau ke tempat siapa lha wong teman-teman kos sudah pada pindah.Â
Dari Kampung multi etnis ini aku banyak belajar kehidupan. Meskipun kata sebagian orang Pajeksan itu 'serem' tapi bagiku Pajeksan adalah sebuah untaian kenangan yang takkan terlupakan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI